Sebuah penelitian menemukan bahwa kotoran telinga bisa menjadi sampel untuk mengetahui gejala stres dari dalam tubuh. Penggunaan kotoran telinga sebagai sampel ini adalah hal yang baru karena biasanya sampel yang digunakan untuk mengukur kadar hormon seseorang adalah rambut atau air liur.
Telinga kita menghasilkan zat lilin untuk menjadi pelumas dan melindungi telinga dari bakteri atau serangga kecil yang bisa masuk ke telinga.
Melansir dari Hello Sehat, zat lilin ini akan terus menumpuk dan bercampur dengan sel kulit mati dan kotoran yang ada di dalam telinga dan membentuk kotoran telinga yang disebut juga dengan serumen.
Sama dengan air mata, serumen ini menjaga agar telinga tidak kering dan gatal. Saat semakin menumpuk, serumen ini bisa keluar dengan sendirinya dari dalam telinga.
Artikel Terkait: Usir Stres dengan Konsumsi 7 Makanan Ini, Mudah dan Cepat!
Mengetahui Gejala Stres dari Kotoran Telinga
Sebuah studi di London mengungkapkan bahwa kotoran telinga atau serumen bisa menjadi sample untuk mengetahui tingkat stres seseorang.
Ketika seseorang merasa stres, tubuh akan memproduksi hormon kortisol. Penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli di London’s Institute of Cognitive Neuroscience and Institute of Psychiatry tersebut menemukan bahwa hormon kortisol terkonsentrasi pada kotoran telinga dibandingkan rambut sehingga lebih mudah untuk dilakukan analisis.
Dikutip dari Livescience, kotoran telinga memiliki sifat yang tahan terhadap kontaminasi bakteri dan dapat menyimpan catatan tingkat hormon kortisol pada tubuh selama beberapa minggu.
Oleh karena itu, para peneliti menyimpulkan bahwa kotoran telinga dapat dikirim ke laboratorium dengan lebih mudah dibandingkan sampel jenis lainnya. Misalnya air liur, darah, dan rambut.
Sampel berupa air liur dan darah dinilai hanya bisa menangkap kadar kortisol sesaat saja, sedangkan hormon tersebut berfluktuasi secara signifikan setiap harinya. Proses pengambilan darah dengan menggunakan jarum suntik juga dapat membuat takut dan cemas sehingga kadar kortisol dalam tubuh bisa melonjak.
Sementara analisis hormon menggunakan sampel rambut memang dapat memberikan gambaran singkat mengenai kadar kortisol, tetapi harganya tergolong mahal.
Sebelumnya, pengambilan sampel kotoran telinga biasa dilakukkan dengan menggunakan jarum suntik. Namun Andres Herane-Vives, ketua tim peneliti mengatakan bahwa ia dan koleganya mengembangkan teknik usap atau swab yang digunakan untuk mengumpulkan kotoran telinga dengan lebih nyaman dibandingkan metode lain bagi para partisipan.
“Setelah studi percontohan yang berhasil ini, jika perangkat kami dapat diteliti lebih lanjut dalam uji coba yang besar, kami berharap dapat mengubah diagnosis dan perawatan bagi jutaan orang dengan depresi atau terkait kortisol seperti penyakit Addison dan sindrom Cushing,” ungkapnya.
Para peneliti tersebut berharap sampel kotoran telinga ini dapat digunakan pula untuk memantau kadar hormon lain di dalam tubuh secara lebih efektif.
Kenali Jenis-Jenis dan Warna Kotoran Telinga
Dilansir dari Huffingtonpost, sebuah studi di Monell Center, Amerika Serikat, menemukan bahwa zat kimia yang terkandung dalam kotoran telinga pada satu ras berbeda dengan ras lainnya. Orang Kaukasia memiliki molekul yang menghasilkan kotoran telinga yang lebih bau dibandingkan ras Asia.
Orang Asia umumnya mengeluarkan serumen yang kering dan berserpih, sedangkan serumen orang Kaukasia cenderung basah dan berlilin.
Selain itu, warna dan tekstur kotoran telinga dapat berubah tergantung kondisi kesehatan. Contohnya adalah sebagai berikut.
Artikel Terkait: Bayi Sering Menggaruk Telinga? Waspada Tanda Infeksi Telinga
Kotoran Telinga Berwarna Kuning dan Lunak
Jenis kotoran telinga ini merupakan serumen baru yang menunjukkan bahwa telinga Anda dalam keadaan sehat.
Namun jika kotoran telinga berair dan menetes keluar dari telinga, serta disertai rasa sakit dan tak nyaman, sebaiknya Parents segera berkonsultasi pada dokter. Kondisi tersebut kemungkinan disebabkan oleh infeksi telinga bagian tengah.
Warna Cokelat Kehitaman dan Kering
Biasanya kotoran telinga yang berwarna kehitaman telah mengendap dan terus menumpuk di dalam telinga. Warna gelap tersebut berarti kotoran dan bakteri sudah lama terperangkap di dalam telinga.
Serumen Berwarna Kuning atau Coklat dan Ada Kemerahan
Kotoran telinga yang berwarna merah kemungkinan besar menandakan adanya luka di dalam telinga. Luka tersebut bisa berasal dari gesekan ketika membersihkan atau mengorek telinga dan adanya cedera di sekitar telinga.
Hindari membersihkan telinga dengan cara dikorek menggunakan cotton bud karena bisa membuat kotoran masuk lebih dalam. Gunakan obat tetes telinga dan air hangat untuk membersihkan telinga dengan benar.
Kotoran Telinga Berwarna Hitam Pekat
Kotoran telinga dengan warna hitam pekat berarti menandakan kotoran telinga menumpuk dan sulit keluar. Produksi zat lilin yang berlebihan ini bisa terjadi karena rasa stres, cemas, atau ketakutan.
Kelenjar apokrin di dalam telinga yang bertugas untuk membantu mengeluarkan kotoran telinga juga bekerja untuk menghasilkan bau pada keringat. Stres cenderung memicu seseorang berkeringat dan lebih bau, dan kelenjar apokrin tersebut juga bekerja meningkatkan produksi kotoran telinga.
Setelah mengetahui bahwa gejala dan tingkat stres pada seseorang bisa dilihat dari kotoran telinga, Parents bisa menjadikan warna dan tekstur kotoran telinga di atas sebagai acuan untuk mengetahui sedikit banyak mengenai kondisi tubuh. Jangan lupa juga untuk rutin membersihkan telinga dengan benar, ya.