Ancaman resesi ekonomi kian terasa di depan mata. Menyikapi kondisi tersebut, penting bagi Parents mengetahui apa dampak resesi ekonomi Indonesia untuk seluruh masyarakat.
Belum lama ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III mendatang. Dirinya menyebutkan, pada kuartal III perekonomian Indonesia kemungkinan akan mengalami kontraksi hingga minus 2,9 persen.
Sinyal Kuat Resesi Indonesia
Presiden Joko Widodo sebelumnya sudah memberi peringatan, jika pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III-2020 ini masih negatif, maka Indonesia akan masuk ke jurang resesi.
Melansir dari laman Forbes, resesi adalah kondisi di mana terjadi penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang dapat berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Merunut kinerja ekonomi Indonesia, pada kuartal II pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah mengalami minus sebesar 5,32 persen.
Menurut Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi kuartal mendatang juga akan negatif. Angka revisi bahkan lebih dalam jika dibandingkan dengan proyeksi awalnya, yakni sebesar minus 2,1 persen hingga 0 persen.
Di samping itu, Bendahara Negara menegaskan bahwa beban Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) untuk menopang kinerja perekonomian RI sangat berat.
“Beban APBN kita luar biasa berat, dan ini terlihat dari sisi pembiayaan,” ujar Sri Mulyani ketika memberikan keterangan dalam APBN KiTa pada Selasa (22/9).
Lebih lanjut, realisasi utang pemerintah untuk membiayai anggaran hingga akhir Agustus 2020 telah mencapai Rp 693,6 triliun. Bendahara Negara menjelaskan, jumlah tersebut setara dengan 57,2 persen dari perkiraan yang tercantum dalam Perpres Nomor 72 tahun 2020 yang mencapai Rp 1.220,5 triliun.
Artikel terkait: Sering Disepelekan, Ini 5 Manfaat Pentingnya Mencatat Pengeluaran Harian
Di sisi lain, pendapatan negara mengalami tekanan ketika pemerintah melakukan belanja negara secara jor-joran untuk menggenjot kinerja perekonomian.
Secara lebih rinci Sri Mulyani menjelaskan, utang tersebut sebagian besar berupa penerbitan SBN yang mencapai Rp 671,6 triliun atau 57,2 persen dari rencana penerbitan SBN tahun ini yang mencapai Rp 1.173,7 triliun.
Peningkatan nilai penerbitan SBN tersebut mencapai 131 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar Rp 290,7 triliun. Adapun lainnya berupa pinjaman sebesar Rp 22 triliun.
Sementara itu, dari sisi pembiayaan investasi hingga akhir Agustus realisasinya mencapai Rp 27,2 triliun. Investasi tersebut disalurkan kepada BUMN sebesar Rp 11,3 truliun, Badan Layanan Umum (BLU) sebesar Rp 11 triliun, dan lembaga atau badan lainnya sebesar Rp 5 triliun.
Kementerian Keuangan pun memperkirakan defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini bakal kian melebar. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan, defisit APBN 2020 diperkirakan bakal melampaui target yang terdapat dalam Perpres Nomor 72 tahun 2020 yakni sebesar 6,34 persen.
Hingga 31 Agustus 2020, APBN telah mengalami defisit hingga Rp 500,5 triliun. Angka tersebut setara dengan 3,05 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit APBN tersebut setara dengan 48,2 persen dari target yang tertuang dalam Perpres 72 tahun 2020. Defisit terjadi lantaran angka pendapatan negara yang lebih rendah, sementara belanja negara membengkak.
Apa Dampak Resesi Ekonomi Indonesia bagi Masyarakat?
Merujuk pada data tersebut, apa sebenarnya dampak resesi ekonomi Indonesia terhadap masyarakat awam? Berikut ulasannya.
1. Kenaikan Harga dan Inflasi
Pengamat Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, dampak resesi akan berpengaruh pada pasokan atau supply barang yang turun secara drastis. Namun, tingkat permintaan tetap. Hal ini akan mengakibatkan fluktuasi harga dan memicu inflasi.
Menurut Fahmy, inflasi yang tidak terkendali akan membuat daya beli masyarakat menurut. Kendati masyarakat masih memiliki penghasilan tetap menurun sehingga pertumbuhan ekonomi kian terpuruk. Selain itu, angka produksi yang menurun ini dapat mengakibatkan peningkatan angka pengangguran dan kemiskinan.
