Sejak tahun 1990, angka kematian ibu pascamelahirkan sudah berkurang meski relatif masih tinggi. Dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2014, terdapat sekitar 4513 kasus kematian ibu pascamelahirkan.
Dari jumlah tersebut, 41% dinyatakan meninggal di rumah sakit (RS), sedang 29,4% meninggal saat melahirkan di rumah. Tingginya angka kematian di RS disebabkan kondisi ibu yang sudah mengalami komplikasi sebelumnya.
Cara Menghindari Kematian Ibu Pascamelahirkan menurut Dokter Kandungan
Untuk itu, Yudhistya Ngudi Insan Ksyatria, dr, SpOG menjelaskan bahwa sebenarnya, kondisi kematian ibu pascamelahirkan itu bisa dicegah. Di antaranya dengan cara berikut ini:
1. Pemeriksaan rutin
Kondisi kehamilan setiap ibu bisa sangat berbeda. Oleh karena itu, ibu hamil harus menyadari kondisi kesehatan diri dan janinnya.
Misalnya, ketika seorang ibu yang hamil muda mengalami flek, ia harus waspada akan ancaman keguguran. Atau tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya masalah pada janin seperti rasa gatal yang tak tertahankan.
“Pada intinya jika wanita hamil muda, sangat disarankan melakukan USG (Ultrasonography) di usia kehamilan yang ke 13 minggu. Ini penting sekali untuk mengetahui banyak hal seperti: jumlah janin, kehidupan janin, kelainan janin ada tidak, usia janin, perkiraan lahir janin dapat diketahui dengan akurat dan sebagainya,” ujar dokter yang berpraktek di RS Moewardi Solo dan RS Indosehat Karanganyar.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah semua wanita yang berpeluang untuk hamil maupun yang sedang merencanakan kehamilan harus mengonsumsi asam folat. Asam folat bermanfaat mencegah kelainan Defek Tabung Saraf (spina bifida) pada janin.
Sayangnya menurut dokter Yudhis, masih banyak ibu hamil yang memasrahkan 100% kesehatan tubuhnya pada orang lain, termasuk pada dokter dan bidan yang menangani. Kesalahan diagnosis masih bisa terjadi dan pasien harus mencari second opinion seputar kehamilannya.
“Jadilah penentu keputusan bagi tubuh Anda sendiri. Orang lain, dokter, bidan adalah konsultan Anda. Tetapi keputusan, tindakan, tentukan sendiri. Bagaimanapun, yang akan menjadi orang paling perhatian pada diri Anda adalah diri Anda sendiri,” ujar dokter yang pernah menuai caci dan puji dari netizen karena komentarnya mengenai Cristal X ini.
2. Perhatikan potensi penyakit tertentu
Dokter Yudhis menyarankan ibu hamil untuk mengecek status Anemia (Hb) dan riwayat gula darah. Anemia dan diabetes seringkali menjadi penyumbang penyakit bagi ibu hamil dan bayi. Selain itu, periksa juga status HIV dan Hepatitis B.
“Jika Anda positif, maka dokter akan memberikan terapi agar bayi tidak tertular. Kalau Anda tidak cek, ya tidak apa-apa. Tapi apa tidak kasihan bayi Anda?” dokter Yudhis menambahkan.
Lakukan USG di saat yang tepat. Pada usia kehamilan 13 dan 20 minggu, ibu hamil dapat melakukan fetal scanning. Bila terjadi kelainan, 70% kondisinya akan terdeteksi.
USG 4D juga bisa dilakukan di usia 28 – 32 minggu. Di trimester 3 pada usia kehamilan 34 – 37 minggu, USG wajib dilakukan untuk mengerahui berat badan bayi, lokasi plasenta, posisi bayi, jumlah air ketuban dan prediksi berat lahir bayi nantinya.
Setelah 37 minggu, pengawasan semakin ketat karena jelang melahirkan, USG pada usia ini dilakukan untuk mengetahui jumlah air ketuban dan gerakan janin yang menandakan bahwa janin sehat.
Artikel terkait: Waspada preeklampsia pada kehamilan.
Penyebab utama kematian ibu pascamelahirkan adalah preeklamsia dan pendarahan, sehingga memeriksa tekanan darah penting dilakukan sesering mungkin. Dokter Yudhis menyarankan agar ibu hamil mengombinasikan cek kesehatan pada dokter kandungan dan juga bidan.
Namun, faktor kesehatan ibu bukan satu-satunya penyebab kehamilan yang bermasalah. Peran ayah berupa sperma juga menentukan sehat atau tidaknya kandungan istri.
“Sperma dari ayah adalah benda asing bagi wanita yang menjadi penyusun bayi. Tanpa sperma tak ada bayi. Bayi berasal dari sel telur ibu, dan sel sperma ayah.”
