Baru-baru ini, kasus anak SMP menghina Palestina menyebar di internet. Tidak sedikit netizen yang geram dan bertanya-tanya: ‘Memangnya, semasa kecil mereka tidak diberikan contoh sikap empati dari orang tuanya, ya?’
Benar, Parents. Empati merupakan salah satu keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan sosial.
Namun, sikap ini perlu dipupuk dan dikenalkan sejak dini.
Memberikan contoh sikap empati kepada anak sejak kecil, akan membantunya memiliki kehidupan sosial yang baik, karena ia terlatih untuk peka dengan keadaan orang lain di lingkungannya.
Seperti kita ketahui, empati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan diri mereka di posisi orang lain, melihat dengan mata, dan merasakan dengan hati.
Dengan berempati, seseorang dapat membuat orang lain merasa nyaman dan dihargai.
Mengapa Empati Penting?
Bersikap empati lebih dari sekadar menjadi ‘orang baik’. Empati adalah keterampilan hidup yang akan menopang kemampuan anak untuk menjadi teman yang baik, pembelajar yang baik, dan kemudian, orang tua, kolega, dan warga negara yang baik.
Semua aspek kebaikan tersebut, tidak lepas dari unsur empati. Bersikap empati juga membantu anak mengembangkan kecerdasan emosional.
“Mengajar anak-anak untuk mempertimbangkan perasaan orang lain, akan membantu mereka memahami dan mengartikulasikan perasaan mereka sendiri juga, yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan dan kesehatan mental,” tutur Angela Angela Cox, seorang mentor dan kreator The Happy Path Journal.
Di dunia yang serba terkait dengan teknologi, mengembangkan empati membantu anak-anak berhubungan baik dengan orang lain secara online dan tidak terjebak dalam cyber-bullying.
Empati juga penting dalam mencegah intimidasi, serta membangun toleransi terhadap orang lain, terlepas dari latar belakang ras, gender, keyakinan, politik, dan sifat-sifat lain.
Artikel terkait: Empati Menjadikan Anak Sukses Di Masa Depan
Jenis-jenis Sikap Empati
1. Empati Kognitif
Empati kognitif artinya, seseorang memiliki kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain dan memandang sesuatu dengan sudut pandang orang tersebut.
Misalnya, ketika ada teman yang tengah berduka cita karena ayahnya telah meninggal, maka ia akan turut memberikan ucapan berduka dan ikut bersedih. Kemudian, ia bisa membantu menenangkan temannya agar tidak sedih berlarut larut.
2. Empati Somatik
Orang yang memiliki empati somatik dapat merasakan dan merespons secara fisik sesuatu yang dialami oleh orang lain. Misalnya, ketika seseorang melihat temannya tampak pusing karena sebuah masalah yang dihadapi, ia akan ikut merasa pusing.
3. Empati Spiritual
Empati spiritual akan membuat seseorang seakan tercerahkan ketika melihat sesuatu yang menyentuh hatinya. Kemudian, orang tersebut akan melakukan tindakan nyata yang dilakukan secara spontan.
Orang dengan empati spiritual akan langsung bergerak untuk memberikan pertolongan ketika melihat orang lain tertimpa musibah. Misalnya melihat orang kecelakaan di jalan.
Artikel terkait: Keren, kisah ini membuktikan bahwa empati sesama ibu masih ada!
Contoh Sikap Empati yang Bisa Diajarkan Orang Tua kepada Anak
1. Gunakan “Aturan Platinum”, bukan “Aturan Emas”
Anda mungkin telah mempelajari soal Aturan Emas (Golden Rule), yaitu perlakukan orang lain sebagaimana Anda ingin diperlakukan oleh mereka.
Tetapi empati lebih dekat kepada Aturan Platinum, yakni memperlakukan orang lain sebagaimana mereka ingin (dan perlu) diperlakukan begitu.
Siapa pun individu di dunia ini, selalu ingin diperlakukan dengan respek terlepas dari latar belakang atau dari mana mereka berasal. Memperlakukan orang lain dengan hormat adalah bagian dari contoh sikap empati.
2. Alih-alih Berasumsi, Lebih Baik Bertanya
Anak-anak sering memberikan isyarat nonverbal tentang bagaimana perasaan mereka atau apa yang mereka sedang perjuangkan. Kita sebagai orang tua, sangat penting untuk peka terhadap isyarat itu.
Namun, sebaiknya kita tidak hanya membaca isyarat, tapi memastikan dengan bertanya kepada anak. Apakah benar ia sedang merasakan beragam emosi seperti kecewa, bahagia, marah, dan sebagainya.
Dengan bertanya, kita memberikan kesempatan kepada anak untuk berbicara dan mengutarakan perasaannya. Ini juga membuat anak merasa mendapat perhatian, empati, dan didengar oleh orang tuanya.
