Gangguan bicara pada anak menjadi salah satu ketakutan terbesar yang dirasakan banyak orangtua. Setiap orangtua tentu ingin buat hati mereka perkembang optimal. Sehingga, tahapan tumbuh kembang anak selalu dipantau dengan seksama.
Termasuk ketika buah hati sudah mencapai usia tiga tahun, tapi belum bisa berbicara dengan lancar. Jika mengalami situasi ini, Parents harus mulai waspada dengan kemungkinan anak mengalami gangguan bicara.
Perlu diketahui, setidaknya ada 4 jenis gangguan bicara pada anak, yang mungkin saja dapat menyerang si kecil. Untuk lebih lengkapnya, berikut ini adalah jenis dari gangguan bicara tersebut.
4 Jenis Gangguan Bicara pada Anak yang Perlu Diwaspadai
1. Disartria
Gangguan bicara jenis disartria tidak akan memengaruhi tingkat kecerdasan anak. Disartria terjadi karena adanya kelainan sistem saraf sehingga berdampak kepada otot yang menunjang kegiatan berbicara pada anak.
Adapun ciri-ciri gangguan bicara jenis ini, di antaranya:
- Cadel
- Volume suara yang kecil
- Suara serak
- Bicara terlalu cepat atau terlalu lambat
- Kesulitan menggerakan lidah
- Kesulitan mengontrol air liur dalam mulut
Cara mengatasi disartria biasanya dilakukan dengan diagnosis awal gejala yang timbul pada penderitanya. Setelah itu, pengobatan akan dilakukan dengan menyesuaikan jenis disatria, penyebabnya, dan tingkat keparahan.
Terapi wicara menjadi salah satu pengobatan umum pada penderita disartria. Dalam proses terapi tersebut, biasanya ada pelajaran mengenai cara membuat suara dengan artikulasi yang jelas dan melatih tempo kecepatan berbicara.
Artikel Terkait: Ingin anak lancar bicara? Jangan lupa stimulasi dengan 3 cara ini di rumah
2. Apraksia, Salah Satu Contoh Gangguan Bicara pada Anak
Gangguan bicara jenis apraksia lebih disebabkan oleh adanya gangguan saraf pada otak anak, sehingga ia kesulitan untuk mengendalikan otot yang menunjang kegiatan berbicara.
Apraksia merupakan akibat dari anomali genetik dan metabolisme. Konsumsi makanan yang dilarang saat hamil, seperti alkohol, juga bisa menyebabkan apraksia.
Anak yang mengidap apraksia biasanya kesulitan mengunyah, tidak banyak mengeluarkan suara ocehan ketika masih bayi, bahkan banyak yang akhirnya menggunakan anggota tubuh sebagai bentuk komunikasi.
Selain menyebabkan kesulitan berbicara, apraksia juga membuat penderitanya mengalami kesulitan melakukan gerakan bersiul, menjulurkan lidah, dan menjilat bibir.
Cara menangani anak penderita apraksia adalah dengan berkonsultasi kepada dokter spesialis saraf. Proses penanganan apraksia biasanya disesuaikan dengan penyebabnya.
3. Gangguan Spektrum Autisme (GSA)
Gangguan bicara jenis GSA adalah dampak dari kelainan otak. GSA bukan hanya memengaruhi kemampuan bicara anak, tapi juga kemampuan bersosialisasinya.
Anak penderita GSA bisa dideteksi dengan mudah, karena gejalanya akan muncul di tahapan awal masa kanak-kanak. GSA pada anak biasanya ditunjukkan dengan adanya gejala kesulitan berkomunikasi dengan bahasa verbal maupun nonverbal.
Ada juga gejala lain yang umum pada penderita GSA, yakni melakukan gerakan berulang secara berlebihan, seperti meremas jari, mengetuk-ngetukan kuku jari, dan lain-lain.
Penyebab GSA masih belum bisa diketahui dengan pasti. Namun, orangtua yang mengidap autisme biasanya akan menurunkan kelainan yang sama.
Jenis kelamin laki-laki juga memiliki risiko untuk mengalami GSA lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Selain itu, kelahiran prematur dan konsumsi obat-obatan tertentu saat hamil turut memicu GSA pada buah hati.
Artikel Terkait: Ciri anak autis bisa dideteksi lewat bermain cilukba, ini penelitiannya
4. Cerebral Palsy
Cerebral palsy adalah jenis gangguan otak pada anak, sehingga ia bukan hanya akan terhambat kemampuan bicaranya, tapi juga seluruh kemampuan motoriknya dan keseimbangannya.
Kondisi ini umumnya terjadi saat bayi masih berada dalam kandungan. Gagalnya perkembangan otak pada buah hati juga bisa terjadi saat proses persalinan atau saat periode pertumbuhan dua tahun pasca kelahiran
Jenis gangguan bicara ini juga umum disebut dengan lumpuh otak. Anak penderita cerebral palsy akan kesulitan melakukan koordinasi otot, sulit berjalan, terlambat bicara, dan mengalami kejang-kejang.
Otot anak penderita cerebral palsy bisa sangat kaku sampai tidak bisa digerakkan atau malah sangat lemah. Pengobatan anak penderita cerebral palsy bisa dilakukan dengan beberapa cara, biasanya disesuaikan dengan gejala yang muncul.
Sebagai contoh, anak tersebut tidak bisa menggerakan tubuh karena otot yang kaku, maka pengobatan dilakukan dengan obat-obatan untuk melemaskan otot tersebut.
Ada juga pengobatan yang dilakukan dengan operasi dan terapi. Jenis terapi yang ada juga bermacam-macam, seperti fisioterapi untuk meningkatkan kemampuan gerak dan koordinasi otot, serta terapi berbicara untuk anak cerebral palsy dengan gangguan bicara.
Ada juga yang disebut dengan terapi okupasi. Tujuannya untuk meningkatkan kemampuan mandiri dari penderita cerebral palsy, agar ia bisa melakukan berbagai kegiatan sehari-hari tanpa bantuan orang lain.
Lantaran gangguan bicara pada anak memiliki jenis yang beragam, maka penting bagi orangtua untuk bisa melakukan deteksi dini dengan tepat. Dengan begitu, penanggulangan gangguan bicara pada anak bisa dilakukan dengan akurat.