Seberapa penting vaksin lengkap yang diberikan orangtua kepada anaknya? Mungkin pengalaman Grace Melia ini bisa jadi pelajaran berharga bagi orangtua.
Grace awalnya hanya merasakan gatal dengan bintik-bintik merah di tubuhnya saat kehamilan trimester ketiga. Saat ke dokter kandungan, ia hanya diberitahu bahwa gatal yang ia derita adalah hal biasa yang dialami oleh ibu hamil.
Untuk menyembuhkannya, ia hanya disarankan untuk minum air kelapa agar dapat mengurangi rasa gatal yang dirasakannya. Gatal-gatalnya memang sembuh, tapi ternyata ada hal lain yang lebih besar yang menunggunya.
Awalnya ia mengira bahwa anaknya terlahir sehat seperti bayi yang lain. Namun, lama kelamaan, ia menyadari bahwa anaknya lebih rewel dari bayi kebanyakan dan anggota tubuhnya terasa sangat kaku.
“Saat ke dokter, dokter malah bilang kalau saya adalah ibu baru yang wajar jika jadi gampang takut jika anak rewel,” tutur Grace di depan peserta seminar Pekan Imunisasi Dunia 2017 yang diadakan oleh Kementerian Kesehatan RI.
Tak puas dengan jawaban itu, ia mencari dokter lain yang akhirnya membuat ia terkejut, “dokter bilang bahwa anak saya terkena rubella saat di kandungan. Saya sendiri tidak tahu sebelumnya apa itu rubella. Jadi saya hanya, ‘apa dok? Rubella? Apa itu dok?'”
Sampai di rumah, ia googling dan menemukan bahwa rubella saat kehamilan dapat menyebabkan anak cacat permanen. Dalam kasus ini, anaknya yang bernama Aubrey Naiym Kayacinta tersebut memiliki kelainan jantung bawaan, gangguan pendengaran sangat berat, gangguan saraf, dan gangguan motorik.
Anak yang biasa disapa dengan Ubii tersebut harus menjalani serangkaian terapi untuk mengejar ketertinggalan motoriknya sejak bayi. Ia juga sudah dipasangi implan alat bantu pendengaran permanen agar dunianya tak lagi sepi.
Penjelasan Grace tentang kondisi anaknya menyentuh hati para peserta seminar yang memenuhi aula Balai Kota DKI Jakarta tersebut. Ia meminta kepada semua orangtua dan pasangan suami istri yang berencana untuk menikah agar dapat melakukan vaksin lengkap agar dapat memiliki anak yang sehat.
Grace Melia dan Ira Koesno
Tes lengkap yang dimaksud adalah tes TORCH (Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes) serta vaksin MMR yang meliputi imunisasi Measles/campak Jerman/Mumps/Gondongan. Grace menyerukan bahwa melakukan tes kesehatan seperti itu akan lebih penting daripada menghabiskan waktu persiapan menikah dengan memikirkan resepsi pernikahan saja.
Testimoninya diamini oleh Dokter Hartono Gunardi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Menurutnya, Grace tak akan terjangkit Rubella jika anak maupun orang sekitarnya sudah diberi vaksin sebelumnya.
Artikel terkait: Grace Melia, “Aku bangga punya anak berkebutuhan khusus.”
Baginya vaksin itu seperti perisai yang tak hanya dapat melindungi anak dari penyakit, namun juga ibu hamil di sekitarnya. Hal itu penting dilakukan agar tak ada penyakit yang menginveksi kandungan dan menghindarkan anak dari adanya cacat bawaan lahir seperti yang dialami oleh Ubii.
Hal tersebut diamini oleh Deputi bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK, Sigit Priohutomo. Secara tegas ia menyatakan bahwa hak anak untuk sehat dengan imunisasi harus dipenuhi oleh orangtua, “jadi imunisasi itu bukan wajib saja, melainkan hak asasi anak.“
Untuk itu, pemerintah telah memberikan buku imunisasi kepada orangtua agar proses vaksin lengkap dapat terdata dengan baik. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia M. Subuh juga menyatakan bahwa pemerintah memfasilitasi kemudahan vaksin tersebut ke sekolah-sekolah.
Vaksin lengkap apa saja yang wajib diberikan pada anak?
Vaksin lengkap yang dapat diberikan pada anak dimulai sejak ia baru lahir sampai remaja. Vaksin wajib dari pemerintah diberikan secara gratis, namun orangtua masih dapat memberikan vaksin pelengkap dengan biaya pribadi agar anak mendapatkan vaksin lengkap yang dibutuhkannya.
