Ketika berita tentang Invasi Rusia ke Ukraina mulai menjadi sorotan dunia, banyak isu beredar bahwa bisa saja perang dunia ketiga akan terjadi. Hal ini pasti membuat seluruh dunia khawatir. Meski bukan hal yang mudah untuk menjelaskannya, si kecil perlu tahu tentang apa yang terjadi di belahan dunia lain. Tujuannya tak lain untuk menumbuhkan rasa empati dan membuka pikiran si kecil. Tapi, tahukah Parents cara menjelaskan tentang konflik negara pada si kecil?
Menjelaskan tentang konflik negara pada si kecil memang bukan hal yang sederhana. Parents perlu memerhatikan dulu berapa usia si kecil. Apakah dia sudah bisa ‘ngobrol’ soal isu seperti ini atau belum. Apalagi kalau dia sudah bisa mengakses gawai dan internet sendiri, mungkin pemberitaan tentang konflik negara ini akan muncul di laman pencarian. Kalau sudah begitu, Parents perlu menjadi ‘filter’ untuk si kecil agar informasi yang didengar atau dibacanya tidak salah dipersepsikan.
Artikel terkait: Berbagai Cara Berkata Tidak Kepada Anak
Cara Menjelaskan tentang Konflik Negara pada Anak
Bagi anak-anak, kata-kata seperti ‘bom’, ‘invasi’, atau Perang Dunia Ketiga’ pasti membuat rasa penasaran dan ketakutan tersendiri. Apalagi otak anak itu seperti spons yang mudah menangkap dan menyerap hal-hal asing dan baru baginya.
Bisa saja dia mendengar soal ini di berita, mendengar obrolan orang tuanya atau orang lain, bahkan di media sosial seperti Instagram atau TikTok. Hal-hal mengerikan tentang konflik negara ini bisa terus menerus dikonsumsi dan menjadi sangat mengganggu emosional si kecil, lho.
“Terkadang banyak faktor eksternal yang memengaruhi si kecil seperti teman yang memberi tahu bahwa ‘Perang Dunia Ketiga dimulai dan kita akan mati’, dan ini bisa merespon ketakutan dan kekhawatiran,” ungkap Ahli Hipnoterapi, Psikoterapis dan Mentor Tania Taylor, dikutip dari Metro.co.uk.
Sangat mungkin anak-anak kecil lebih sadar akan apa itu perang daripada yang mungkin kita sadari.
“Banyak anak-anak terpapar dengan orang dewasa atau saudara yang lebih tua saat bermain game perang atau menonton influencer di YouTube memainkan game semacam itu,” kata Tania.
Oleh karena itu, ada baiknya perhatikan bahasa yang Parents gunakan di sekitar si kecil. Pun sebaiknya memberi tahu si kecil tentang konflik negara seperti yang terjadi sekarang, dengan bahasa yang mudah dipahami. Berikut ini caranya:
1. Pahami Emosional Parents Sebelum Mulai ‘Ngobrol’ dengan Si Kecil
Hal pertama yang direkomendasikan Tania sebelum memulai perbincangan adalah pahami emosi Parents. Maksudnya, Parents perlu mempertimbangkan keadaan pikiran sehubung dengan apa yang sedang terjadi dan seberapa banyak informasi yang ingin diberikan secara pribadi pada si kecil.
“Jika Anda sangat cemas dengan pemberitaan tersebut, sebaiknya tunggu sampai rasa cemas itu berkurang. Sebab, anak juga akan menyerap emosi Anda,” ucap Tania.
2. Ketahui tentang Informasi yang Valid
Parents juga perlu mencari tahu informasi dari sumber yang valid mengenai hal ini. Sebab bisa saja si kecil akan melontarkan pertanyaan yang spesifik. Akan jauh lebih baik ketika Parents sudah mengetahui informasi lengkapnya.
3. Mulai dari Pertanyaan Sederhana
Tania juga menyarankan agar Parents memulai dari bahasan paling sederhana seperti, ‘Nak, apa kamu sudah belajar tentang perang di sekolah?’ kemudian dengarkan bagaimana tanggapan si kecil.
“Apa yang Anda lakukan di sini adalah memberi kesempatan pada anak untuk berbicara tentang sesuatu yang mungkin tidak mereka sadari bisa mereka bicarakan,” tutur Tania.
Setelah itu, Parents bisa menanyakan pada si kecil bagaimana pandangannya tentang perang atau kondisi konflik tersebut. Izinkan pula si kecil bertanya tentang apapun, dan pastikan Parents menjawabnya dengan tanpa menakut-nakuti, ya.
4. Mendengarkan Secara Aktif
Tania menyebutkan tentang ‘mendengarkan aktif’ di mana Parents bisa melakukannya jika anak tertarik dan ingin tahu lebih banyak. Nah, yang harus Parents lakukan adalah memberikan perhatian penuh kepada anak selama percakapan berlangsung, dan fokus untuk mendengarkan kata-kata anak.
“Dengarkan apa yang mereka minta, dan jangan berikan lebih banyak informasi daripada yang mereka minta. Kita sudah terbiasa memberikan informasi secara berlebihan, tapi ini tidak selalu membantu, lho,” kata Tania.
