Bahaya Anemia Defisiensi Besi pada Bayi, Ini Gejala dan Cara Mencegahnya

Memenuhi kebutuhan zat besi pada bayi dan anak mampu mengurangi risiko anemia defisiensi besi.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Zat besi merupakan salah satu mineral penting yang dibutuhkan tubuh untuk mendukung perkembangan janin, bayi, dan anak. Kekurangan zat besi di usia emas pertumbuhan bisa meningkatkan risiko dan bahaya anemia defisiensi besi pada bayi dan anak-anak. Ini penjelasan dr. Lanny Christine Gultom, SpA(K) soal bahaya anemia defisiensi besi pada bayi dan cara pencegahannya. 

Mengenal Bahaya Anemia Defisiensi Besi dan Gejalanya pada Bayi

Selama di dalam kandungan, janin mendapatkan asupan zat besi dari ibunya dan ini cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka hingga 4-6 bulan setelah dilahirkan. Itu sebabnya bayi tidak membutuhkan suplementasi zat besi selama mereka lahir cukup bulan dan mendapat ASI eksklusif.

Namun setelah berusia 6 bulan — bersamaan dengan momen bayi memasuki usia MPASI, cadangan zat besi mulai habis sementara kebutuhan mereka meningkat drastis. Di ‘titik’ inilah bayi rentan mengalami anemia defisiensi besi (ADB).

dr. Lanny Christine Gultom, SpA(K), dokter spesialis anak dan ahli nutrisi dari RSUP Fatmawati Jakarta, menjelaskan jika ADB adalah suatu kondisi dimana kadar hemoglobin dalam tubuh rendah akibat kekurangan zat besi. 

“Anemia defisiensi besi pada bayi tidak terjadi secara tiba-tiba, namun didahului oleh dua tahapan sebelumnya, yaitu deplesi besi dan defisiensi besi,” tuturnya.

Deplesi besi adalah kondisi dimana cadangan zat besi berkurang namun kadar hemoglobin masih normal. Selanjutnya, defisiensi besi adalah kondisi dimana kadar hemoglobin sudah menurun. 

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

“Bayi yang mengalami deplesi besi dan tidak segera ditangani akan mengalami defisiensi besi. Jika kondisi defisiensi besi tidak juga ditangani segera, maka bayi berisiko mengalami ADB,” imbuh dr. Lanny. 

Mengutip dari laman IDAI, gejala yang paling sering ditemukan saat bayi dan anak-anak mengalami ADB ialah wajah terlihat pucat, berat badan sulit naik, lemas, mudah lelah, mudah sakit dan terkena infeksi, serta mengalami gangguan belajar dan perilaku.

Penyebab Anemia Defisiensi pada Bayi

Lebih lanjut, dr. Lanny menjelaskan jika ADB bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti:

  1. Suplai zat besi yang rendah akibat prematuritas, pemberian MPASI yang terlambat, diet vegetarian, atau gangguan menelan
  2. Peningkatan kebutuhan besi karena usia bayi, berat badan lahir rendah, atau pertumbuhan cepat pada masa pubertas
  3. Penurunan penyerapan besi di saluran cerna akibat inflammatory bowel diseases, infeksi bakteri, menstruasi, dan alergi susu sapi

Risiko bayi mengalami ADB juga bisa lebih besar pada bayi tersebut lahir dari ibu dengan anemia dibandingkan ibu tanpa anemia.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

“Orangtua perlu mengetahui apa yang menyebabkan kondisi ini bisa terjadi dan seperti apa gejalanya agar bisa segera melakukan perawatan pada anak,” ungkap dr. Lanny. 

Pasalnya, jika tidak segera dicegah dan diatasi, gangguan ini bisa menimbulkan dampak negatif pada tumbuh kembang anak.

Bahaya Anemia Defisiensi Besi untuk Tumbuh Kembang Anak

Mengutip dari laman IDAI, anak yang mengalami anemia defisiensi zat besi rentan mengalami masalah pada pertumbuhan serta perkembangan. Terutama pada penurunan daya konsentrasi dan prestasi belajar anak. Hal serupa juga disebutkan oleh dr. Lenny. 

“Defisiensi zat besi mengakibatkan gangguan perkembangan psikomotor dan fungsi kognitif, khususnya fokus dan daya ingat. Selain itu, bisa menghambat pertumbuhan, perkembangan, kecerdasan, dan bisa memengaruhi tubuh secara normal,” ungkapnya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Upaya Pencegahan ADB melalui Pemberian MPASI

Saat menginjak usia 6 bulan, kebutuhan zat besi pada bayi sudah tidak lagi bisa dicukupi hanya dengan pemberian ASI. 

“Kebutuhan zat besi pada bayi berusia 6 – 11 bulan adalah 11 mg/hari, dimana 97% kebutuhan ini harus dipenuhi dari MPASI. Itu sebabnya orangtua perlu lebih memperhatikan kandungan zat besi dalam MPASI,” terang dr. Lanny. 

Dalam pemberian MPASI, Parents bisa memberikan MPASI rumahan maupun fortifikasi. Namun yang perlu diperhatikan, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. 

“MPASI  rumahan rasanya beraneka-ragam dan lebih murah. Namun MPASI rumahan lebih berisiko terkontaminasi mikroba selama penyiapan, penyimpanan, dan proses pemberian makan, serta kejadian tersedak jika tekstur makan yang diberikan tidak sesuai usia,” lanjutnya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Lain halnya dengan MPASI rumahan, MPASI fortifikasi memiliki kandungan nutrisi yang diawasi ketat dan sudah sesuai dengan anjuran BPOM dan Codex Alimentarius yang diinisiasi oleh WHO. 

“Sementara, MPASI fortifikasi sudah diperkaya dengan zat gizi tertentu untuk memastikan asupan gizi yang masuk adekuat. Berbeda dengan MPASI rumahan yang cukup sulit untuk menentukan kandungan nutrisinya secara akurat. Belum lagi daya terima anak bisa berbeda-beda,” pungkas dr. Lanny.

Dari penjelasan di atas, ternyata MPASI fortifikasi memang dikonfirmasi aman dan mampu mengurangi risiko ADB maupun kondisi lain, seperti stunting dan wasting. Kalau Parents lebih sering kasih yang mana untuk si kecil?

 

Baca juga: 

Mengenal MPASI Jepang yang Jadi Tren, Bolehkah Diterapkan di Indonesia?

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

24 Menu MPASI 6 Bulan, Mudah Dibuat dan Kaya Nutrisi

Penulis

Fitriyani