Bicara mengenai emosi, kebanyakan orang biasanya hanya akan terpaku pada sedih dan bahagia. Padahal, emosi sebenarnya lebih dari itu bahkan ada serangkaian emosi yang tidak pernah diketahui manusia sebelumnya. Basorexia adalah salah satunya.
Apa Itu Basorexia?
Merujuk laman Psychology Today, seorang penulis Nathan Filer memaparkan saat dirinya mengalami hal satu ini. Nathan merupakan seorang perawat sekaligus wakil peneliti Pusat Penelitian Kesehatan Mental di Bath Spa University.
Dalam tulisannya, Nathan mengisahkan saat dirinya jalan-jalan ke taman karena tubuhnya sudah terlalu pegal. Saat tiba di taman, Nathan menoleh ke atas pohon dan saat itulah ia melihat pemandangan tidak terduga, yakni sepasang kekasih berpelukan dan berciuman penuh gairah.
Seharusnya itu adalah hal biasa, tetapi tidak dengan Nathan. Secara alamiah, Nathan memalingkan muka. Seketika ia merasakan dorongan atau hasrat untuk ikut mencium seseorang. Inilah yang dinamakan basorexia.
Dalam kasus Nathan, keinginan datang begitu saja hanya karena ia melihat ada orang lain sedang melakukan aktivitas ciuman. Nyatanya, hal itu merupakan sesuatu hal yang normal. Hal ini pernah dibahas oleh Dr. Tiffany Watt Smith, seorang sejarawan budaya dan ahli sejarah emosi manusia.
Artikel terkait: Mengenal Philophobia, Kondisi Ketika Seseorang Takut Jatuh Cinta
Dalam salah satu episode podcast-nya, keinginan untuk berciuman secara tiba-tiba ini sudah ada sejak dahulu. Dalam buku berjudul The Book of Human Emotions, Dr. Tiffany memaparkan bahwa sejatinya manusia memiliki sebanyak 156 keadaan emosi yang berbeda. Mulai dari yang biasa dikenal seperti marah, nafsu liar dalam tubuh, hingga yang tidak biasa seperti hasrat mencium seseorang ini.
“Orang-orang telah memperdebatkan ini selama ribuan tahun dan mereka masih memperdebatkannya sekarang. Terlepas dari semua teknologi luar biasa yang kita miliki di ujung jari dan cara-cara luar biasa untuk membaca dan mengkalibrasi emosi kita, pertanyaan penting tetap ada,” ujar Tiffany.
Itulah saat seseorang sedang emosi, Dr. Tiffany menganjurkan untuk orang tersebut ‘melukis’ secara cepat di langit. Metode yang dikenal dengan istilah “taksonomi awan” ini adalah cara yang berguna untuk memikirkan emosi.
Sama seperti awan, kondisi tubuh kita melayang masuk dan keluar dari fokus untuk kemudian menyatu dan terpisah. Dalam pikiran sadar, kita berusaha menempatkan sensasi ini ke dalam kategori emosi tertentu.
Artikel terkait: Apa Itu Cyberstalking? Ini Pengertian dan Cara Menghindarinya
Riset Ilmiah Pentingnya Berciuman
Terlepas dengan basorexia sebagai kondisi emosi seseorang, beberapa ilmuwan memiliki penelitian menarik perihal berciuman. Penelitian mengungkap sekiranya 10% manusia tidak berciuman sama sekali yang mengarah pada romantis atau ketertarikan seksual.
Saat seseorang berciuman, sebuah reaksi kimia timbul di otak yang memunculkan ledakan hormon oksitosin. Hormon ini sering disebut hormon cinta, alasannya karena kasih sayang dan saling terikat bangkit karena hormon ini.
Menurut sebuah studi tahun 2013, oksitosin sangat penting dalam membantu pria terikat dengan pasangan dan tetap monogami atau setia dengan satu pasangan. Bahkan, seorang ibu baru juga memproduksi hormon oksitosin berlimpah saat melahirkan dan menyusui bayi.
Tak hanya oksitosin, dopamin juga dilepaskan ketika Anda melakukan aktivitas menyenangkan seperti berciuman. Sedikit banyak, hormon ini membuat seseorang jadi sakit kepala saking bahagianya!
Semakin banyak Anda mendapatkan hormon ini, semakin tubuh menginginkannya. Bagi sebagian orang, ini mungkin lebih jelas pada awal hubungan — terutama jika sebagian besar waktu dihabiskan untuk mencium.
Bahkan, berciuman dikaitkan dengan relasi romantis yang memuaskan. Hal ini diperkuat dengan studi pada 2013 yang mengungkapkan bahwa pasangan dalam hubungan jangka panjang yang sering berciuman melaporkan adanya peningkatan kepuasan hubungan.
Artikel terkait: Kenali Ergophobia atau Ketakutan pada Pekerjaan, Ini Gejala dan Cara Mengatasinya
Manfaat Berciuman
Lebih lanjut, berikut beberapa manfaat berciuman yang juga sudah terbukti secara klinis:
- Meningkatkan bonding. Ketika mencium pasangan, ada bonding yang terikat antara kedua belah pihak. Ciuman membuat kasih sayang meningkat dan kepercayaan meningkat.
- Memengaruhi kepercayaan diri. Penelitian yang dilakukan pada 2016 menunjukkan bahwa berciuman erat kaitannya dengan level stres. Riset tersebut membuktikan bahwa banyak orang memiliki hormon kortisol lebih tinggi akibat tidak bahagia dengan aktivitas fisik mereka termasuk berciuman.
- Mengurangi stres. Berciuman sambil berpelukan dan mengatakan ‘aku mencintaimu’ kepada pasangan dipercaya bisa mengurangi tingkat stres dalam kehidupan.
- Menekan tekanan darah. Berciuman meningkatkan detak jantung karena pembuluh darah melebar, demikian menurut Andrea Demirjian penulis buku, “Kissing: Everything You Ever Wanted to Know About One of Life’s Sweetest Pleasures”. Saat pembuluh darah melebar itulah, aliran darah turut meningkat.
- Mendorong daya tahan tubuh. Satu studi tahun 2014 menemukan bahwa pasangan yang berciuman berbagi mikrobiota yang sama dalam air liur dan lidah mereka, yang mana berperan meningkatkan imunitas tubuh.
- Menurunkan kolesterol. Sebuah studi yang diadakan pada 2009 juga membuktikan bahwa pasangan yang berciuman dalam intensitas sering sangat berpengaruh dalam tingkat kolesterol lebih tertata. Kolesterol yang lebih terjaga melemahkan risiko penyakit seperti jantung dan serangan stroke.
Itulah info mengenai basorexia, semoga bisa menjadi pengetahuan baru untuk Anda!
Baca juga:
Mengenal Kepribadian Dark Triad yang Perlu Diwaspadai, Jangan Mau Dimanipulasi!
Takut Berlebihan pada Kucing? Bisa Jadi Anda Mengidap Ailurophobia!