Seluruh orangtua pasti akan berjuang menjadi pendidik yang berkualitas dan menumbuhkan anak menjadi pribadi yang positif. Salah satunya, mendorong anak berbagi mainan dengan teman sebaya. Berbeda dengan orangtua kebanyakan, ibu satu ini justru tidak setuju jika anak diharuskan berbagi mainan dengan anak lain, apalagi dipaksa.
Berikut ini adalah kisah selengkapnya
Curahan hati ibu: ‘Aku tidak mau mengharuskan anak berbagi mainan’
Cerita ibu ini mendadak viral setelah ia mengungkapkan pendapatnya perihal keharusan anak berbagi benda yang dimiliki sang anak, dalam hal ini mainan.
Kisah yang ditulis pada sebuah status Facebook di akun bernama Alanya Kolberg ini sudah dibagikan lebih dari 225.000 pengguna sosial media lainnya.
Unggahan tersebut mengisahkan putra Alanya, Carson di taman bermain. Menurut Alanya, bukanlah sebuah kewajiban bagi putranya untuk senantiasa berbagi mainan dengan anak lain.
Alanya tak suka melihat anak berbagi mainan apalagi dipaksa oleh teman sebayanya
“Saat kami sedang berjalan di taman, Carson didekati oleh sekitar 6 anak laki-laki yang semuanya menuntut agar dia berbagi mainan Transformer, figur Minecraft, juga mobil truk. Putraku tampak kewalahan dan berusaha menggenggam mainan ke dadanya, namun anak itu tetap berusaha mengambil mainan itu. Lalu dia melihat ke arah saya,” tulis Kolberg.
Saat itulah sang ibu mendorong Carson agar bisa berkata tidak pada anak lainnya.
“Tentu saja begitu Carson bilang tidak, kumpulan anak lelaki itu langsung berlari ke arahku dan mengadukan bahwa Carson tidak ingin berbagi. Aku langsung berkata ‘dia tidak ingin membagikan mainannya padamu. Dia bilang tidak. Kalau dia memang ingin, dia akan memberikannya padamu.“
Artikel terkait: Keutamaan Meminta Anak untuk Bergiliran daripada Berbagi Mainan
Kolberg tak menampik, reaksinya kala itu mendapat pandangan sinis dari orangtua lain. Kolberg pun tak peduli dan menuliskan opininya.
“Jika aku berjalan ke taman sedang makan sandwich favoritku, haruskah aku memberikannya pada orang yang kutemui di taman? Tentu saja tidak!“
“Aku tahu Anda akan memandangku dengan tatapan tidak suka, pasti kalian berpikir aku dan putraku kasar dan tidak memiliki etika. Anakku enggan memberikan mainannya pada 6 orang asing, karena jelas ia tidak nyaman. Tujuanku baik, agar anak bisa berpikir sebagai orang dewasa,“ ujar Kolberg.
“Saya tahu beberapa orang dewasa yang bahkan tidak pernah mengajarkan bagaimana berbagi kepada anak mereka. Aku lebih tahu bagaimana cara berkata tidak, bagaimana caranya menetapkan batasan untuk diriku sendiri, juga mempraktikkan cara agar mentalku tetap sehat.”
Kolberg mengakhiri ceritanya dengan menulis:
“Lain kali jika ada orang yang keberatan mengapa anakmu tidak mau membagikan mainannya pada orang lain, ingatlah bahwa kita tidak hidup di dunia yang mengharuskan kita menyerahkan semua hal kepada orang lain. Itulah yang saya ajarkan pada anak saya.”
Artikel terkait: Penelitian: Anak yang Suka Berbagi di Masa TK Cenderung Sukses Ketika Dewasa
Postingan ini sontak mengundang beragam komentar. Salah satunya:
“Orang dewasa mengondisikan anak-anak mereka untuk bermain ke taman, membawa mainan, lalu berbagi bersama anak lainnya. Bukankah itu aneh? Menurutku anak tidak harus berbagi. Anak seharusnya juga tidak berharap agar orang lain harus berbagi segalanya dengan mereka.”
Kapan usia ideal untuk si kecil berbagi mainan?
Penting untuk diketahui, usia 1-2 tahun adalah fase anak sedang aktif mengeksplorasi lingkungan sekitar. Apapun yang ia temukan adalah miliknya, dan ia tak akan bersedia berbagi.
Pahami bahwa masih ada jiwa kepemilikan yang kuat pada anak usia ini. Jangan heran kalau “ini punya aku!” dan “Nggak boleh” akan menjadi kosakata dominan yang terucap dari mulut mungilnya.
Bahkan, untuk anak yang lebih kecil biasanya akan merampas apapun yang ia inginkan termasuk mainan yang sedang dimainkan anak lainnya. Dengan kata lain, jangan terlalu banyak berharap anak berusia di bawah 1 tahun sudah bersedia berbagi.
Mereka bisa bermain, namun ‘paralel’ atau bermain sendiri bukannya bermain bersama. Kendati akhirnya anak menyerahkan mainannya, itu karena sense anak untuk memenuhi perintah Anda sebagai orangtua, bukan karena murni ingin berbagi.
Umumnya, anak mengerti konsep berbagi saat usianya menginjak tiga tahun. Hal ini membutuhkan waktu lebih panjang jika anak memang belum dipersiapkan untuk itu.
Anak mulai mengembangkan empati dan tahu bahwa ia perlu bergiliran, tetapi belum cukup berpikir matang untuk melawan dorongan hati. Sebagian besar balita cenderung mengedepankan kebutuhan mereka sendiri. Mereka tak segan marah jika keinginannya terhambat oleh perintah orang dewasa.
Dampak jika memaksa anak berbagi barang miliknya
Ini dampak memaksa anak berbagi mainanMengajarkan anak berbagi sejak usia dini merupakan hal yang positif, Parents pasti ingin hal ini berlanjut hingga dewasa. Tak jarang orangtua akan mendidik hal ini dengan sedikit paksaan karena berbagai alasan, misalnya menghindari cibiran orangtua lain atau menghindari konflik jika anak akhirnya berebut mainan.
Kalau sudah begitu, Anda pasti terdorong menuntut anak untuk mengalah. Namun, memaksa bukanlah hal yang bijak.
Menurut Dr. Laura Markham, psikolog klinis dan penulis buku Peacefull Parent, Happy Kids Workbook, memaksa anak berbagi akan menyampaikan pesan yang salah pada anak seperti:
- Jika anak dipaksa lalu menangis, anak akan menganggap bahwa menangis adalah cara mudah mendapatkan apa yang diinginkan
- Orangtua adalah pakem utama yang menentukan siapa yang mendapat apa dan kapan mereka bisa mendapatkan sesuatu
- Anak merasa harus menyela apa yang sedang mereka lakukan demi menyerahkan benda miliknya pada orang lain
Di samping itu, memaksa anak berbagi sebelum waktunya menunjukkan bahwa si kecil tidak memiliki otoritas dan kontrol atas dirinya sendiri.
Padahal, masa kecil adalah waktu yang tepat untuknya mengembangkan kemandirian dan tegas berkata tidak. Tak menutup kemungkinan anak akan berpikir bahwa orangtuanyalah yang memiliki wewenang penuh atas hidupnya.
Bunda tentu tidak ingin si kecil menangkap kesan berikut, bukan?
Semoga informasi ini bermanfaat.
Referensi: Parents.com, BabyCentre UK, Verywell Family
Baca juga :
Jarang disadari! Orangtua bisa pilih kasih pada anak, ini cara mencegahnya