Kabar baik datang dari dunia kesehatan Tanah Air. Sejumlah peneliti dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dikabarkan telah menciptakan alat deteksi dini COVID-19 lewat suara batuk.
Inovasi yang diprakarsai oleh Dr Dhany Arifianto selaku Ketua Tim Peneliti ITS tersebut dapat mendeteksi COVID-19 tanpa kontak langsung. Namun, melalui batuk berdasarkan suara paru-paru.
Alat yang diberi nama elBicare Cough Analyzer ini diharapkan mampu memberikan perlindungan awal kepada para tenaga kesehatan yang rentan tertular COVID-19.
Dosen Departemen Teknik Fisika ITS tersebut juga menjelaskan bahwa selain diciptakan untuk membantu mengatasi permasalahan pandemi COVID-19, inovasi ini juga dikembangkan agar dapat bermanfaat untuk mendeteksi penyakit pernapasan menular lainnya.
Artikel terkait: Peneliti Kembangkan Tes Darah untuk Deteksi Dini Kanker, Tingkat Akurasi Tinggi!
Cara Kerja Alat Deteksi COVID-19 Lewat Suara Batuk
Mengutip laman Liputan 6, alat deteksi elBicare Cough Analyzer memiliki sebuah mikrofon bersensor tipis dan berukuran kecil yang berguna untuk menangkap suara di sekitar alat. Kemudian, suara yang masuk nantinya akan dianalisis oleh algoritma pada prosesor alat. Prosesor ini telah dirangkai tim peneliti untuk menentukan suara batuk ataukah bukan.
“Daya jangkau tangkapan suara oleh alat ini mencapai 10 meter,” ungkap Dhany yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian Internet of Things dan Teknologi Pertahanan ITS ini, mengutip laman Liputan 6 (21/1).
Dhanny juga menuturkan bahwa suara batuk yang tertangkap akan diklasifikasikan lagi ke dalam dua kategori, yaitu batuk yang terindikasi COVID-19 dan non COVID-19.
Apabila batuk yang tertangkap tersebut bukan termasuk kategori COVID-19, maka penyebabnya pun dapat dideteksi lagi. Apakah batuk normal, bronkitis, batuk gejala tuberkulosis (TBC) dan lainnya. Sedangkan pengelompokan kategori tersebut dilakukan berdasarkan penyesuaian frekuensi, amplitudo, dan komponen harmonik suara paru-paru.
Untuk memaksimalkan hasil, tim riset juga bekerja sama dengan Dokter Paru RSUD Doket Sutomo Surabaya.
Adapun hasil analisis terhadap penyebab batuk yang didapat nantinya akan tersimpan dan terintegrasi otomatis yang kemudian didistribusikan ke perangkat pengguna dengan bantuan bluetooth.
Kedepannya, Dr Dhany bersama delapan anggota tim lainnya memastikan untuk pengembangan distribusi data akan menggunakan Wi-fi.
“ElBicare Cough Analyzer ini mampu bertahan selama 20 jam penggunaan yang terus-menerus,” tambahnya lagi.
Artikel terkait: Anak SD Meninggal Usai Vaksin COVID-19, Ini Penjelasan Dinkes
Kendala yang Dihadapi Peneliti
Selama dua tahun masa penelitian alat ini, Dhany dan tim juga mengaku menghadapi kendala dalam mencari mahasiswa maupun tenaga ahli di ITS yang tertarik dalam pengerjaan hardware alat. Ia mengungkapkan bahwa saat ini bidang software memang lebih banyak diminati dibandingkan bidang hardware.
Tak hanya itu, tim riset juga menyebutkan mereka menemukan kesulitan mendapat pasien COVID-19 untuk melakukan uji coba. Masalah ini menjadi kendala lain yang ia dan tim temui.
Kedepannya,Dhany berharap elBicare Cough Analyzer mampu membawa manfaat bagi masyarakat Indonesia dalam hal memberikan fasilitas kesehatan yang layak dan akurat dengan harga yang lebih ekonomis.
Sementara itu, mengutip laman Kompas, alat deteksi ini masih dalam tahap pengembangan oleh Tim Riset ITS Surabaya. Direncanakan, akhir tahun para peneliti sudah dapat masuk uji layak edar dan targetnya siap digunakan pada 2023 mendatang.
Demikian berita tentang alat deteksi dini COVID-19 lewat suara batuk yang tengah dikembangkan. Bagaimana menurut Parents?
***
Baca juga:
Jakarta Jadi Episentrum COVID-19, Masyarakat Diminta Kurangi Bepergian