Hamil pertama kali tentu menjadi pengalaman tersendiri yang tidak terlupakan ya, Parents! Deg-degan? Jelas. Takut? Iya. Was-was? Banget! Ini hanya sekadar pengalaman pribadi soal cerita kehamilan pertamaku. Cerita detail proses persalinan yang kujalani bisa dibaca di artikel ini.
Cerita Kehamilan Pertamaku Diawali Keputusasaan
Setelah 4 tahun menjalani pernikahan, aku tak kunjung hamil. Putus asa? Ya, jika disuruh jujur, aku putus asa dengan pertanyaan beberapa teman dan kerabat, seperti “Kapan mau punya momongan, sudah hampir 4 tahun loh kamu menikah. Kamu enga kepengen punya anak? Harusnya anak mu sudah seumur anak ku.” Dan masih banyak pertanyaan lain mengenai kehamilan.
Sebel? Jangan di tanya lagi. Saat itu aku jadi berpikir, kenapa sih mereka yang sewot? Kenapa sih mereka sok peduli kapan aku mau punya anak? Padahal selama ini mereka tidak pernah peduli dengan aku. Kenapa sih jadi sok banget mengurusi kehidupan orang lain. Pertanyaan demi pertanyaan yang mereka lontarkan, membuat aku merasa tertekan. Membuat aku merasa semakin depresi.
Artikel terkait: Kisahku Menjalani Masa Kehamilan Yang Penuh Risiko
Berat Badan Turun Drastis
Kondisiku makin tak baik setelah ibuku meninggal. Aku kehilangan lebih dari 10 kilogram berat badanku. Dari berat 64 kilo terjun bebas hingga di angka 53 kilo, dalam waktu satu bulan.
Seberapa banyak pun aku makan, berat badanku susah naik lagi. Baju yang dulu aku beli tidak muat, jadi muat di badanku, hingga teman dan keluargaku heran. Aku sendiri tidak percaya akan apa yang aku alami, karena aku trauma dengan diet.
Kabar Baik
Di tengah keputusasaan tersebut, Tuhan memberi kabar baik kepadaku. Tidak percaya? Jelas. Setelah penantian dengan harap-harap cemas, akhirnya Tuhan meniupkan ruh di janinku. Saat aku terpuruk, saat di mana aku putus asa dengan hidupku, Tuhan memberi aku kekuatan untuk tetap berjuang demi sebuah kehidupan.
Jujur saja aku selalu was-was jika terlambat datang bulan. Karena aku tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak di inginkan saat aku hamil nantinya. Dan benar saja, sore itu setelah aku mengantar suami berangkat bekerja, aku iseng beli test pack. Di hatiku hanya bergumam, “Engga lah, engga yakin, toh dulu-dulu hasilnya selalu sama. Namun jika Tuhan berkehendak lain, aku siap menerimanya”.
Malam tidak bisa tidur. Berharap pagi segera menjelang. Saat pagi tiba aku bergegas diam-diam membawa test pack, yang sudah aku buka kemasannya ke kamar mandi.
Dan… Tuhan seakan tahu yang terbaik buat aku. Penantian yang panjang untuk garis dua. Aku masih merahasiakan kehamilanku di depan suami. Hingga waktu suamiku libur kerja beberapa hari kemudian, aku memberanikan diri untuk memberikan hasil test pack kepadanya. Aku berharap suami heboh akan cerita kehamilan pertamaku.
“Apa ini?”, kalimat itu yang suamiku ucapkan saat aku menunjukkan hasil test pack dengan hasil garis dua samar di depan matanya. Aku pun hanya terdiam. ‘”Ah sudahlah, aku tahu beginilah cara suamiku mengungkapkan perasaannya”.
Artikel terkait: Tidak Semua Ibu Hamil Menjalani Masa Kehamilan Mulus
Periksa Kehamilan
Hari-hari aku lalui dengan perasaan was was, apalagi di musim pagebluk covid seperti ini. Periksa pertama di usia kandungan sudah 4 minggu. Setelah itu menunggu 4 bulan lagi baru periksa kembali. Panik enggak tuh… ya panik lah…
Temanku yang juga hamil, diminta untuk periksa setiap bulan. Lha aku harus menunggu 4 bulan lagi untuk periksa. Tapi aku berusaha biasa saja. Sok berlaga tenang. Padahal di dalam hati juga was-was.
