Kekerasan dalam rumah tangga bukanlah fenomena baru. Bentuk KDRT ini pun sangat beragam, tak hanya berupa kekerasan fisik seperti pemukulan, menampar, menendang, mendorong, hingga kekerasan lain yang menyakitkan secara fisik, namun juga bisa berupa kekerasan secara psikis, kekerasan seksual, penelantaran keluarga, atau pun kekerasan dalam bentuk finansial.
Kekerasan dalam rumah tangga sendiri telah tercantum dalam UU No. 23 tahun 2004 yang menyebutkan tindakan kekerasan dalam perkawinan terutama terhadap perempuan yang mengakibatkan penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Sayangnya, masih banyak yang tidak menyadari jika mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga, khususnya kekerasan finansial. Hal ini kerap tak disadari, padahal akibatnya sangat signifikan terhadap psikologis seseorang. Berikut ulasannya.
Bentuk KDRT Finansial dalam Rumah Tangga
Kekerasan finansial dalam pernikahan mungkin kalah populer dibandingkan kekerasan fisik. Minimnya kemandirian finansial membuat banyak perempuan terjebak dalam pola kekerasan finansial oleh pasangannya.
Sebut saja Bunda Yani yang terpaksa harus banting tulang mencari nafkah untuk kebutuhan rumah tangga karena sang suami sudah enggan melakukan tanggung jawabnya. Padahal, sang suami sebenarnya masih berdaya bekerja keras membahagiakan anak dan istrinya. Namun yang terjadi malah sebaliknya, suami justru membebankan seluruh tanggung jawab keuangan pada istrinya yang notabene sudah lama tidak bekerja.
Mengingat Bunda Yani sudah lama berhenti dari kariernya yang cemerlang dan fokus mengurus keluarga, ia pun akhirnya berusaa melakukan segala cara demi menghidupi keluarga. Jika Anda pernah atau sedang mengalaminya, bisa jadi kekerasan finansial sedang dialami.
Kondisi kekerasan finansial ini memang sudah terjadi secara global, tidak hanya di Indonesia saja. The Guardian pernah melakukan survei, hasilnya menyebutkan bahwa 1 dari 10 pasangan menikah di Amerika Serikat mengalami kekerasan finansial yang dilakukan oleh pasangan mereka.
Fakta yang cukup memprihatinkan bukan?
Psikolog Keluarga, Anna Surti Ariani menjelaskan kalau kekerasan finansial dalam keluarga ini memang bisa terjadi dalam berbagai bentuk. Mulai dari melarang istri untuk tidak bekerja sementara kebutuhan finansial tidak terpenuhi, sampai adanya pembatasan yang kaku atau sangat membatasi dalam menggunakan uang.
Berikut tanda kekerasan finansial pasangan yang perlu Anda ketahui:
- Tidak mengizinkan pasangan memiliki penghasilan sendiri, tetapi tidak memberinya nafkah yang cukup bahkan cenderung menelantarkan
- Menutup akses keuangan bersama (rekening bank, investasi, surat-surat bukti kepemilikan aset, dan lainnya)
- Memaksa pasangan bekerja namun pelaku tidak bekerja dan mengontrol keuangan sepenuhnya. Seringkali pelaku akan memaksa pasangannya yang bekerja untuk memberikan akses keuangan pada dirinya seperti fasilitas kartu kredit, rekening gaji, password internet banking, dan lainnya
- Memberikan nominal uang sangat terbatas untuk kebutuhan keluarga
- Mengontrol keuangan dengan ketat
- Mengajukan permintaan berhutang atas nama pasangan, tanpa adanya persetujuan
- Mengabaikan kebutuhan dasar keluarga seperti kebutuhan makan, pakaian, dan lainnya
- Menghabiskan uang sendiri namun tidak mengizinkan pasangan melakukan hal yang sama
- Memutuskan hal berbau finansial tanpa melibatkan pasangan
- Menggunakan harta milik pasangan tanpa kesepakatan
Artikel terkait: Parents, belajar kelola keuangan keluarga yang sehat dari ahlinya, yuk!