2. Pengangguran Meningkat
Setali tiga uang, pendapat serupa disampaikan ekonom senior Didik J Rachbini. Didik tak menampik, dalam situasi resesi banyak perusahaan terdampak perihal ekonomi sehingga terpaksa merumahkan banyak karyawan. Akibatnya, banyak orang kehilangan sumber penghasilan.
“Jika resesi terjadi, ini berarti bahwa kalau kita berjualan, maka yang beli sedikit, bisnis kita juga turun, jadi ekonomi juga menurun,” terang Didik.
Fahmi menilai, lamanya waktu wabah berbanding lurus dengan periode resesi. Sehingga, semakin lama pandemi terjadi, maka semakin lama pula resesi ekonomi.
Akan tetapi, apabila program pemerintah dalam mengatasi pandemi dan resesi ekonomi berhasil diterapkan, diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia.
3. Investasi Menurun
Tak hanya daya beli dan angka pengangguran, resesi berpotensi menyebabkan turunnya minat investor karena daya beli masyarakat rendah. Akibatnya, masyarakat pun enggan berinvestasi dan memasarkan produk ke dalam negari.
Efek yang ditimbulkan dianalogikan seperti bola salju dengan semakin besarnya masalah yang ditimbulkan dari resesi.
Artikel Terkait: 5 Keuntungan Investasi Logam Mulia, Perhatikan Hal Ini Saat Memulainya
Resesi Kian Nyata, Apa yang Sebaiknya Dilakukan Masyarakat?
Kondisi perekonomian yang tidak pasti dan proyeksi adanya resesi tak lantas membuat kita menyerah, Parents. Bijak mengelola keuangan menjadi kunci agar kita tetap bisa bertahan menghadapi resesi ekonomi.
Pakar finansial Ahmad Gozali menyebut ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menyiasati keuangan, antara lain:
1. Melindungi Sumber Penghasilan
Gozali mengingatkan bahwa melindungi sumber pernghasilan adalah hal mutlak untuk dilakukan. Bagi karyawan yang masih memiliki penghasilan hingga kini, sebaiknya tidak berbuat gegabah dan pindah pekerjaan sebelum ada kepastian pekerjaan baru yang lebih stabil.
“Untuk yang punya usaha, pertimbangkan kembali rencana ekspansi,” ujarnya.
2. Kencangkan Dana Darurat
Gozali turut menegaskan pentingnya dana darurat, yaitu sejumlah dana yang dipergunakan saat kondisi darurat. Dana ini bisa ditempatkan dalam instrumen yang likuid atau mudah dicairkan bila Anda membutuhkannya sewaktu-waktu, misalnya rekening terpisah.
Besarnya alokasi dana darurat bergantung pada kondisi masing-masing individu. Namun bagi keluarga yang telah memiliki anak dan tanggungan lain, maka dianjurkan untuk menyimpan dana cadangan hingga 12 kali pengeluaran bulanan.
3. Tahan Pembelajaan Besar, Utamanya Kredit
Bagi Parents yang tengah merencanakan mengambil kredit kendaraan atau rumah, maka bisa mempertimbangkan dengan kondisi keuangan keluarga apalagi bila memilih kredit sebagai jalur pendanaan.
“Apakah cukup aman untuk melanjutkan rencana tersebut. Jangan terlalu memaksakan, misalnya menggunakan dana cadangan untuk bayar DP (down payment). Sebisa mungkin jangan sampai dana darurat yang sudah disiapkan terpakai untuk hal lain, malah kalau bisa ditambah,” imbuhnya.
4. Belanja Secara Rutin
Sebagai informasi, pembelanjaan konsumtif rumah tangga justru menjadi salah satu pendorong ekonomi yang dominan. Namun, ingat Parents hal ini hanya berlaku untuk kebutuhan primer dan bukan untuk hal yang bersifat hiburan.
Ghozali mengingatkan agar kita dapat membelanjakan uang secara lebih bijak dan tidak boros. Atur pengeluaran sedemikian rupa dan teruslah menabung agar bisa digunakan kala dibutuhkan.
Demikian informasi terkait kabar resesi yang kian nyata, dan dampak resesi ekonomi Indonesia bagi masyarakat, serta cara untuk menyiasatinya. Semoga kita tetap bisa bertahan menghadapi resesi ekonomi.
Baca Juga:
Resesi RI Kian Nyata, 5 Hal Ini yang Perlu Parents Perhatikan