Total pemeriksaanku 6 kali, USG 2 kali. Kata bidan saat itu, tidak apa-apa, selama tidak ada keluhan yang membahayakan janin yang aku kandung. Setiap periksa pun selalu normal.
Menenangkan Diri
Cemas? Jelas. Di kehamilan pertamaku, apa-apa aku berusaha melakukannya sendiri. Ingin ini itu pun aku berusaha mencari sendiri, tidak ingin merepotkan orang lain bahkan suamiku.
Berhari-hari aku menenangkan diri agar tidak panik di kemudian hari. Berbagai info seputar kehamilan kucari sendiri dengan cara searching di internet, dari soal apa saja yang boleh dikonsumsi ibu hamil, apa yang harus dilakukan saat terjadi pendarahan, apa yang harus dilakukan saat mual dan muntah, tenggorokan terasa panas, agar kepala bayi segera turun panggul, seputar senam ibu hamil, dan masih banyak lagi.
Artikel terkait: Mencoba Hamil Selama 6 Tahun
Bertambah Pengetahuan
Dari sana aku banyak belajar tentang kehamilan, tanya-tanya juga dengan teman dan keluarga yang sudah pernah hamil. Jika itu baik aku jadikan pedoman. Jika ragu aku gali lagi informasinya. Jika tidak baik, ya hanya aku dengarkan saja. Untuk bahan referensi.
Hingga menjelang persalinan, aku tidak merasa sakit seperti yang mama-mama muda ceritakan saat menjalani persalinan pertamanya. Aku merasa diberi kelancaran. Hingga detik ini pun aku masih sering tidak percaya aku mampu melalui rasa takut yang selama ini menghantui pikiranku.
Membayangkan gunting bersinggungan dengan kulit saja masih sering membuat bergidik. Apalagi membayangkan bagaimana ketika ‘itu’ harus di buka lebar dan diperlihatkan pada orang yang bukan keluarga.
Percayalah, kamu tidak akan sempat ‘merasa malu’, karena ketika sudah berbaring di ruang operasi, otak seakan mati, tidak bisa diajak untuk berpikir dengan jernih.
Jangan Malu
Putus sudah urat malu saat nanti terkapar tidak berdaya menahan sakit di sana sini. Saat ‘itu’ di sobek, saat terpaksa ‘pup’ di tempat tidur, dan dibersihkan orang lain yang bukan keluarga.
Saat rasa sakit tiba, jangan teriak-teriak, sesakit apa pun itu, kamu harus percaya kamu bisa melaluinya, tetap tenang dan fokus. Atur nafas kembali jangan panik. Bidan akan membantumu.
Jangan takut, percayalah kamu (para calon mama-mama muda) kuat, kamu mampu melalui masa-masa sulit, kamu bisa demi anakmu. Segala rasa yang sempat dirasa, akan menghilang saat kamu bertatapan dengan bayi yang telah sembilan bulan kamu kandung ke sana ke mari bersamamu. Kamu akan lupa rasa sakit di sekujur tubuhmu bersamaan dengan tangisan bayimu.
Tips Saat Melakukan Persalinan Pertama
Pesan untuk para calon ibu saat sudah berada di ruang bersalin,
1. Jangan panik
2. Atur nafas
3. Tetap fokus
4. Jangan teriak-teriak, karena itu akan membuang tenagamu.
5. Ikuti arahan bidan atau perawat. Percayalah mereka akan memandumu saat kontraksi demi kontraksi tiba.
6. Jangan mengangkat pantat, karena itu akan membuat pereniummu terpaksa digunting.
7. Lupakan dulu soal rasa malu, hilangkan gengsimu, mereka (bidan atau perawat) tidak akan ingat apa warna celana dalammu, bagaimana bentuk ‘itu’ mu, bagimana ‘pup’ mu. Mereka juga tidak akan bergunjing di luar batasan, karena mereka sudah disumpah.
Sekian ceritaku ini, semangat meng-ASI-hi untuk para mama muda.
Ditulis oleh Rop Pattip, UGC Contributor theAsianparent.com
Artikel UGC lainnya:
10 Cara Mendidik Anak Keras Kepala, Mulai dengan Mendengarkan Si Kecil