Bentuk KDRT finansial bisa menimpa siapa saja, bagaimana mengatasinya?
Terkait upaya pencegahan KDRT dalam bentun finansial, psikolog keluarga yang kerap disapa dengan panggilan Nina Teguh ini mengingatkan, bahwa membicarakan seara detail mengenai keuangan keluarga sebelum menikah menjadi langkah awal yang bisa dilakukan.
Katanya, masalah finansial ini perlu keterbukaan sejak awal menikah, “Jadi sebelum nenikah sebaiknya memang harus saling terbuka. baik dari sudut pandang suami ataupun istri. Seberapa banyak penghasilan yang didapat, termasuk membicarakan masalah hutang ataupun investasi untuk mencapai tujuan keuangan keluarga”. tukasnya.
Psikolog jebolan Universitas Indonesia ini mengingatkan, bagi yang sedang ‘terjebak’ dengan situasi ini, Nina Teguh mengatakan bahwa sebenarnya ada ada banyak alternatif yang bisa dipilih untuk menyelamatkan perkawinan.
“Sebenarnya tidak harus bercerai, karena semua tergantung pada kondisi dan situasinya. Hal yang yang perlu dipikirkan justru bagaimana menyelesaikan masalah yang ada. Kalau memang ada masalah ekonomi dan tekanan hidup, cari jalan keluar bagaimana kebutuhan hidup terpenuhi.”
Bentuk tanggung jawab suami dalam kacamata Islam
Saat menikah, baik istri dan suami tentu saja memiki tanggung jawab masing-masing. Salah satu tanggung jawab yang perlu dipenuhi oleh suami tentu saja terkait dengan kewajiban memberi nafkah untuk istri dan anak.
Hal ini pun sudah diatur oleh Hadits Rasulullah SAW. Bahkan, dalam hadis juga disebutkan kalau suami wajib mendahulukan menafkahi keluarga inti lebih dulu ketimbang kerabat atau keluarga dekat di luar keluarga inti. Dari Jabir, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Mulailah dari dirimu sendiri. Sedekahkanlah untuk dirimu. Selebihnya dari itu untuk keluargamu (anak dan istrimu), selebihnya lagi dari itu untuk kerabat dekatmu. Selebihnya lagi dari itu untuk tujuan ini dan itu yang ada di hadapanmu, yang ada di kanan dan kirimu.” (HR. Muslim : 997).
Islam bahkan membolehkan istri untuk mengambil harta suami tanpa izin untuk memenuhi kehidupannya, jika memang suami tidak pernah menafkahi keluarga.
“Dari ‘Aisyah bahwa Hindun binti ‘Utbah berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan (suamiku, Pen) seorang laki-laki yang bakhil. Dia tidak memberi (nafkah) kepadaku yang mencukupi aku dan anakku, kecuali yang aku ambil darinya sedangkan dia tidak tahu”. Maka beliau bersabda: “Ambillah yang mencukupimu dan anakmu dengan patut”.(HR Bukhari : 5364 dan Muslim : 1714).
Kendati memang istri ikhlas dan bersedia memberikan sebagian atau bahkan seluruh penghasilannya untuk menafkahi keluarga, tetap saja itu sejatinya tanggung jawab seorang suami untuk memenuhi kebutuhan keluarga agar tetap hidup layak dan bahagia.
Itulah penjelasan mengenai bentuk KDRT finansial yang perlu Anda ketahui. Semoga bermanfaat!
***
Baca juga :
Kisah Bunda yang Memiliki Suami Malas Bekerja, "Aku Dipaksa Mencari Nafkah untuk Keluarga"
7 Tips Mengatur Keuangan Keluarga di Tengah Resesi, Jangan Panik!
Begini Ciri Ayah yang Pintar Kelola Keuangan Keluarga, Suami Termasuk?