Seperti yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya, proses fermentasi yang menjadi kunci dari pembuatan keju dangke, dilakukan secara tradisional dengan menggunakan bahan alami, yakni getah daun pepaya. Namun sebelum digunakan, susu harus dipanaskan terlebih dahulu pada suhu sekitar 70-80 derajat Celcius.
Selanjutnya, gumpalan dadih yang terbentuk ini kemudian dipisahkan dari airnya. Lalu dadih dimasak dan dicetak dalam tempurung kelapa yang dibelah menjadi dua bagian.
Cita rasa tradisional keju dangke pun tak berhenti disitu, keju yang sudah dicetak siap dibungkus dengan daun pisang. Baru setelah mengeras, dangke siap dinikmati.
Sekilas bentuk keju dangke mirip dengan tahu dengan rasa gurih dan aroma khas keju. Teksturnya pun kenyal dan warnanya putih kekuningan karena tidak ditambahkan pemutih atau bahan pengawet apapun dalam proses pembuatannya.
4. Masih Menggunakan Cara-cara Tradisional
Jangan membayangkan prose pembuatan keju dangke yang serba modern dan canggih. Pasalnya, masyarakat setempat masih menggunakan cara dan peralatan sederhana untuk membuat keju ini.
Saat memanaskan susu pun masih menggunakan kayu bakar dan tungku api. Begitu pula peralatan-peralatan lain yang digunakan hingga mendapatkn keju dangke yang siap makan.
5. Cara Menikmati Keju Dangke
Dilihat dari teksturnya yang lembut dan kenyal, dangke bisa dikatakan termasuk kategori keju lunak dengan kadar air kurang dari 50 persen.
Punya rasa yang gurih dan sedikit asam, keju ini punya kemiripan dengan keju mozarella yang biasa dikonsumsi. Selain itu, keju dangke juga tinggi kalsium seperti keju-keju lainnya, Parents!
Ada banyak cara untuk menikmati keju dangke. Masyarakat Enrekang biasa memakannya begitu saja, dibakar, digoreng, ataupun dijadikan sebagai lauk untuk dimakan bersama nasi dan sambal terasi.
Beberapa orang juga biasa memakan keju dangke sebagai pendamping pulu mandoti alias beras ketan khas Enrekang yang terkenal dengan wanginya yang sedap. Almarhum Pak Bondan Winarno juga suka makan ini lho, Parents!