Marah, sedih, kecewa dan tidak habis pikir. Mungkin perasaan inilah yang akan terbesit saat mendengar dan membaca berita anak bakar rumah orangtuanya lantaran tidak dibelikan handphone.
Adalah Agung, seorang anak bakar rumah berusia 16 tahun asal asal Dusun Krajan, Desa Krebet, Kecamatan Jambon, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, membakar rumah orangtuanya.
Aksinya ‘gila’nya ini menjadi viral di sosial media. Tak mengherankan banyak warganet yang geram atas tindakan yang dilakukannya.
Dikutip dari laman Kompas, Kapolsek Jambon AKP Djoko Winarto membenarkan peristiwa tersebut. Ia mengatakan, peristiwa itu bermula saat Agung marah kepada bapaknya gara-gara belum diberikan ponsel. Padahal, orangtuanya sudah menyanggupi untuk membelikannya. Agung hanya perlu bersabar karena ponsel akan dibelikan setelah Lebaran.
Tidak disangka-sangka, merasa kesal dan marah karena keinginannya tidak bisa bisa dipenuhi, membuat anak bakar rumah menggunakan kayu dari dapur yang berada di bagian belakang hingga merambat ke bagian tengah rumah.
Beruntung peristiwa tersebut memang tidak memakan korban. Waktu itu, ibu Agung sedang tidak ada di rumah karena berkerja di Surabaya.
Dok. Kompas
Mirisnya lagi, ternyata Agung juga sempat mengancam akan membunuh orangtuanya kalau tidak dibelikan sepeda motor. Ancaman yang ditujukan untuk orangtuanya ini pun sudah ditanggapi pihak kepolisian. Bakan ketika itu Agung telah membuat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatannya.
Djoko memgatakan, “Setelah membuat pernyataan itu, tak berapa lama kemudian orangtuanya membelikan sepeda motor matic merk Yamaha.”
Selama ini Agung memang sudah dikenal sebagai anak yang bermasalah, ia pun pernah berurusan dengan polisi karena berselisih dengan pemuda setempat. Perselisihan itu lantaran Agung ugal-ugalan mengemudikan sepeda motor di jalanan kampung halamannya.
Kasus anak bakar rumah, anak perlu belajar untuk kecewa
Peristiwa ini seakan mengingatkan kita bahwa penting untuk mengajarkan anak agar bisa menerima kekecewaan. Sejak dini, si kecil perlu diberikan pemahaman bahwa dalam hidup ini apa yang diinginkan tidak selamanya bisa dipenuhi. Untuk itulah orangtua perlu melatih untuk menghadapinya.
Psikolog Natalia Indrasari, terapis keluarga yang fokus menangani masalah parenting, mengatakan bahwa seorang anak memang tetap harus diajarkan cara menghadapi perasaan kecewa yang sifatnya positif dan konstruktif, supaya anak tumbuh menjadi manusia yang resilient (pantang menyerah).
Justru rasa kecewa akan diperlukan agar anak bisa menjadi pribadi yang dewasa. Jika tidak dilatih sejak dini, rasa kecewa dan amarah yang dirasakan anak bisa membuat anak menyalahkan dirinya sendiri atau menyalahkan orang lain, penuh dengan perasaan dendam terhadap orang lain dan sulit memaafkan orang lain dan mampu melakukan tindakan kejam.
Selain menjadi contoh yang kongkret bagi anak, apa yang bisa dilakukan?
1.Validasi perasaan anak
Ketika anak merasa sedih atau kecewa akibat suatu hal, katakanlah bahwa hal itu memang mengecewakan dan menyedihkan, jangan disalahkan bila anak merasa demikian, atau ditolak/dimarahi. Biarkan anak mengerti ada rasa kecewa/frustasi dalam hidupnya.
2. Tawarkan berbagai alternatif yang bisa dipilih anak untuk mengatasi rasa kecewa
Misalnya, karena tidak jadi pergi ke pantai, tawarkan anak untuk melakukan kegiatan lain yang menyenangkan di rumah. Seperti : nonton bersama, bermain kemah-kemahan, dll.
3. Berikan peneguhan
Ketika anak sudah berhasil melewati perasaan kecewanya dan tenang, berilah peneguhan (reinforce) dengan kata-kata, sehingga kelak anak akan mampu mengatasi kekecewaannya dengan memilih alternatif lain yang ditemuinya dalam hidup.
Baca juga:
Bingung menghadapi anak marah? Ini 9 saran dari psikolog untuk Parents!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.