Ini adalah kisahku, seorang perempuan yang merasa sedang menjalankan perannya sebagai seorang gembala. Mencoba belajar dan memahami arti kodrat sebenarnya. Hingga kini aku pun menyadari bahwa ayah dan suamiku adalah adalah dua sosok yang selalu membuat ku ingin pulang.
Aku terlahir menjadi seorang perempuan. Sejak kecil, bayi perempuan sering kali dibedakan dengan keindahan di wajahnya, memakai aksesoris di kepala, di tangan, memakai pakaian berwarna lengkap dengan motif bunga.
Juga kerap dimanja, dipuji, diberikan tutur kata yang lembut, dan diberikan rasa aman dan nyaman karena aku terlahir sebagai perempuan. Sejak kecil aku mengerti jika perempuan itu akan selalu dibuat indah, enak dipandang, lembut didengar.
Menuju remaja, aku sebagai anak perempuan yang indah dan lembut mulai dibatasi geraknya. Masih teringat pada suatu saat ibuku bilang kalau anak perempuan jangan sering keluar rumah, karena rumahlah tempat yang aman bagi perempuan.
Oh, aku mengerti. Mungkin karena aku yang indah dan lembut, di luar sana aku akan banyak menemukan dan bertemu dengan orang yang bisa menyakitiku. Akan banyak orang yang memperhatikanku. Atau mungkin aku masih dianggap lemah?
Aku turuti semua kemauan Ayah dan Ibu. Aku pun tumbuh menjadi remaja yang manis, lemah, indah dan lembut.
Beranjak Remaja, Ku Melihat Dunia dari Sisi yang Berbeda
Tibalah, saat aku menjadi dewasa. Di umurku yang menginjak 20 tahun ketika itu, aku kaget. Sebab, aku baru merasakan tantangan dunia, duniaku sebelumnya sebatas rumah dan keluarga, sekarang aku disuguhi berbagai macam rintangan.
Hingga aku pun berpikir kalau aku harus kuat, akan aku keluarkan semua yang aku mampu di usia ini. Sampai aku lelah sampai aku merasakan bahwa aku bukan perempuan yang lemah, manis, indah dan lembut.
Tapi, aku perempuan yang tak tertandingi, dunia pun aku taklukan, aku mandiri, aku sangat kuat. Aku hampir sampai ke titik itu, tapi? Aku menemukan seorang laki-laki selain Ayah yang membuat aku kembali menjadi perempuan lemah, indah, lembut dan manis kembali.
Aku merasakan lagi rumah, setelah bergembala yang entah yang aku cari itu apa. Hingga aku pun bertanya pada diri sendiri, sebenarnya apa yang aku cari selama ini apa? Ah, aku pun juga bingung. Rasanya, yang ada hanya ambisi, gejolak amarah, rasa ingin tahu yang begitu kuat, kesenangan yang entah gunanya untuk apa.
Aku kembali menjadi perempuan ketika aku lahir.
Ayah dan Suamiku, Sosok yang Bertanggung Jawab atas Hidupku
Sampai tiba, saat aku menikah dan mempunyai anak dari laki-laki itu. Keterbatasan waktu, ruang dan sosial membuat aku kembali merasakan rumah itu. Aku merasakan seperti aku pulang. Jiwaku kembali ke rumahnya, setelah berkelana entah apa yang jiwa ini cari.
Kini, aku mengerti, bagaimanapun perempuan di dunia luar sana, mereka akan tetap merasakan rumah di mana mereka pulang. Rumah itu kusebut sebagai keluarga.
Untuk perempuan, keluargalah tempat paling aman dan nyaman, sudahi bergembala di luar sana, karena yang didapat hanyalah lelah saja.
Pulanglah, isi lagi keletihanmu dengan waktu berkualitas bersama keluarga. Tempatmu pulang.
Kini aku mengerti, ketika perempuan menemukan tumpuan yang tepat, semandiri apapun perempuan akan ada waktu dimana ia merindukan pulang. Maka dari itu, mungkin inilah yang akhirnya membuat seorang perempuan selalu di bawah tanggung jawab laki-laki, dari ayah kemudian suaminya.
Semakin kuat aku ingin pulang, semakin yakin, yang perempuan cari hanyalah naungan, arahan dan panutan yang baik. Tidak ada perempuan yang tidak ingin pulang, hanya saja mereka terlalu banyak ambisi, merasa belum menemukan sosok sandaran di hidupnya.
Kini aku paham, ketika aku pulang, yang aku butuhkan hanyalah rasa menjadi indah, rasa menjadi lemah, rasa menjadi lembut. Bukan lagi perasaan menjadi kuat, menjadi tidak terkalahkan, menjadi penakluk, dan jiwa ambisius. Tetapi, rasa ketika dulu aku dilahirkan.
Karena itu, aku butuh pujian, aku butuh kasih sayang, aku butuh rasa aman dan nyaman. Itulah kebutuhanku ketika aku pulang. Karena jika aku pulang disuguhi tantangan lagi, aku akan kalut aku akan ragu, apakah ini rumahku? Aku lelah jika seperti itu ketika aku pulang.
Aku sendiri yakin, jika perempuan lebih baik berperan di rumah, tempat dia pulang.
Saat pulang, tentu aku ingin mendapat apresiasi. Tak hanya itu saja, aku juga ingin pujian ketika aku memang cantik. Aku juga membutuhkan nasihat ketika aku salah. Nasihat yang keluar dari kalimat yang baik, bukan makian atau kata-kata kasar.
Ya, sama dengan yang lainnya, saat aku pulang aku hanya ingin bisa merasa aman. Tak hanya untuk diriku saja, namun nyaman untuk seluruh anggota keluarga.
Itulah yang membuat aku bahagia sebahagia dulu aku dilahirkan. Sebahagia aku ketika anak-anak. Hingga suatu saat nanti aku melahirkan anak, aku dan anakku pun akan bahagia. Akan aku didik mereka, akan aku sayangi mereka akan aku cintai mereka seperti laki-lakikku mendidik, mencintai, menyayangi aku.
Teruntuk Ayah dan Suamiku. Kalianlah tempat aku pulang. Dan aku adalah rumah untuk kalian.
Aku akan menjadi perempuan lembut, manis, dan penyayang seperti kalian menyayangi dan memperlakukanku dengan baik ketika aku pulang.
*Ditulis oleh Rani Dilla, VIP Members theAsianparent ID*
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.