Belakangan ini, penggusuran kerap terjadi di Indonesia, khususnya di ibukota Jakarta. Ia kerap dibicarakan, namun kebanyakan seputar kebijakan pemerintah maupun politik. Sedangkan, dampak psikologis pada ibu dan anak diabaikan.
Dampak penggusuran bagi para ibu
Menurut penelitian yang dikembangkan oleh Rice University dan Harvard University, Ibu yang pernah mengalami peristiwa penggusuran memiliki level stres 20% lebih tinggi dari pada mereka yang tidak memiliki pengalaman digusur.
Studi tersebut berfokus pada ibu dengan penghasilan rendah dan ibu di perkotaan yang rentan jadi korban penggusuran. Hasilnya menunjukkan tingkat stres ibu yang tinggi sangat berpengaruh pada kesehatan fisik dan mental anak.
Berdasarkan studi tersebut, satu dari dua ibu korban penggusuran mengalami depresi, bandingkan dengan satu dari empat ibu yang tidak pernah mengalami penggusuran. Satu dari lima ibu korban penggusuran memiliki anak dengan kesehatan yang buruk, dibandingkan dengan satu dari 10 ibu yang tidak pernah mengalami penggusuran.
Bahkan, hal ini juga mempengaruhi hubungan ibu dengan suami, ibu dan anak, dan ibu dengan tetangga. Dampak penggusuran juga dapat menghilangkan pergaulan sosial kemasyarakatan ibu yang telah lama dijalin.
Usaha untuk memulai semua hal dari awal lagi seperti ini dapat melemahkan peningkatan partisipasi ibu dalam mengawal tumbuh kembang anak. Seperti dikutip dalam laman Science Daily.
Merasa tidak mampu memberi tempat yang nyaman untuk anak juga dapat menyebabkan kekacauan internal. Misalnya perasaan bersalah maupun terlalu banyak pikiran. Apalagi jika ibu mengalami persoalan keuangan yang menyangkut ongkos sewa di tempat tinggal yang baru.
Shea Loot, seorang psikologis klinis dari Avel Gordly Certer for Healing menjelaskan bahwa kekacauan internal yang ia maksud adalah data bahwa 11-15% korban penggusuran biasanya akan kehilangan pekerjaan atau penurunan penghasilan.
“Beban psikologis dari ancaman kehilangan tempat tinggal dapat berdampak hingga 2 tahun ke depan.” Katanya seperti dikutip dalam wawancara dengan laman Street Root News.
Selain itu, ketidakstabilan tempat tinggal membuat seseorang tidak memiliki minat lebih untuk bergaul dengan komunitas tetangga sehingga melemahkan ikatan sosialnya dengan lingkungan sekitar.
Dampak penggusuran pada anak
Sedangkan untuk anak, penggusuran dapat membawa mereka ke arah ketidakstabilan. Dalam sebuah jurnal disebutkan bahwa ketidakstabilan tempat tinggal akan mempengaruhi akademik anak.
Selain itu, perpindahan rumah juga dapat menyebabkan anak stres serta mengalami kebingungan dalam beradaptasi lagi.
Jurnal tersebut juga menyebutkan bahwa dampak negatif ketidakstabilan tempat tinggal berbeda-beda pada anak, tergantung usianya. Misalnya pada anak lima tahun, dampak yang terjadi adalah lambatnya menyerap kosa kata dibanding mereka yang punya tempat tinggal tetap.
Penurunan nilai akademik, kesulitan bersosialisasi, dan berkurangnya ikatan dengan orangtua biasanya dialami oleh anak usia sekolah dasar. Sedangkan untuk anak usia SMP, dampak yang biasanya terjadi adalah bertambahnya sensitivitas dan perubahan sikap.
Pada akhirnya, penggusuran bukanlah hal yang mudah untuk ibu maupun anak. Jika kondisi psikologis ibu dan anak yang serba tidak stabil ini tidak segera ditangani, maka kemungkinan terjadinya dampak sosial yang negatif akan makin besar.
Baca juga:
Anak Tidak Sukses Umumnya Karena 8 Kebiasaan Orangtua Berikut
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.