Hai, Bunda! Setuju tidak, sih, kalau salah satu fase penting yang akan dan pasti dilalui oleh si kecil adalah fase toilet training atau ada juga yang menyebutnya toilet learning? Saya pun sudah melewati momen dampingi anak toilet training.
Pada fase ini, anak akan diajarkan untuk lebih mandiri dengan buang air kecil atau buang air besar di toilet. Lambat laun, penggunaan popok sekali pakai (pospak) akan dikurangi hingga anak tidak lagi tergantung menggunakan diaper.
Selain fase menyapih dan MPASI, fase toilet training juga menjadi salah satu momok bagi para ibu. Apalagi yang belum pernah punya pengalaman sebelumnya, alias baru memiliki anak yang pertama. Banyak pertanyaan dan kekhawatiran apakah toilet training dapat berjalan dengan baik atau melalui banyak hambatan?
Saya sendiri juga mengalami hal tersebut, kok. Memutuskan untuk mencoba toilet training saat anak masih berusia 1 tahun 7 bulan di tahun 2020 lalu, saya melalui banyak tantangan seperti orang tua pada umumnya.
Saat ini usia anak saya menginjak 2 tahun 6 bulan, alhamdulillah sudah saya (dan suami) nyatakan lulus toilet training di siang hari sejak bulan April lalu. Untuk malam hari, masih jadi PR nih karena anaknya kadang masih suka mengompol.
Dari pengalaman saya melewati fase toilet training, ada beberapa tips yang mungkin dapat bermanfaat bagi pada orang tua untuk melewati fase toilet training dengan damai :
5 Hal yang Saya Lakukan Saat Dampingi Anak Toilet Training
Mulai di Waktu yang Tepat
Kapan waktu yang tepat untuk memulai toilet training? Tentu setiap anak berbeda-beda. Orang tua dapat memperhatikan beberapa sinyal yang diberikan oleh anak yang menandakan bahwa si kecil sudah dapat memulai fase toilet training.
Pertama adalah pospaknya kering dalam kurun waktu yang cukup panjang (>2 jam). Lalu, anak sudah dapat menunjukkan ketertarikan akan penggunaan toilet dan anak sudah dapat berkomunikasi saat akan BAK atau BAB.
Lebih baik lagi jika anak sudah merasa tidak nyaman saat menggunakan pospak dan lebih memilih untuk menggunakan celana kain. Selain itu, makin siap lagi ketika anak sudah dapat melepas dan menggunakan celana sendiri.
Kesiapan tidak hanya dibutuhkan dari pihak anak, tapi juga kita sebagai orang tua. Coba tanyakan pada diri sendiri, “Apakah saya siap untuk memulai fase toilet training dengan segala tantangan yang akan dihadapi?.” Jika belum, tak ada salahnya untuk menundanya.
Jangan Memaksa dan Memarahi Anak
Jika Bunda memutuskan untuk memulai fase toilet training di usia anak yang masih sangat dini, tentu akan melewati hari-hari melelahkan ketika si kecil berulang kali BAK atau BAB di celana.
Terkadang, Bunda juga akan menemukan waktu di mana anak menolak untuk ke toilet. Jika hal tersebut benar-benar terjadi, yang harus dilakukan adalah mengambil jeda dan tarik napas sejenak untuk mengatur emosi, lalu coba lagi.
Memarahi apalagi memaksa anak tidak akan membawa toilet training ke arah yang lebih maju. Justru sebaliknya, Moms akan merasa menyesal dan anak akan mengalami trauma. Jika merasa sangat tidak sanggup, tidak ada salahnya untuk berhenti sejenak dan mulai saat merasa siap.
Semangat! Lelah boleh, menyerah jangan.
Dampingi Anak Toilet Training, Lakukan Persiapan yang Matang
Kesalahan yang pernah saya lakukan di awal fase toilet training adalah kurangnya persiapan seperti menyediakan celana dalam yang cukup serta tidak menyiapkan printilan lain seperti seprai anti-air atau perlak. Akibatnya, saya sering merasa kelelahan dan kewalahan hingga proses toilet training berjalan on-off alias tidak konsisten.
Setelah menyiapkan segala perlengkapan yang dibutuhkan, proses toilet training akan terasa lebih santai dan tidak menjadi beban.
Dampingi anak Toilet Training, Wajib Konsisten
Fase toilet training ini memang sering menguras energi dan emosi, tapi jika Moms bisa konsisten melakukannya maka usaha yang dilakukan tentu akan berbuah manis. Proses toilet training akan terasa lebih cepat karena cepat atau lambat, anak akan terbiasa untuk buang air di toilet.
Kesalahan yang dulu saya lakukan dan dapat dijadikan pelajaran adalah ketika kerap menjadikan Lelah sebagai alasan untuk kembali memakaikan anak saya pospak. Namun, setelah sadar hal ini justru menghambat proses toilet training, saya menghempaskan rasa lelah untuk mengajarkan anak saya menggunakan toilet.
Meskipun memang lelah atau mengantuk, saat anak saya ingin buang air maka saya akan menunjukkan raut wajah semangat dan antusias untuk mengantarkannya ke toilet, mengajarkannya untuk membersihkan area kemaluannya dan menunggunya hingga selesai memakai celana. Ternyata, konsisten memang lebih mempermudah proses toilet training ini.
Rajin Melakukan Sounding dan Memberi Contoh
Saat memulai toilet training, mungkin akan merasa jenuh mengingatkan anak untuk berkomunikasi saat ingin pergi ke toilet. Termasuk merasa bosan bolak balik mengajari anak untuk membersihkan diri dan toilet setelah buang air, lalu mengajarkannya menggunakan celana sendiri. Perasaan ini wajar, kok, tapi jangan berhenti dan ingat agar selalu konsisten.
Pikirkan bahwa semua ini akan terlewati dan si kecil akan menjadi lebih mandiri di kemudian hari. Teruslah rajin melakukan sounding dan memberikan contoh. Tentunya kita harus yakin dengan kemampuan si kecil bahwa ia akan mampu melakukannya sendiri di waktu yang tepat.
Itu tadi 5 tips melewati fase toilet training dengan damai dan minim drama. Pastikan melakukannya dengan penuh kesiapan dan selalu bawa positive vibe di depan si kecil agar ia juga ikut bersemangat.
Satu tips lagi yang nggak kalah penting adalah jangan memasang ekspektasi terlalu tinggi pada anak. Biarkan anak berproses sesuai dengan kemampuannya, pastikan kita, bersama pasangan mendampingi proses tersebut dengan menyenangkan.
Mudah-mudahan pengalaman saya dampingi anak toilet training ini bisa bermanfaat, ya.
Ditulis oleh Imawati Annisa Wardhani, VIPP Member theAsianparent ID
Artikel Lain yang Ditulis VIPP Member theAsianparent ID:
Hamil dengan Kista, Inilah Pengalaman Berharga yang Kurasakan
Prepared Environment, Upaya Saya Menciptakan Rumah Ramah Anak