Beberapa waktu lalu, kisah Adit anak korban tsunami di Selat Sunda ramai menjadi perbincangan publik. Kisah ini pertama kali diketahui publik dari unggahan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Lampung Selatan yang tengah membagi-bagikan bantuan pada korban bencana tsunami.
Dilansir dari laman Kompas, Adit kehilangan ibu dan adiknya saat tsunami Selat Sunda menerjang daerah rumahnya di Desa Kunjir, Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan.
Saat tsunami terjadi, pemilik nama asli Ahmad Dinata Adit Saputra ini diketahui tengah mengikuti Invitasi Sepak Bola U-13 Pra Penyisihan Asia. Mengetahui kenyataan pahit itu, Adit pun hanya bisa terdiam dengan tatapan kosong.
“Tatapan kosong, sampai tiga hari kami tidak tega memberi tahu kalau ibu dan adiknya meninggal,” ujar Wahyu Wibisono, Ketua IDI Lampung Selatan, Senin (13/12).
Seakan belum memahami kondisi yang ada, Adit juga selalu menyimpan semua sumbangan berupa snack, biskuit, dan susu kotak ke dalam tasnya untuk sang adik.
“Tasnya sampai penuh makanan dan minuman, tetapi dia selalu katakan untuk adik,” ujar Wahyu yang mengaku sedih, miris, dan tak kuasa melihat kondisi siswa kelas VI SD itu.
Adit anak korban tsunami, akhirnya bertemu sang ayah
Saat kembali ke rumahnya di Desa Kunjir, Adit tinggal bersama pengungsi lainnya di Desa Totoharjo. Selama tinggal di sana, Adit beberapa kali terlihat menengok rumahnya.
Adit akhirnya bertemu dengan sang ayah, Subandi, dan pulang ke rumah saudaranya di Desa Way Muli, Kalianda. Meski telah bertemu, tetapi sang ayah enggan memberi tahu tentang kondisi ibu dan adiknya.
“Ayahnya lalu berdalih mengajak menengok ibu dan adiknya di rumah sakit ketika itu. Untuk menghibur Adit seolah-olah keluarganya masih lengkap,” ujar Wahyu.
Sadar bahwa hal tersebut tidak bisa selalu ditutupi, tim trauma healing pun dengan cepat dan intens mengatasi depresi Adit.
“Adit akhirnya diajak ke kuburan ibu dan adiknya. Sekarang dia sudah baik dan bisa menerima kenyataan,” tambah Wahyu.
Anak korban tsunami diangkat anak oleh seorang anggota polisi
Hari kedua bencana tsunami Selat Sunda, Aipda Turono dan istrinya datang membawa bantuan kebutuhan balita di Posko Totoharjo. Saat sedang menurunkan barang, ia melihat Adit yang tengah duduk sambil melamun sendirian di antara lalu lalang orang banyak.
“Saya tanya kenapa melamun? Seketika dia langsung ingin dipeluk dan duduk di pangkuan saya,” ujar Turono.
“Saya peluk dan terus saya semangati. Adit menangis sampai setengah jam baru dia merasa bisa lebih tenang,” tambahnya.
Adit anak korban tsunami Selat Sunda berfoto bersama keluarga Aipda Turono. Sumber: Kompas.com
Sejak saat itu, Turono merasa telah memiliki kedekaan emosional dengan Adit dan meminta Adit memanggilnya dengan sebutan Papi.
Turono juga berinisiatif bertemu dengan ayah Adit dan mengajak ke rumahnya di Kabupaten Pesawaran yang berjarak 110 kilometer dari lokasi bencana.
Adit bermalam dan berbaur bersama keluarga dan tetangga Turono di Pesawaran.
“Adit cepat berbaur dengan anak-anak seumurannya dan dia mengajarkan cara bermain bola, bahkan dia juga rajin menunaikan salat lima waktu,” jelas Turono.
Meskipun tampak terhibur di rumah Turono. Namun, sesekali Adit tetap menampakan tatapan kosong karena merindukan keluarga dan kampung halamannya.
“Tiga hari di rumah saya, dia bilang, Papi, Adit kangen sama keluarga,” ungkap Turono.
Kini, Adit telah kembali pada keluarganya di Desa Way Muli. Turono mengaku akan tetap menjemput Adit kapan pun ia ingin ke rumah Papinya.
“Kapan pun Adit ingin ke rumah papinya, saya akan menjemputnya,” tutup Turono.
Baca juga:
Terpisah akibat tsunami di Palu, anak-anak malang ini mencari keluarganya
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.