Pertunjukan seni ‘makan mayit’ yang diinisiasi oleh Natasha Gabriella Tontey (27) rupanya berbuntut panjang. Selain petisi online, Tontey juga terancam dengan pelaporan ke kepolisian.
Baca: #ProtesMakanMayit, Kritik Terhadap Pameran Seni ‘Makan Bayi’ dari Para Ibu
Kelompok yang menamakan diri sebagai Pejuang ASI Indonesia dan Aliansi Ibu Peduli menuliskan petisi yang ditujukan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Petisi tersebut ditulis di laman petisi online change.org.
Dalam tuntutannya, Pejuang ASI Indonesia dan Aliansi Ibu Peduli menuliskan bahwa mereka menuntut permintaan maaf secara terbuka melalui media konvensional maupun media sosial yang dimiliki Footurama, Natasha Gabriella Tontey dan semua selebgram/influencer/seniman yang mengunggah dan mempublikasikan acara tersebut.
Berikut ini kutipan keberatan atas pertunjukan seni ‘makan mayit’ tersebut:
A. Tidak adanya kepekaan sosial
- Tidak adanya etika & kepedulian terhadap para perempuan yang harus berjuang sangat keras untuk dapat memiliki anak atau justru kehilangan anak. Contohnya seperti tulisan di salah satu postingan: “My sister has just aborted some babies. Curious? Come and see it at Fresh Flesh Feast at Footurama Como Park Jl. Kemang TImur Raya 998 this Saturday, Jan 21st, 2017 at 5pm onwards”.
- Inisiator event #makanmayit menginformasikan bahwa terdapat makanan/minuman yang menggunakan ASI yang didapatkan dari donor ASI teman sang inisiator event yang bersedia memberikan secara sukarela. Terhadap klaim tersebut, yang kebenarannya masih dipertanyakan, sebagai bagian dari para ibu yang memperjuangkan ASI untuk anak-anak kami dengan segala daya & upaya, hal tersebut sama sekali tidak menujukkan empati perjuangan para ibu. ASI maupun zat-zat lain yg diproduksi dan atau merupakan bagian dari tubuh manusia tidak seharusnya dipergunakan/diekploitasi dengan menyimpang dari fungsi asli penciptaannya.
- Penggunaan visual bayi yang dipotong-potong serta fetus bayi berdarah yang dijadikan objek seni telah melanggar estetika seni ruang publik & berisiko untuk menggeser nilai-nilai psikologis & pandangan masyarakat terhadap bayi.
B. Penggunaan Media Informasi
- Bahwa penggagas acara dengan sengaja mengumumkan/menampilkan dengan patut diduga untuk tujuan menarik minat khalayak melalui sosial media yang dapat diakses oleh setiap kalangan secara tanpa batas.
- Bahwasanya beberapa pengunjung/undangan merupakan ‘selebgram’/influencer/key opinion leader yang memiliki banyak pengikut/followers dengan berbagai latar belakang dan usia, dimana tindakan mereka mengunggah foto/video/pendapat mereka tentang acara tersebut di halaman sosial media mereka masing-masing memiliki dampak yang besar & luas.
Dan oleh karena itu, dengan ini Kami menyatakan petisi sebagai berikut:
- Menentang event #makanmayit dan/atau kegiatan lain yang menyerupainya karena bertentangan dengan nilai-nilai positif di masyarakat, norma sosial & budaya, serta berpotensi melanggar ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
- Menentang dan mengecam penyebaran informasi atas event #makanmayit dalam bentuk apapun oleh semua pihak yang terlibat dalam acara tersebut pada media sosial, hal ini terutama para influencer/key opinion leader/selebritas karena posisi sosial mereka yang dapat mempengaruhi masyarakat, khususnya para followers/pengikut mereka yang tidak mengenal batasan usia.
- Mengecam segala bentuk pelecehan dan/atau eksploitasi dan/atau penyimpangan terhadap bayi, janin, maupun ASI.
- Meminta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) segera bertindak terkait permasalahan ini, bersama-sama dengan Kementrian Perberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Indonesia dan otoritas lainnya yang terkait.
- Menuntut agar inisiator event #makanmayit ataupun pekerja seni lainnya, tidak lagi mengangkat dan/atau mengeksploitasi topik-topik lain yang bersinggungan atau bertentangan dengan norma serta aturan yang berlaku di Indonesia.
- Menuntut permintaan maaf secara terbuka oleh para pihak yang terlibat, berkontribusi dan turut hadir pada event #makanmayit kepada masyarakat luas khususnya kepada kaum ibu & perempuan.