Karena, beberapa ayah secara tak sadar menurunkan gen penyakit tertentu seperti diabetes, hepatitis B, maupun HIV/AIDS pada istri maupun bayinya. Sehingga, pemeriksaan pada ayah sebelum program hamil dilakukan mestinya bisa lebih diupayakan.
3. Jangan lupa vaksin
Mencegah kematian ibu pascamelahirkan dimulai dari disiplin vaksin sejak program hamil dimulai. Vaksin tak hanya melindungi ibu hamil tapi sekaligus janin yang dikandungnya.
Vaksin Rubella misalnya, dapat mencegah kelainan bawaan pada janin. Atau vaksin tetanus untuk mencegah terserang tetanus saat proses melahirkan.
Artikel terkait: Cegah Virus pada Kehamilan dengan Vaksin
4. Usahakan fasilitas kesehatan secara mandiri
Bagi ibu yang tinggal di lokasi yang fasilitas kesehatannya terbatas, screening diri sendiri pun bisa dilakukan. Salah seorang pasien Dokter Yudhis bahkan membeli alat ukur tekanan darah sendiri untuk mengontrol kondisi kesehatannya selama kehamilan.
Memantau tekanan darah penting untuk mendeteksi preeklamsia sejak dini. Jika tekanan darah meninggi, ibu hamil sebaiknya segera pergi ke RS.
Risiko preeklamsia harus sudah diketahui sejak kondisi awal kehamilan. Jika memang beresiko, tentu dokter kandungan akan memberi terapi yang tepat dan preeklamsia dapat dihindari.
“Salah satu cara memasuki kehamilan yang baik adalah: jangan gemuk sebelum hamil,” ungkap dokter yang tinggal di Solo ini.
Jika tinggal di daerah yang jauh dari RS, dapat dipertimbangkan untuk pindah sementara waktu dekat RS jelang hari melahirkan.
“Ini karena perdarahan saat hamil, melahirkan, dan nifas tidak dapat diprediksi. Semua wanita bisa mengalaminya. Tidak dapat diduga, maupun dicegah. Cara terbaik menyelamatkan perdarahan, adalah dekat dengan fasilitas kesehatan yang lengkap,” kata dokter Yudhis.
5. Pentingnya memperhatikan kesehatan mental ibu hamil
Selain mengecek kesehatan fisik, kesehatan mental ibu hamil tak kalah pentingnya. Seringkali ibu hamil mudah merasa depresi.
Menurut dokter Yudhis, depresi pada ibu hamil dapat berawal dari adanya kekecewaan terhadap harapan yang tak tercapai. Terkadang wanita memiliki harapan ingin ditemani atau diperhatikan.
Peran suami dan anggota keluarga lain amat penting untuk mendukungnya. Ibu hamil juga harus dapat menyampaikan keinginannya sehingga komunikasi pun berjalan lancar.
6. Membentuk lingkungan ramah ibu hamil
Selain dukungan dari keluarga, ibu hamil juga dapat bergabung dalam komunitas ibu hamil. Tujuannya adalah untuk saling mendukung dan berbagi pengalaman tentang kehamilan. Namun, kunci penentu yang dapat menurunkan angka kematian ibu hamil adalah dirinya sendiri.
Untuk itu dokter Yudhis mengharapkan agar ibu hamil banyak membaca dan mempelajari mengenai kehamilan. Ia juga perlu mengetahui kapan akan melahirkan, di mana, biaya yang dibutuhkan dan persiapan apa yang diperlukan untuk menyambut bayi.
7. Berjaga-jaga atas segala kemungkinan yang terjadi
Jika ada kabar yang kurang menggembirakan tentang kehamilan Anda, maka Anda akan memproses kabar tersebut dengan beberapa fase. Fase-fase mendengar berita buruk tersebut adalah denial (mengabaikan), anger (kemarahan), bargaining (mempertimbangkan segala sesuatunya), depression (depresi), dan accepting (menerima).
Biasanya dokter Yudhis akan bertanya kepada ibu hamil apakah jika ada berita buruk sang ibu ingin mendengarnya langsung atau dirahasiakan saja. Dengan memberi opsi seperti ini, dokter Yudhis berusaha menjembatani fase denial hingga accepting. Kebanyakan pasien akan menjawab ingin mendengar 100% berita buruk apa adanya.
“Fase accepting adalah fase terpenting. Setelah menerima kondisi, maka kita dapat melakukan tindakan atau solusi terhadap masalah yang ada,” tutup dokter Yudhis.
Menekan angka kematian ibu paska melahirkan bukanlah tugas dokter atau bidan saja, melainkan tugas kolektif kita semua. Apakah Anda mau jadi salah satu yang peduli untuk mengurangi angka kematian ibu pascamelahirkan? Semoga saja iya.