Berita kriminal tentang pembunuhan Ade Sara oleh mantan kekasihnya
Jumat (7/3/2014) publik dikejutkan oleh sebuah berita kriminal tentang pembunuhan seorang gadis ‘Sara’ yang dilakukan oleh teman sebayanya, sepasang kekasih mantan pacar korban sendiri.
Dan yang paling miris pada berita kriminal adalah kenyataan bahwa usia mereka masih belasan tahun. Entah apa yang sedang meracuni pikiran mereka hingga tega melakukan pembunuhan terhadap korban yang masih belia.
Saat semua terungkap, ditemukan alasan yang mendasari hanyalah cemburu buta di usia labil. Cowok yang notabene mantan pacar, telah memutus hubungan dengan alasan cemburu karena korban foto bareng teman cowok di kampus.
Itu hanya sebagian kecil berita kriminal yang dilakukan oleh remaja belasan tahun. Tentunya dengan banyaknya berita kriminal di kalangan remaja ini membuat orangtua semakin was-was.
Bagaimana seharusnya yang dilakukan oleh orangtua yang memiliki anak remaja, agar mereka tidak sampai menjadi korban atau bahkan pelaku kriminal?
Ada dua aspek yang dapat mempengaruhi hubungan antar orangtua dan anak yang bisa turut ambil bagian dalam terbentuknya kepribadian anak itu sendiri. Yakni kedekatan emosi dan pola asuh.
Pola asuh orang tua secara umum dapat dibedakan menjadi 4 antara lain:
Pola asuh yang salah dapat menjadi pemicu maraknya berita kriminal di kalangan remaja
1. Pola asuh Otoritatif
Pola asuh ini memberikan kehangatan emosional. Peraturan dilandasi oleh penjelasan dan diterapkan secara konsisten. Di sini orangtua selalu melibatkan anak-anak dalam mengambil keputusan. Komunikasi dua arah selalu diterapkan dalam lingkungan keluarga.
Dalam jenis pola pengasuhan ini, anak-anak cenderung bahagia, memiliki rasa percaya diri, memiliki keingintahuan yang mendalam terhadap segala sesuatu, mandiri, memiliki kontrol diri yang baik, menghargai orang lain, penuh motivasi dan cenderung berprestasi.
2. Pola asuh Otoritarian
Keluarga yang menerapkan pola asuh ini jarang menampilkan kehangatan emosional, serta menerapkan ekspektasi dan standar yang terlalu tinggi dalam berperilaku. Selain itu aturan-aturan yang diterapkan tanpa mempertimbangkan kebutuhan anak.
Dalam pola pengasuhan ini, anak diharuskan mematuhi peraturan tanpa alasan. Komunikasi cenderung searah, dimana anak hanya diberi sedikit kesempatan bicara.
Anak cenderung tumbuh kurang bahagia, Cemas, kurang percaya diri, kurang inisiatif, pasif, cenderung kurang memiliki keterampilan, memiliki gaya komunikasi yang korosif, dan cenderung menjadi pembangkang.
3. Pola Asuh Permisif
Keluarga yang menerapkan pola asuh ini umumnya dapat dicirikan dengan adanya lingkungan rumah yang penuh kasih sayang dan suportif, orangtua cenderung menerapkan sedikit ekspektasi terhadap perilaku anak.
Dalam pengasuhan ini, orangtua juga jarang memberikan hukuman serta membiarkan anak mengambil keputusan secara mandiri.
Orang tua memberikan dukungan emosional yang agak berlebihan namun sekaligus kurang menerapkan kontrol pada mereka. Sebagai orangtua yang memiliki remaja, orang tua cenderung membiarkan mereka melakukan apa saja yang mereka mau.
Akibatnya anak-anak berkembang menjadi egois dan suka memaksakan kehendak, suka menuntut perhatian dari orang lain, dan cenderung tidak patuh.
4. Pola Asuh yang Mengabaikan
Pola pengasuhan ini umumnya diterapkan pada kalangan keluarga menengah-atas dimana orang tua masing-masing memiliki kesibukan sendiri-sendiri sehingga tidak bisa mengawasi anak-anak sepenuhnya.
Para remaja yang dibesarkan dalam pola asuhan ini akan menunjukan kurangnya kontrol diri, kesulitan mengelola rasa frustasi, cenderung tidak memiliki pemikiran untuk jangka panjang.
Apa saja yang melatarbelakangi berita kriminal di kalangan remaja ini?
Kembali pada kasus Sara, pelaku pembunuhan ini tumbuh dalam keluarga tergolong kaya, dan isu yang berhembus dari para tetangga menyebutkan bahwa Ayah pelaku pembunuhan adalah dokter yang barusan keluar dari penjara karena kasus aborsi.
Setidaknya kita bisa mengetahui gambaran bagaimana lingkungan remaja ini berkembang. Saat dia menginjak usia remaja, dia harus kehilangan sosok Ayah yang harus mendekam di balik jeruji besi. Secara psikologis, jiwa remaja ini juga ikut tertekan karena malu.
Mungkin dia telah tumbuh pada lingkungan pola asuh yang ke 4, bisa jadi dia tumbuh menjadi remaja yang kesulitan mengelola rasa frustasi-nya dan juga cenderung tidak memiliki pemikiran jangka panjang.
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.