- Mendukung ekspresi seni yang bertanggung jawab serta senantiasa menjaga tatanan nilai, norma dan budaya yang positif bagi pertumbuhan & perkembangan anak & remaja Indonesia.
Sampai tulisan ini diterbitkan, petisi yang dimulai pada Rabu (01/03/2017) tersebut sudah mencapai 5500 lebih tandatangan. Hampir mencapai target total sebanyak 7500 tandatangan.
Rencana pelaporan ke polisi
Tak selesai di petisi, beredar kabar bahwa akan ada pihak yang melaporkan Tontey ke kepolisian. Namun, hal ini dibantah oleh pengacara LBH Jakarta, Pratiwi Febri.
“Tadi malam saya sudah bicara dengan Tontey, namun belum ada surat kuasa. Katanya ada yang melaporkan. Tapi setelah dicek ke staf KPPPA, ibu menteri sama sekali nggak tahu perihal ini,” jelasnya.
Sampai saat ini, LBH Jakarta belum menerima surat kuasa dari pihak manapun terkait dengan kasus ini. Kasus ini pun masih terus dipelajari perkembangannya.
Sebelumnya, menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyatakan di media bahwa penyebaran aksi Tontey tersebut bisa dipidana dan mestinya dilaporkan ke kepolisian.
“Kami juga mendesak kepolisian untuk menindaklanjuti kasus ini karena karya seni ini telah melanggar norma kesusilaan, kepatutan, agama, dan bila terbukti melanggar UU akan dikenakan pasal 27 ayat 1 Undang Undang ITE dan pasal 282 ayat 3 KUHP tentang kesusilaan,” kata Menteri Yohana seperti dikutip Antara.
Pratiwi menyebut bahwa saat ini Tontey sudah menerima surat panggilan klarifikasi dan tahapan penyelidikan dari Polda.
Jika memang benar ada pelaporan dari KPPPA untuk Tontey, maka Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Veni Siregar menyayangkan sikap menteri tersebut. Ia menyoroti bahwa sebenarnya ada hal yang lebih penting yang dapat dilakukan oleh menteri dibanding mengurusi urusan seperti ini.
“Contohnya adalah masalah TKI, visum korban kekerasa seksual yang masih bayar 1,5 juta, dan peraturan daerah (perda) diskriminatif,” sesalnya Veni.
“Setahu saya aksi Tontey hanya teatrikal belaka dan makanya menyerupai. Harusnya kaum muda itu diingatkan, bukan dilaporkan gitu, Harusnya ibu menteri bersikap dewasa, tidak perlu terpancing. Cari tahu dulu peristiwanya.”
Ia juga menambahkan bahwa peran menteri PPPA adalah menjadi ibu untuk perempuan dan anak di Indonesia, “jangan reaktif melaporkan tanpa mencari kebenaran dan jalan keluar. Hal ini cukup ditangani dengan terlapor dipanggil untuk dinasehati dan suruh minta maaf saja.”
Menurut Veni, adanya petisi adalah hak setiap warga negara Indonesia untuk menanggapi aksi ini. Sampai sejauh ini ia hanya menyayangkan sikap menteri PPPA saja.
Polres Jakarta Selatan memang sempat memanggil lembaga bantuan hukum yang berkonsentrasi di isu kekerasan seksual dan anak ini untuk berdiskusi khusus mengenai kasus #makanmayit ini. Diskusi tersebut diwakili oleh pengacara LBH APIK, Siti Mazuma.
Melly Indria, salah satu anggota Pejuang ASI Indonesia dan Aliansi Ibu Peduli menyatakan bahwa pihaknya saat ini hanya fokus untuk melihat dan menunggu reaksi dan langkah-langkah dari pemerintah dan lembaga terkait, “kami percaya pemerintah dapat dengan bijak menangani permasalahan dan keresahan kami ini.”
Ibu yang berprofesi sebagai advokat ini menegaskan pihaknya saat ini sedang berupaya untuk berkoordinasi dengan beberapa lembaga pemerintahan terkait untuk mencari jalan terbaik.
“Sejauh ini hanya itu saja yang bisa kami sampaikan,” tutup ibu dari satu anak yang dapat ditemui di instagram @mellyindria ini.
Saat ini, kecaman maupun ancaman sudah mendera seniman dan semua pihak yang terkait dalam pertunjukan seni #makanmayit tersebut. Perkembangan seputar kontroversi #makanmayit dari pihak #protesmakanmayit ini juga terus berjalan, semoga ada jalan tengah perdamaian dalam peristiwa ini.
Baca juga:
#ProtesMakanMayit, Kritik Terhadap Pameran Seni ‘Makan Bayi’ dari Para Ibu
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.