Kisah bunda: Jadi korban KDRT dan bercerai di usia muda, namun berujung bahagia

Pernahkah terbayangkan bercerai di usia muda, di umur pernikahan yang singkat, dan dalam kondisi hamil? Bunda satu ini mengalami dan ceritakan kisahnya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Semua pasangan suami istri di muka bumi ini pada awalnya tentu ingin menikah untuk bahagia hingga maut memisahkan. Sayangnya, kenyataan bisa berkata lain. Memiliki pengalaman bercerai di usia muda pun bisa tidak terelakan.

Mengalami perceraian dan menjanda di usia muda, rupanya harus dialami oleh seorang Bunda, pembaca TheAsianparent Indonesia. Ia berkisah bahwa di usianya yang baru menginjak 25 tahun, pernikahannya harus kandas di tengah jalan.

Namun, diakui olehnya setelah pengalaman pahitnya itu ia menemukan hikmah besar. Ungkapan hatinya dan pengalamannya ini ia ceritakan di  dalam Aplikasi TheAsianparent dalam forum diskusi. Berikut kisah lengkapnya.

“Bercerai di usia muda tak pernah aku sangka sebelumnya..”

“2018. Saya umur 24 dan suami saya 26 tahun. Pernikahan kami bertahan hanya 8 bulan. Selama pernikahan rasanya saya nggal kuat. Banyak tekanan dari suami dan orangtuanya. Kadang suami saya juga kasar.

Saya mengadu ke orangtuanya terkait perilaku suami saya dengan maksud agar orangtuanya menasehati dia. Tapi selalu saya yang disalahi. Saya sudah kasih bukti lebam-lebam ke ibunya pun tetap tidak ada respon.

Ternyata saya baru tahu kalau suami saya punya penyakit psikologis saat kecil akibat dari perceraian orangtuanya. Dia sering melihat ibunya disiksa.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Jadi pada saat dia kambuh, emosinya meningkat dan sesak napas berlanjut sampai harus dibawa ke rumah sakit untuk menenangkan diri. Setelah tahu ini, saya coba menerima dia dan lebih sabar lagi dalam menghadapinya.

Namun di sini, ibunya selalu saja menyalahi saya karena penyakitnya yang sudah lama hilang, setelah menikah malah kambuh lagi.

Artikel Terkait : “Janinku hanya bertahan 11 minggu, aku merasa gagal,” curahan hati ibu keguguran

“Kehamilanku tak mengubahnya…“

Saya berdoa supaya diberi jalan. Ternyata bulan ke 4 menikah, saya hamil. Saya senang. Namun suami saya tidak. Dia takut kalau nanti kami punya anak, kasih sayang dan perhatian saya terbagi untuk anak dan suami.

Selama saya hamil pernikahan kami makin berjalan tidak baik. Saya sering pisah rumah dengan alasan dia mau menenangkan diri di rumahnya. Ditambah ibunya yang sangat posesif.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Saya memohon suami saya untuk pulang ke rumah karena sudah sebulan. Akhirnya dia datang ke rumah dengan ibu serta bapak kandungnya.

Saya kaget, dan kebetulan di rumah saya ditemani orangtua saya selama suami saya tidak ada. Ternyata kedatangan mereka hanya untuk menceraikan saya dan membawa semua barang yang dia punya.

Saya hancur. Tapi di situ saya tidak menangis. Saya tidak mau memperlihatkan kelemahan saya pada mereka yang sudah menghancurkan saya.

Mempertanyakan soal perceraian

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Saya selalu bertanya kenapa saya dicerai? Dan Ibunya hanya menjawab “kalian tidak cocok”.

“Tapi aku lagi hamil maa, mama juga perempuan harusnya mengerti,” jelas saya.

Di sini, suamiku hanya menunduk diam kata yang keluar hanya, “Saya minta pisah.” Selebihnya ibunya dan bapaknya yang menjawab.

Saya sempat berpikir apa suami saya dipaksa menceraikan saya?

Karena terakhir sebelum dia meninggalkan rumah dia sempat berkata, “Tunggu aku yaa sayang aku nggak akan lama, cuma pengen nenangin diri aja pulang ke rumahku”.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Saya ingat betul dia bicara seperti itu. Tapi kenyataan nya dia menceraikan saya.

Setelah mereka pulang, saya nangis sejadi-jadinya. Saya teriak seperti orang kesurupan. Hancur. Bagaimana bayi ini? Apa saya harus mempertahankan dan mengemis demi anak dalam kandunganku?

Setelah kejadian itu, saya membuat keputusan harus menghubungi dia dan minta supaya kami tidak pisah. Dia mau menemui saya. Dia mau mencoba memertahankan asal saya harus mengemis dan memohon ke ibunya untuk kami rujuk.