3. Tidak Buru-buru Menilai atau Menghakimi
Apakah anak sedang marah, tantrum, atau memberi tahu Anda tentang situasi sulit yang ia alami? Tak perlu terlalu cepat mengambil kesimpulan ataupun memberinya nasihat.
Izinkan anak menunjukkan reaksinya terhadap masalah hingga selesai. Ini bukan berarti Anda setuju dengan sikapnya, tetapi justru kita berempati dan memahami bahwa anak sedang kesulitan.
Perasaan adalah hal yang alami pada manusia. Perasaan tidak harus selalu dikubur tanpa ditunjukkan kepada orang lain.
Entah itu bahagia, kecewa, sedih, gembira, semuanya adalah hal yang lumrah, dan layak untuk dilihat terutama oleh orang dekat anak.
4. Gunakan Kata ‘Saya’ atau ‘Bunda’
Menggunakan kata ‘kamu’ saat menegur anak, membuat anak merasa tidak didengar. Bukan tidak mungkin, anak justru menjadi defensif, dan enggan mendengar orang tua.
Misalnya, “Kamu kalau dikasih tahu selalu membantah!”
Sebaiknya, gunakan kata-kata yang lebih berempati, seperti: “Bunda tahu kamu kesal. Tetapi kalau kamu tidak mendengar Bunda, Bunda tidak bisa paham apa maksudmu. Mari ceritakan pada Bunda pelan-pelan.”
Artikel terkait: Tanda Empati, Alasan Si Kecil Ikut Menangis Ketika Ada Bayi Lain yang Menangis
5. Masalah Yang Ada, Tidak Harus Diselesaikan Saat Itu Juga
Tidak semua masalah harus langsung segera dicari solusinya. Terkadang, butuh waktu jeda untuk memahami situasi dan memproses emosi.
Meski mungkin ego orang tua ingin masalah segera selesai, supaya Anda merasa lebih baik, tapi belum tentu anak juga merasakan demikian.
Saat anak marah kepada orang tua misalnya, ia melampiaskan frustrasi, maka tidak masalah bagi Anda untuk menjauh sebentar. Izinkan anak sendiri dan memproses perasaannya.
Anda dapat mengatakan kepada anak, seperti: “Mungkin kita perlu meluangkan waktu untuk menenangkan diri. Bunda akan kembali lagi nanti ketika kamu sudah tenang.”
Dengan melakukan ini, Anda juga memodelkan pengendalian diri dan kesadaran terhadap emosi yang tidak nyaman.
6. Ajukan Pertanyaan Terbuka
Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang tidak dapat dijawab dengan satu kata atau frasa. Menggunakan pertanyaan terbuka, memungkinkan anak-anak untuk mengatakan apa yang ada di pikiran mereka.
Contoh pertanyaan terbuka: “Bagaimana hari ini di sekolah? Apakah ada pelajaran yang sulit?”
Pertanyaan terbuka juga membantu anak menjelajahi masalah dan mencari solusi secara mendalam.
7. Mendengarkan Secara Aktif
Empati membutuhkan keterampilan mendengarkan secara aktif. Ini berarti memberikan perhatian penuh kepada anak saat ia berbicara kepada Anda.
Ketika Anda secara aktif mendengarkan, Anda memikirkan dan kemudian menyatakan kembali apa yang diceritakan anak. “Apakah ini maksud cerita kamu?”
Hal ini memberikan anak-anak celah untuk memperbaiki kesalahpahaman. Ini juga menunjukkan rasa hormat terhadap perasaan dan perspektif mereka.
Artikel terkait: Fakta unik, adik mengajari kakak lebih berempati, penelitian ini membuktikannya
8. Validasi Perasaan Anak, Contoh Sikap Empati yang Mutlak
Validasi perasaan adalah contoh sikap empati yang tak boleh ditinggalkan. Memvalidasi perasaan artinya, Anda menunjukkan kepada anak-anak bahwa emosi yang mereka rasakan itu ada, dan mereka berhak memunjukkan emosi tersebut.
Anda mungkin tidak setuju dengan sesuatu yang dilakukan atau dikatakan anak Anda, tetapi emosi atau perasaan, bukan tentang benar atau salah. Emosi yang hadir adalah nyata dan bagian dari diri manusia.
Itulah beberapa contoh sikap empati yang bisa kita tunjukkan teladannya kepada anak. Menurut Parents, sudahkah si kecil menunjukkan kemampuannya berempati kepada orang lain?
Jika kita ingin anak menjadi orang yang pandai berempati, maka kitalah yang pertama kali mencontohkannya.
***
Baca juga:
50 Lagu Anak Terfavorit Sepanjang Masa, Ajak Si Kecil Nyanyi Bersama!
Mengenal dan Memahami 9 Mukjizat Nabi Musa AS, Simak di Sini Yuk!