Berkarier atau jadi Ibu Rumah Tangga, Apapun Itu Jalani dengan Hati

Pandangan dan informasi yang diceritakan di dalam artikel ini merupakan pendapat penulis dan belum tentu didukung oleh theAsianparent atau afiliasinya. TheAsianparent dan afiliasinya tidak bertanggung jawab atas konten di dalam artikel atau tidak bisa diminta pertanggungjawaban untuk kerusakan langsung atau tidak langsung yang mungkin diakibatkan oleh konten ini.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Berkarier atau jadi Ibu Rumah tangga? Atau bahkan menjalani keduanya? Tidak ada yang salah dengan pilihan itu. Karena pasti semua sudah didiskusikan bersama pasangan, baik dari sebelum atau sesudah menikah.

Memang, ada yang menginginkan istrinya fulltime di rumah mengurus rumah dan keluarga, ada yang memberikan kebebasan apakah sang istri mau tetap berkarier ataupun di rumah saja. Ada pula yang sama-sama ridho keduanya bekerja karena desakan ekonomi. Semua itu kembali ke pilihan masing-masing keluarga.

Hidup Itu Pilihan, Berkarier atau Jadi Ibu Rumah Tangga

Sedikit cerita, tentang saya yang memilih sebagai Ibu Rumah Tangga. Saya dan suami tinggal berbeda kota. Kebetulan suami bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta, dan saya bekerja di salah satu perusahaan di daerah Jawa Tengah.

Sebelum menikah, saya dan suami sudah mendiskusikan perihal ini, karena prinsip kami kebetulan sama. Orang menikah itu harus tinggal dalam satu atap. Karena kan ada sang suami bekerja di kota A, istrinya tinggal di kota B bersama orang tuanya dengan alasan karena sayang melepas pekerjaannya ataupun alasan ekonomi.

Walaupun saya tahu keeadaan suami juga masih pas-pasan, tapi karena niat menikah itu ibadah dan percaya bahwa Allah akan memudahkan segala urusan hambaNya, maka saya sepakat untuk berhenti kerja beberapa hari sebelum menikah.

Jujur, agak berat ya. Apalagi saat itu saya masih harus membiayai sekolah adik saya yang bungsu dan juga menafkahi Ibu saya. Karena saya anak pertama, beban itu semacam harus saya tanggung. Saya menafkahi Ibu juga tidak sepenuhnya, karena sedikit-sedikit Ibu masih bisa menghasilkan uang dari jualan mainan anak.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Saya diskusikan dengan Ibu perihal saya yang harus resign dari pekerjaan dan ikut suami ke Jakarta. Beliau mendukung apapun keputusan saya karena memang sudah seharusnya istri mengikuti suami.

Memantapkan hati akhirnya saya resign dari perusahaan tempat saya bekerja. Setelah menikah, saya dan suami masih tinggal di kos suami karena belum menemukan kontrakan yang cocok. Alhamdulillah 1,5 bulan setelah tinggal di kos, kami menemukan kontrakan yang juga tidak jauh dari kos suami saya. Tidak ada masalah berarti terutama ekonomi selama tinggal di kontrakan.

Cibiran Membuat Saya Bangkit

Sampai suatu saat saya dan suami akhirnya memutuskan mengambil KPR dengan berbagai pertimbangan. Secara finansial, kami belum mampu karena kendala penghasilan suami dan kami tidak ada tabungan sama sekali.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Bermodal nekat, dan atas seijin Allah SWT, semua dipermudah. Dari saat mencari rumah yang langsung cocok, harga yang bisa dinego dan proses KPR yang juga dipermudah. Ini adalah kado buat anak kami nanti saat lahir, saat itu saya baru menginjak hamil trimester pertama.

Karena kenekatan saya dan suami, biaya sehari-hari kami harus benar-benar diperhitungkan. Karena sudah memiliki angsuran rumah yang wajib dibayar setiap bulannya. Sisanya ya buat hidup selama satu bulan dan lain-lain. Serba ngepress istilahnya.

Sampai tidak bisa menabung dan memberi ke orang tua. Bahkan untuk sekadar membeli mainan atau baju anak pun harus menyisihkan sedikit-sedikit dari uang belanja bulanan.

Nah, dari sini cibiran dan omongan tidak enak datang dari orang terdekat saya. Ada omongan yang bilang saya pelit ke orang tua, kemudian sarjana kok nganggur, dan masih banyak lainnya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Mungkin Moms yang lain pernah ada yang mengalami hal seperti itu? Menyakitkan ya. Apalagi omongan itu datang dari orang terdekat. Seharusnya mereka jauh lebih mengerti bagaimana kondisi saya dan memberikan support bukan malah bergunjing di belakang saya.

Saya teringat kutipan dari Aktris tanah air Dian Sastrowardoyo, bahwasanya “Entah berkarier atau menjadi Ibu Rumah Tangga, wanita wajib berpendidikan tinggi karena akan menjadi seorang Ibu”.

Jalani dengan Hati, Tanpa Perlu Menyesal

Terlepas dari semua itu, kita sebagai perempuan adalah madrasah pertama bagi anak-anak kita kelak. Keputusan apapun yang sudah diambil saya dari awal, tidak membuat saya menyesal. Karena toh, sebagai Ibu Rumah Tangga adalah pekerjaan yang luar biasa. Di samping itu, seorang Ibu Rumah Tangga juga masih bisa berpenghasilan dari rumah.

Masih banyak jalan  untuk menghasilkan uang selain menjadi karyawan di Perusahaan. Dan perempuan yang tetap memilih menjalani keduanya sebagai Ibu rumah tangga dan wanita karier juga hebat. Tidak ada yang salah dengan pilihan itu.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Cibiran yang saya peroleh justru menjadi cambuk bagi saya pribadi untuk lebih bisa membuktikan bahwa saya bisa berhasil walaupun hanya sebagai ibu rumah tangga. Semangat untuk semua Ibu, karena kita jauh lebih kuat dan mampu dari yang kita bayangkan.

Berkarier atau jadi ibu rumah tangga, keputusan ini toh, diambil dengan berbagai macam pertimbangan. Lengkap, baik sisi negatif dan positif.

 

 

Ditulis oleh Ratna Pranayasti Rosita, VIPP Member theAsianparent ID

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

 

Artikel Lain yang Ditulis VIPP Member theAsianparent ID

Kehamilan Pertamaku, Pengalaman Menyiapkan Diri Jadi Ibu

Alami PCOS, Saya Berhasil Hamil Setelah Satu Tahun Menikah

Memilih Jadi Ibu Rumah Tangga Setelah Memiliki Anak