Selain mendengarkan dan memberikan atensi secara penuh, Parents dan si kecil juga bisa bersama-sama mencari informasi.
Artikel terkait: Konflik Anak dengan Orangtua, Mungkinkah Anda Penyebabnya?
Cara Menjelaskan tentang Konflik Negara Sesuai dengan Usia Anak
Apa yang dijelaskan di atas harus disesuaikan dengan usia si kecil, ya, Parents. Kemampuan bahasa dan pemahaman anak pasti akan berbeda pada setiap usia. Terlebih untuk menjelaskan hal yang rumit seperti ini.
Tidak ada cara satu arah yang sama, karena semua anak berbeda. Tetapi yang terpenting adalah anak peka dan paham dengan apa yang ingin kita sampaikan. Orang tua juga perlu lebih paham dan tahu informasi, dibandingkan jika anak tahu dari sumber lain
“Anak-anak dari segala usia juga akan merasa lebih khawatir ketika mereka berpikit bahwa tidak ada yang mau membicarakan hal-hal yang membuat mereka takut, yang pada akhirnya malah membuat mereka semakin takut,” kata seorang Konsultan Parenting, Kristy Ketley.
Berikut ini cara menjelaskannya sesuai dengan usia anak:
1. Usia di bawah 7 tahun
“Saya pikir tidak mungkin kelompok usia ini memahami dengan benar apa yang sedang terjadi,” kata Kristy.
Tapi mereka mendengar percakapan Anda atau melihat berita dan mengajukan pertanyaan, penting untuk memastikan mereka tahu mereka aman dan bahwa apa yang terjadi tidak terjadi di negara kita. Mungkin Parents bisa menunjukkan lokasi kejadiannya di peta.
Perlu diingat, anak di usia ini tidak perlu dibebani dengan berita yang tidak bisa mereka pahami. Jadi, jika mereka tidak bisa menyebutkannya, sebaiknya Parents tidak perlu memberitahu.
Untuk anak-anak yang lebih kecil, Parents bisa memberikan buku tentang apa itu perasaan khawatir dan bagaimana cara mengatasinya. Pilihlah buku-buku yang sesuai dengan usia mereka, sehingga Anda bisa mendiskusikannya dengan si kecil.
2. Usia pra-remaja (antara 8 – 12 tahun)
Remaja berada pada usia yang mudah terpengaruh dan lebih sadar akan dunia sekitar mereka. Mereka akan belajar tentang perang dan konflik dalam pelajaran sejarah di sekolah, dan mereka sudah memiliki gagasan yang terbentuk sebelumnya tentang konflik negara.
Tips untuk berbicara dengan anak antara usia 7-12 tahun adalah bagaimana kita bisa bertanya pada mereka. Menurut pakar pendidikan dan pendiri KidCoachApp, Kevin Wadhar, sebaiknya jangan kenapa mereka khawatir karena anak akan berjuang untuk memahami emosi mereka. Akhirnya justru membuat anak semakin cemas. Daripada mengajukan pertanyaan, sebaiknya membantu mereka untuk memahami kondisi yang sedang terjadi.
“Sebaiknya Parents berhati-hati untuk bercerita tentang situasi di Ukraina dan Rusia dengan orang dewasa lain. Sebab anak rentan terhadap bagaimana orang tua mereka menanggapi sebuah kondisi. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dari usia satu hingga dua tahun akan meniru perilaku orang tuanya,” kata Kevin.
3. Remaja (12 tahun ke atas)
Bila anak sudah berusia 12 tahun, Parents bisa menanyakan apa yang sudah mereka ketahui dan beri mereka ketenangan bila mereka khawatir. Biarkan anak tahu bahwa orang tuanya selalu ada untuk membicarakan berbagai hal.
“Saya pikir anak perlu tahu bahwa apa yang ada di media sosial tidak semuanya benar. Sebaiknya Anda menyarankan agar mereka bisa mencari sumber yang bisa dipercaya,” kata Kristy.
Parents juga bisa membantu anak untuk memahami masalah antara Rusia dan Ukraina, melihat dari sisi sejarah perang di Eropa, dan mendiskusikannya bersama-sama.
Kemudian, Parents bisa berdiskusi bagaimana cara mengurangi rasa khawatir bila kita mengalami kondisi seperti itu.
Itulah beberapa cara menjelaskan tentang konflik negara pada anak. Semoga informasi ini bermanfaat!
***
How to talk to children about what’s happening in Ukraine and World War Three anxiety
metro.co.uk/2022/02/24/how-to-talk-to-children-about-whats-happening-in-ukraine-16163133/
Baca juga
Sambil Menangis, Ayah Ini Terpaksa Berpisah dari Putrinya karena Perang Rusia-Ukraina
Menetap di Ukraina, WNI dan Istrinya yang Hamil 9 Bulan Lapor Kondisi Pascainvansi Rusia
Tensi Memanas, Siswa Ukraina Sudah Diajarkan Cara Bertahan dari Invasi