Selama bulan Ramadhan, ibu menyusui mendapatkan keringanan untuk tidak menjalankan ibadah berpuasa. Meski begitu, banyak diantara mereka yang tetap semangat menjalankan ibadah puasa sembari menyusui anaknya. Lantas pertanyaannya, apakah menyusui membatalkan puasa?
Simak penjelasan selengkapnya di sini.
Hukum puasa untuk ibu menyusui
Dilansir dari NU Online, ibu menyusui diperbolehkan tidak berpuasa selama bulan Ramadhan bila itu bisa membahayakan kesehatan dirinya dan anaknya.
Menurut Madzhab Syafi’i, bila ibu menyusui berpuasa dan dikhawatirkan akan membawa dampak negatif pada dirinya serta anaknya maka ia wajib membatalkan puasanya. Setelah itu, ia wajib meng-qadla puasanya setelah bulan Ramadhan.
Namun jika dikhawatirkan membahayakan anaknya saja, maka ia tidak hanya berkewajiban meng-qadla tetapi juga berkewajiban membayar fidyah.
Salah seorang ahli fikih bernama Abdurrahman al-Juzairi mengatakan:
اَلشَّافِعِيَّةُ قَالُوا اَلْحَامِلُ وَالْمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا بِالصَّوْمِ ضَرَرًا لَا يُحْتَمَلُ سَوَاءٌ كَانَ الْخَوْفُ عَلَى أَنْفُسِهِمَا وَوَلِدَيْهِمَا مَعًا أَوْ عَلَى أَنْفُسِهِمَا فَقَطْ أَوْ عَلَى وَلَدَيْهِمَا فَقَطْ وَجَبَ عَلَيْهِمَا الْفِطْرُ وَعَلَيْهِمَا الْقَضَاءُ فِي الْأَحْوَالِ الثَّلَاثَةِ وَعَلَيْهِمَا أَيْضًا اَلْفِدَيَةُ مَعَ الْقَضَاءِ فِي الْحَالَةِ الْأَخِيرَةِ وَهِيَ مَا إِذَا كَانَ الْخَوْفُ عَلَى وَلَدِهِمَا فَقَطْ
“Madzhab syafii berpendapat, bahwa wanita hamil dan menyusui ketika dengan puasa khawatir akan adanya bahaya yang tidak diragukan lagi, baik bahaya itu membahayakan dirinya beserta anaknya, dirinya saja, atau anaknya saja.
Maka dalam ketiga kondisi ini mereka wajib meninggalkan puasa dan wajib meng-qadla-nya. Namun dalam kondisi ketiga yaitu ketika puasa itu dikhawatirkan membahayakan anaknya saja maka mereka juga diwajibkan membayar fidyah“. (Abdurrahman al-Juzairi, al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, Bairut-Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet ke-2, h. 521).
Sedangkan fidyah yang harus dibayarkan adalah satu mud (berupa makanan pokok) untuk setiap hari yang ditinggalkan yang diberikan kepada orang miskin atau orang faqir. Satu mud kurang lebih 675 gram beras, dan dibulatkan menjadi 7 ons.
Bagaimana Busui bisa tahu bahwa puasanya membahayakan bayi atau tidak?
Untuk mengetahui apakah puasa ibu hamil yang sedang menyusui itu membahayakan atau tidak, dapat diketahui berdasarkan kebiasaan sebelum-sebelumnya, keterangan medis atau dugaan yang kuat. Hal ini sebagaimana dikemukakan as-Sayyid Sabiq:
مَعْرِفَةُ ذَلِكَ بِالتَّجْرِبَةِ أَوْ بِإِخْبَارِ الطَّبِيبِ الثِّقَةِ أَوْ بِغَلَبَةِ الظَّنِّ
“Untuk mengetahui apakah puasa tersebut bisa membahayakan (bagi dirinya beserta anaknya, dirinya saja, atau anaknya saja) bisa melalui kebiasaan sebelum-sebelumnya, keterangan dokter yang terpercaya, atau dengan dugaan yang kuat“. (As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Kairo-Fath al-I’lam al-‘Arabi, 2001, juz, 2, h. 373)
Adapun waktu untuk pelaksanaan qadla dan pembayaran fidyah, dilakukan setelah bulan Ramadlan dan di luar waktu menyusui. Teknis pembayaran fidyah boleh diberikan kepada satu orang miskin.
Misalnya jika yang ditinggalkan ada 10 hari maka ia wajib memberikan 10 mud. Sepuluh mud ini boleh diberikan kepada satu orang miskin atau faqir.
Bagaimana dengan Busui yang berpuasa? Apakah menyusui membatalkan puasa?
Ustadz Adi Hidayat, Lc., M.A. menjelaskan bahwa sesungguhnya ibu menyusui masih boleh berpuasa selama ia mampu menjalankannya. Namun bila puasa itu menyulitkan, ia boleh untuk berbuka dan meng-qadla.
“Kita menegaskan bahwa baik yang menyusui atau tidak menyusui, baik yang hamil atau yang tidak hamil, hukum puasanya berlaku sama. Allah SWT sampaikan “Engkau bisa menunaikan puasa itu lebih baik daripada meninggalkannya”.
Karena itu, para ulama menyampaikan, bila dalam posisi menyusui ataupun mengandung Anda masih memiliki kemampuan untuk puasa, mengaturnya dari waktu ke waktu, dan konsultasi dengan dokter terkait maka puasa itu lebih baik bila dikerjakan.
Namun bila itu semua menyulitkan dan berdampak tidak baik untuk kesehatan Anda dan bayi. Maka hukum untuk mengqadla (mengganti) itu lebih diutamakan,” jelasnya dalam sesi tanya jawab di akun YouTube Shiratal Mustaqim.
Lebih lanjut, Buya Yahya, Pengasuh LPD Al Bahjah menegaskan bahwa puasanya ibu menyusui selama bulan Ramadhan adalah sah. Meskipun ibu menyusui itu mengeluarkan ASI dengan cara disedot atau dipompa.
“Dalam fiqih praktis yang kami hadirkan, 9 orang yang boleh berbuka puasa adalah orang hamil dan menyusui. Orang hamil yang merasa terganggu dengan kandungannya maka dia boleh berbuka puasa. Hal itu juga berlaku untuk orang menyusui.
Dan jika mereka berpuasa maka hukum puasanya adalah sah, kalau disusui oleh anak pun hukumnya sah. Karena mengeluakan air susu tidak membatalkan puasa.
Bahkan ketika air susunya disedot pun dengan alat tidak batal puasanya. Karena apa? Karena mengeluarkan air susu tidak membatalkan puasa.
Jadi itu dibalikkan pada ibu itu sendiri. Bila Anda tidak kuat, bayinya juga, maka jangan berpuasa. Kemurahan dari Allah ambilah.
Tapi kalau Anda merasa aman, kuat, sehat, dan bayinya juga. Maka Anda dapat berpuasa yang tidak berpuasa pun tidak akan dosa,” tegasnya dalam sesi tanya jawab di akun YouTube Al-Bahjah TV.
***
Nah, sekarang Busui tak perlu ragu lagi bila ingin menjalankan ibadah puasa. Pertanyaan besar apakah menyusui membatalkan puasa telah terjawab sudah.
Semoga informasi ini bermanfaat. Dan selamat menjalankan ibadah puasa.
Baca juga
Tips Menjalankan Ibadah Puasa Bagi Ibu Menyusui
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.