Parents, sudah pernah mendengar belum tentang metode blended learning? Metode belajar satu ini mulai muncul seiring perkembangan zaman dan teknologi yang semakin canggih.
Terlebih di situasi pandemi seperti saat ini, metode belajar blended learning ternyata semakin booming. Lantas, seefektif apakah metode ini untuk mendukung proses belajar anak?
Seperti Apa Metode Blended Learning?
Image: Freepik
Pada dasarnya, blended learning adalah sebuah metode pembelajaran yang menggabungkan metode konvensional atau interaksi tatap muka di dalam kelas dengan aktivitas online (virtual). Metode ini akan membuat proses belajar anak menjadi lebih variatif, menarik, dan menyenangkan bagi siswa.
Materi pelajaran akan dipersiapkan oleh guru atau pendidik dengan menggunakan alat multimedia kreatif dan disajikan melalui media online. Biasanya, siswa dapat mengakses konten online ini kapan saja. Kemudian, siswa akan dilibatkan dalam berbagai kegiatan interaktif seperti diskusi, debat, presentasi lisan, atau tanya jawab di dalam kelas.
Apakah Blended Learning Efektif untuk Anak Usia Prasekolah dan SD?
Jika diterapkan untuk anak usia sekolah tingkat atas, seperti SMP dan SMA, metode ini cukup efektif. Namun, bagaimana dengan anak usia prasekolah dan SD?
Menurut Eri Vidiyanto, M.Psi, seorang Psikolog dan Senior Consulting di Essa Consulting, dalam wawancaranya dengan tim theAsianparent Indonesia, efektivitas dari metode belajar ini bergantung pada bagaimana cara penyajiannya.
“Blended learning itu hanya sebatas metode, dalam penyajiannya kembali ke guru atau tenaga pendidik. Efektif atau tidaknya blended learning yang diterapkan bergantung pada bagaimana penyajiannya,” ujar Eri, Rabu (23/12/2020).
“Misalnya, saat menggunakan aplikasi zoom untuk blended learning, jika guru hanya sekadar ceramah, maka pembelajaran tidak terlalu efektif. Namun, jika dikombinasikan dengan praktikum atau interaktif langsung dengan siswa, proses pembelajaran bisa menjadi efektif,” sambungnya.
Image: Freepik
Penerapannya untuk Anak Usia Prasekolah dan SD
Penyajian blended learning sangat erat dengan gadget atau teknologi. Dari segi kemampuan, anak zaman sekarang telah banyak yang mahir menggunakan gadget, bahkan sebelum usia prasekolah. Namun, penggunaan teknologi ini harus benar-benar diperhatikan. Jika salah dalam menjalankannya, maka bukannya belajar, tetapi anak justru hanya bermain gadget.
Eri menambahkan agar penerapan blended learning tepat sasaran, maka guru harus memahami karakteristik peserta didiknya. Anak-anak memiliki daya konsentrasi yang tidak sama dengan orang dewasa, sehingga jangan sampai belajar membuatnya menjadi jenuh atau tertekan.
Image: Freepik
“Anak usia prasekolah, rentang konsentrasinya masih sangat terbatas. Secara teori, pertambahan daya rentang konsentrasi anak untuk usia 1 tahun kurang lebih 2-4 menit, usia 2 tahun (4-5 menit), usia 3 atau 4 tahun (maksimal 15 menit). Guru tidak bisa memaksa anak untuk harus fokus di depan layar. Untuk itu, guru harus paham karakteristik peserta didik agar penerapan blended learning efektif,” jelas Eri.
Sama seperti metode pembelajaran konvensional (hanya tatap muka), blended learning juga harus diberi waktu jeda antara satu materi dengan materi lainnya agar anak tidak jenuh. Selain itu, bisa juga diberi waktu istiahat sementara sampai kemudian dilanjutkan kembali.
“Kita bisa lihat saat pembelajaran tatap muka (offline) seperti TK. Dalam satu waktu pembelajaran, kegiatan belajar anak diselingi dengan aktivitas lain, misalnya bernyanyi, menari, lalu jeda, dan lanjut ke kegiatan lain. Ini bertujuan untuk memfasilitasi daya konsentrasi anak yang masih terbatas tadi,” ucap Eri.
Eri juga menambahkan, “Tidak ada acuan pasti berapa lama waktu jeda untuk, hanya saja guru perlu memfasilitasi daya konsentrasi anak. Misalnya, belajar 30 menit, kemudian jeda dengan bermain games interaktif dan sebagainya.”
Persiapan Orangtua Jika Anak Mengikuti Blended Learning di Sekolah
Menurut Eri, ada 3 hal utama yang harus dipersiapkan orangtua saat anak menjalani metode blended learning di sekolahnya. Ketiga hal tersebut, yaitu:
- Memberikan pendampingan yang baik kepada anak. Misalnya, ketika guru memberikan PR atau tugas untuk dikerjakan di rumah, orangtua disarankan untuk sebaik mungkin menuntun dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
- Memahami seperti apa metode blended learning yang diterapkankan oleh sekolahnya, termasuk operasional platform yang digunakan. Misalnya tata cara menggunakan aplikasi zoom, kahoot, dan sebagainya. Ini juga bertujuan agar orangtua tidak bingung saat mendampingi anak belajar.
- Melakukan komunikasi intens dengan guru atau pihak sekolah mengenai kemampuan dan kemajuan anak selama proses pembelajarannya.
Image: Freepik
“Selain itu, perlu diperhatikan dampak screen-time (waktu layar) pada anak. Asosiasi Pediatri Amerika menyarankan bagi para orangtua yang ingin memperkenalkan teknologi kepada anaknya, maka lakukan setelah anak berusia 2 tahun dan tidak lebih dari 2 jam dalam satu hari. Orangtua harus memperhatikan durasi waktu layar pada anak agar tidak berdampak negatif terhadap perkembangan anak,” ungkap Eri.
Itulah penjelasan mengenai metode blended learning yang kian marak diterapkan di berbagai sekolah di Indonesia. Semoga informasi ini memudahkan Parents untuk memahami bagaimana proses belajar si kecil di sekolahnya, ya.
Baca Juga:
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.