Beberapa waktu lalu, proses penjemputan anak oleh Tsania Marwa di kediaman mantan suaminya, Atalarik Syach, menghiasi media pemberitaan. Berbagai komentar diberikan atas peristiwa tersebut. Sebagian besar menyayangkan sikap keluarga sang mantan suami yang seolah menghalangi pertemuan anak dan ibu kandungnya. Tak lama setelah itu, Atalarik Syach tulis surat terbuka terkait proses eksekusi penjemputan anak-anaknya.
Menurut bintang sinetron Ratapan Ibu Tiri itu, surat terbuka tersebut ia sampaikan karena masalah rumah tangganya sudah menjadi konsumsi publik. Ia merasa perlu memberikan klarifikasi.
Lantas, hal apa saja yang disampaikan aktor yang akrab disapa Arik itu melalui suratnya? Berikut ini ulasan selengkapnya.
Atalarik Syach Tulis Surat Terbuka: “Anak Menjadi Korban Kezaliman”
Menurut Atalarik Syach, anak-anaknya menjadi korban kezaliman dari agenda eksekusi yang dijalankan Pengadilan Agama Cibinong.
“Berdasarkan pengamatan dan pandangan dari para saksi keluarga di tempat eksekusi yakni rumah saya, juga saksi kuasa hukum dan saya pribadi (tidak ada di tempat saat itu), anak-anak saya adalah korban kezaliman dari agenda Pengadilan Agama Cibinong pada tanggal 29 April 2021 tersebut,” katanya.
Lebih lanjut, aktor kelahiran Surabaya itu mengatakan bahwa kedua anaknya, Syarif dan Shabira, selama ini memang lebih memilih tinggal bersamanya.
“Alhamdulillah, anak-anak dengan kuasa Allah SWT dan atas kemauan mereka sendiri hanya mau tinggal bersama saya, Bapak mereka,” ujar Arik.
Saudara kandung Teddy Syach itu juga merasa sedih dan miris hati membayangkan anak-anaknya akan dieksekusi. Baginya eksekusi lebih tepat diperuntukkan kepada benda daripada manusia.
Anak Menolak Ikut Ibunya, Isi Surat Terbuka Atalarik Syach
Dalam surat tersebut, Atalarik Syach mengatakan bahwa anak-anaknya secara jelas menolak ikut dengan Tsania Marwa, ibu kandungnya. Namun pihak eksekutor bersama sang mantan seolah tak mengindahkan hal tersebut.
“Ketegangan dan keresahan anak anak saya yang mendapat tindakan eksekusi selama hampir 6 jam, tanpa memperdulikan pengaruh psikologis terhadap anak-anak saya yang berusia 8 tahun dan 5 tahun. Padahal anak-anak sudah berteriak puluhan kali menolak terang-terangan ikut ibunya,” tutur mantan cover boy itu.
Menganggap Upaya Eksekusi Sebagai Tindakan Melawan Hukum karena Adanya Kekerasan pada Anak
“Tindakan Pengadilan Agama Cibinong dalam melaksanakan upaya Eksekusi terhadap anak dengan membiarkan kekerasan dilakukan terhadap anak dan mencoba memaksa anak dengan menyuruh anggota Kepolisian membantu melakukan penekanan terhadap anak adalah tindakan melawan hukum,” tulis Arik dalam poin keempat suratnya.
Ia melanjutkan, bahwa sempat ada aksi kekerasan yang dilakukan terhadap Syarif dan Shabira.
“Tindakan Pemohon Eksekusi melakukan kekerasan terhadap anak dengan menarik narik tangan anak saat anak meronta-ronta tidak mau ikut dengan paksaan Pemohon Eksekusi adalah sama dengan melakukan kekerasan verbal terhadap anak dan merupakan tindak pidana yang dapat diancam dengan hukuman pidana,” kata mantan suami Tsania Marwa itu mengecam.
Perceraian Orangtua, Dampak Psikologisnya pada Anak
Anak-anak nyatanya menjadi pihak yang paling terdampak ketika pasangan memutuskan bercerai. Perceraian jelas memengaruhi kondisi psikologis mereka. Terutama pada anak di usia 7-13 tahun di mana mereka masih sangat bergantung kepada ayah dan ibunya.
Maka jangan heran, reaksi pertama anak ketika menerima kabar jika orangtuanya berpisah adalah mempertanyakan siapa yang akan menjaga dirinya kelak. Atau, apakah rasa sayang yang diterimanya dari ayah dan ibunya akan berubah. Pertanyaan tersebut sebenarnya muncul karena ketakutan anak akan kehilangan perhatian orangtua.
Melansir Halodoc, berikut ini beberapa dampak psikologis yang bisa dirasakan anak saat orangtuanya bercerai.
- Mendadak menjadi pendiam, hal ini terjadi karena ketakutannya tentang masa depannya tanpa orangtua yang lengkap, ia sibuk dengan pikiran kecilnya hingga mengabaikan hal-hal di sekitarnya.
- Menjadi agresif, beberapa anak menjadi agresif sebagai upaya mencari perhatian.
- Tidak percaya diri, perceraian menjadi beban mental tersendiri buat anak, ketika anak-anak yang lain memiliki orang tua yang lengkap, sedangkan dirinya tidak.
- Pesimis terhadap cinta, menginjak remaja dan dewasa kemungkinan besar anak akan merasa pesimis terhadap cinta. Kenangan tentang perpisahan, perasaan sedih, kecewa yang dialaminya ketika kecil akan membekas dan membuatnya pesimis memandang hubungan.
- Marah terhadap dunia, kemarahan-kemarahan tak wajar ini seringnya ditunjukkan dengan sengaja membuat kesal, bikin keributan di sekolah, memberontak terhadap aturan yang dibuat di rumah dan sekolah serta sengaja membuat orang di sekeliling marah.
****
Parents, itulah tadi kabar seputa Atalarik Syach tulis surat terbuka terkait proses eksekusi penjemputan kedua anaknya. Berharap ketegangan antara Arik dan Tsania Marwa segera mereda, agar putra-putri mereka tetap bisa merasakan kasih sayang yang utuh.
Baca juga:
Kebahagiaan Venna Melinda Dapat Hak Asuh Anak Adopsinya
Perihal gugatan cerai Ahok – Veronica, bagaimana hak asuh anak dalam hukum?
Tak Hanya Tsania Marwa, Ini 5 Artis yang Pernah Berebut Hak Asuh Anak
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.