Saya pun berencana untuk melakukan itu biarpun harus bersujud di kaki ibunya demi anak saya. Tapi orangtua saya tidak setuju.

Alasannya karena itu hanya merendahkan harga diri saya, untuk apa sampai seperti itu karena memang mereka selalu bilang saya tidak membuat kesalahan terhadap mereka. Tapi saya bersikap bodo amat, yang penting anakku setelah lahir dia masih punya bapak.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Dengan sangat tertekannya saya mempersiapkan diri memohon ke ibunya. Karena ini berat. Tidak tahu letak kesalahan saya, tapi harus memohon dan mengemis. Suami saya pun terus memaksa untuk melakukan itu.

Hal yang tak terduga pun terjadi…

Saya terus berdoa pada Allah supaya diberi jalan yang terbaik. Tanpa sadar ternyata setelah kejadian suami dan keluarganya datang waktu menceraikan saya, perut saya terus-terusan sakit dan mengalami flek.  Karena memang pikiran saya kalut dan hamil pertama tanpa tahu edukasi tentang kehamilan saya selalu menganggap itu normal.

Dua minggu berturut-turut saya flek. Namun ini makin tidak normal, perut saya sakit dan flek berubah menjadi darah segar keluar deras. Saya panik. Dan rencananya hari itu saya mau ketemu suami saya untuk membahas pertemuan dengan ibunya.

Akhirnya saya minta dia untuk temani saya ke rumah sakit. Pulang kerja, jam 9 malam, saya dan suami saya menuju rumah sakit tanpa mengabarkan orangtua saya.

Setelah bertemu dokter dan di periksa, janin saya dinyatakan tidak berkembang semenjak 2 minggu lalu. Mungkin penyebabnya karena stres berlebih. Sehingga janin meninggal.

Artikel Terkait : Benarkah suami penyebab stres ibu dua kali lipat dibandingkan anak? Suami wajib tahu!

Perceraian tak dapat dielakkan

Saya sedih ya Allah, menangis sejadi-jadinya. Yang paling saya ingat, pada saat pembayaran rumah sakit, suami saya malah sengaja pergi dan saya disuruh untuk membayar tagihan.

Menyedihkan. Saat seperti ini kenapa dia malah setidakpeduli ini. Entah di sana saya pun sadar. Buat apa memertahankan suami seperti ini?

Esoknya saya ke rumah sakit untuk di kuret. Suami saya tidak datang. Keluarganya pun tidak ada yang peduli saya keguguran.

Berusaha menenangkan diri, mempertanyakan keadaan dan takdir

Setelah itu saya menenangkan diri pergi ke Taiwan dan tinggal bersama teman saya selama sebulan. Kondisi saya sudah seperti orang gila dan rasanya ingin bunuh diri. Merasa Allah tidak adil. Sepanjang hari saya hanya bisa menangis.

Alhamdulillah banyak sekali orang baik di sekitar saya. Saya sembuh dari luka dan pulang ke Indonesia. Masih ada sisa kesedihan. Tapi saya harus kuat. Untuk apa saya merusak diri saya hanya demi orang-orang seperti mereka.

Akhirnya dengan hati ikhlas, saya yang mengajukan cerai ke pengadilan. Menjadi janda di umur 25. Menurutku, apa ada yang mau menikahi saya? Saya sudah rusak, kotor.

Hikmah besar pasca perceraian

2019

Namun Allah berkehendak lain. Saya dipertemukan dengan laki-laki yang baik dan langsung menikahi saya tanpa pacaran. Dia mau menerima saya dalam kondisi apa pun.

2020

Sekarang saya sudah bahagia dan kami diberi amanah oleh Allah. Alhamdulillah sekarang saya sudah jalan usia kandungan 5 bulan. Kami sangat bahagia.

Kami sejalan dan selalu memperbaiki kekurangan yang kami miliki. Saya bahagia menikah dengan suami saya yang sekarang.

Selalu sabar tidak pernah marah. Terima kasih ya Allah telah mengirimkan dia untukku walau jalan menuju kebahagiaan ini diberi rasa pahit dan pedih sebelumnya.

Intinya. Selalu berbaik sangkalah dengan Allah. Percayalah akan ada pelangi yang indah serta langit yang cerah setelah gelapnya hujan deras,” tulis perempuan yang tak ingin disebutkan identitasnya ini di akhir cerita.

Dari pengalaman sang Bunda di atas kita tentunya bisa memetik pesan bahwa akan selalu ada hikmah di balik peristiwa yang mungkin tidak menyenangkan atau membuat kita terpuruk. Semoga kita bisa memetik hikmah dari segala peristiwa yang terjadi.

Ingin berbagi kisah bersama orangtua lainnya? Bergabung di Aplikasi TheAsianparent Indonesia!

Baca Juga :

Cerai via online makin marak dilakukan, apakah sah menurut hukum Islam?

 

Penulis

nisya