Pada bayi baru lahir, imunisasi yang pertama diberikan adalah Hepatitis B yang dapat mencegah Hepatitis B dan kerusakan hati. Pada usia 1 bulan, vaksin yang diberikan adalah BCG yang dapat menyebabkan batuk berdarah, penyakit paru-paru, komplikasi berat seperti TBC Tulang, kelenjar, otak, maupun seluruh tubuh.
Vaksin DPT-HB-HIB diberikan sebanyak 3x pemberian. Mulai bayi umur dua bulan, kemudian diberikan lagi dengan jarak minimal 1 bulan. Nantinya, saat usia bayi menginjak 18 bulan, ia juga wajib diberikan lagi vaksin tambahan. Vaksin DPT-HB-HIB ini dapat mencegah 5 penyakit Difteri, Pertusis Tetanus, Hepatitis B, meningitis, dan radang paru-patu (pneumonia).
Vaksin polio diberikan sejak bayi usia 1 bulan dengan metode tetes. Setelah anak mencapai usia 4 bulan, pemberian vaksin polio suntik mulai diberikan pada bayi dari penyakit polio yang dapat menyebabkan tubuh lumpuh layu di tungkai dan tangan.
Sedangkan, vaksin campak/MR diberikan sebanyak 2 kali. Sesi pertama saat anak berusia 9 bulan, sesi kedua saat anak berusia 18 bulan. Imunisasi ini dapat melindungi anak dari komplikasi radang paru, radang otak dan kebutaan.
Pentingnya vaksin MR ini juga dapat mencegah anak untuk menularkan rubella pada ibu hamil di sekitarnya yang dapat menyebabkan cacat bawaan pada bayi yang dikandung.
Soal halal-haram vaksin
Prof. Nazaruddin Umar yang hadir sebagai salah satu pembicara menyatakan bahwa pemberian vaksin itu adalah bagian dari jihad. Sedangkan, agama Islam sendiri mewajibkan agar manusia dapat menjaga kesehatannya sehingga imunisasi sifatnya sangat wajib dan harus dilakukan orangtua.
“Karena jihad yang sebenarnya adalah menghidupkan, bukan justru malah mematikan seperti yang selama ini dianggap.“
Imam Besar Masjid Istiqlal ini juga menekankan agar orangtua tidak perlu khawatir tentang kehalalan vaksin yang digunakan untuk imunisasi anak, “kalau ada pilihan antara vaksin yang halal dan haram, maka pilihlah yang halal. Namun kalau tidak ada pilihan dan vaksin tersebut adalah satu-satunya yang tersedia, maka orangtua tetap wajib memberikan vaksin tersebut kepada anaknya karena ada hukum keterpaksaan di sini.“
Ia juga mengingatkan bahwa hukum agama memiliki sebuah kaidah ushul fiqh berupa adanya unsur keterpaksaan, “kalau kita berada di sebuah keadaan darurat di mana harus makan makanan haram, ya fiqih membolehkan. Karena tanpa vaksin itu, anak kita nantinya jadi terkena penyakit.”
Artikel terkait: Waspadai bahaya Rubella pada anak-anak dan ibu hamil.
Orangtua sebaiknya juga memiliki catatan vaksin lengkap anak agar kelak anak tak perlu mengulang pemberian vaksin tersebut jelang pernikahan demi kesehatan generasi selanjutnya. Menanyakan kelengkapan vaksin kepada pasangan juga penting agar anak dapat terhindar dari kecacatan bawaan akibat ketidaktahuan orangtuanya tentang pentingnya vaksin.
Seminar yang didukung oleh Rumah Ramah Rubella, Kementerian Kesehatan RI, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, IDAI, KPAI, Kemeneg Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan elemen lainnya ini mengundang banyak pihak agar penyebar luasan informasi dapat lebih optimal.
Misalnya pada para perwakilan mahasiswa, lembaga masyrahat seperti NU dan Muhammadiyah, Organisasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Watawan Indonesia (PWI), dan berbagai kalangan lain yang dirasa menjadi sasaran tepat sosialisasi imunisasi.
Dalam seminar yang dipandu oleh Ira Koesno ini, diputar juga film pendek tentang imunisasi serta video yang berisi perjuangan Grace merawat Ubii selama ini. Jika ada sekolah yang menolak vaksin untuk anaknya, maka orangtua harus berani melaporkan kejadian tersebut ke dinas kesehatan maupun pendidikan terkait.
Sampai saat ini, pemerintah terus mengupayakan agar pemberian vaksin lengkap dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Terutama di wilayah tertinggal yang jauh dari fasilitas kesehatan.
Dengan vaksin, generasi kita sehat, ibu hamil pun terlindungi.
Baca juga:
Kisah Iftiyah, Bayi yang Alami Katarak, Tuli, dan Gangguan Jantung Bawaan Akibat Rubella
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.