Bekerja di perusahaan startup memang menjadi tren di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia.
Dalam medio beberapa tahun terakhir, banyak startup bermunculan dengan inovasi yang bermacam-macam dan mencakup banyak sektor, seperti sektor transportasi, finansial, pendidikan, dan lain sebagainya.
Namun, setelah berjuang beberapa tahun terakhir, ada beberapa perusahaan startup yang akhirnya performanya menurun. Belum lama ini, LinkAja dan Zenius dikabarkan telah memberhentikan ratusan karyawan mereka dengan alasan perubahan strategi bisnis.
Namun, ada juga beberapa perusahaan startup yang terus berkembang hingga kini, seperti Gojek, Ruang Guru, dan beberapa perusahaan lain.
Artikel terkait: Masuk Industri Podcast, Raffi Ahmad Beri Dana ke Startup Erick Thohir dengan Jumlah Fantastis
Ketika bekerja di perusahaan startup, memang ada beberapa hal yang perlu Parents perhatikan.
Nah, kali ini kami akan membahas beberapa hal yang perlu Parents jika ingin bekerja di perusahaan startup, seperti dilansir dari berbagai sumber.
1. Siap dengan Perubahan yang Cepat
Ketika memutuskan untuk bekerja di perusahaan startup, Parents harus siap dengan segala perubahan. Tidak seperti perusahaan konvensional yang memiliki ratusan karyawan, perusahaan stratup biasanya memiliki karyawan yang jauh lebih sedikit dan selalu melakukan perubahan secara cepat.
Tidak hanya perkara strategi perusahaan, tetapi Parents harus siap dengan perubahan struktur perusahaan, pekerjaan, rencana proyek, dan lain sebagainya.
Perubahan ini pun bisa dibilang sangat cepat, bisa saja Parents mengalami perubahan posisi beberapa kali dalam enam bulan.
Segala perubahan ini harus diperhatikan oleh Parents karena terkadang bisa menyebabkan frustasi karena Parents dituntut untuk cepat beradaptasi dengan sistem yang ada secara cepat.
2. Workload yang Banyak
Bekerja di startup berarti Parents harus siap bekerja dengan tim besar, sebab banyak hal yang harus digarap bersama-sama. Oleh karena itu, teamwork merupakan sesuatu yang cukup penting.
Karena jumlah personel yang lebih kecil daripada perusahaan konvensional yang telah mapan. Bahkan terkadang seorang personel bisa melakukan pekerjaan yang tidak ada dalam job desk-nya.
Oleh karena itu, Parents kemungkinan akan diminta untuk siap melakukan berbagai pekerjaan.
Hal ini bukan tanpa alasan. Seperti dikatakan sebelumnya, perusahaan startup mengalami perubahan yang cukup cepat sehingga Parents memang dituntut mampu melakukan berbagai pekerjaan.
Artikel terkait: Mau Membangun Bisnis? Catat 7 Pelajaran Penting dari Drakor ‘Start-Up’ Ini!
3. Senior Bertindak sebagai Mentor
Kebanyakan perusahaan startup dirintis oleh beberapa individu yang brilian dan memiliki ide besar.
Kemudian, mereka pun akan mencari investor dan masuk dalam berbagai komunitas yang mampu memotivasi tercapainya visi dan misi perusahaan. Mereka pun tak akan segan merekrut beberapa ahli yang memiliki track record di bidang profesionalitasnya.
Hal ini dilakukan untuk mengembangkan perusahaan ke tingkat berikutnya. Oleh karena itu, Parents pun harus bersiap untuk banyak belajar dengan para senior ini. Mereka akan menjadi mentor bagi Parents.
Senioritas di startup pun bisa dibilang tidak berlaku lagi karena semua karyawan dituntut untuk terus bekerja bersama-sama, tanpa ada senioritas.
4. Reward Akan Datang untuk Karyawan yang Bekerja Keras
Di startup, penghargaan atau reward bagi karyawan akan diberikan. Namun, reward tersebut akan diberikan berdasarkan kontribusi yang diberikan oleh karyawan.
Untuk mendapatkannya, Parents biasanya akan mengorbankan banyak hal. Misalnya, mungkin Parents harus rela kehilangan jam istirahat untuk meeting dengan klien atau kehilangan istirahat weekend karena harus mengerjakan laporan.
Kondisi ini pun terkadang memicu hustle culture di perusahaan tersebut. Hustle Culture pada dasarnya merupakan budaya bekerja yang tidak mengenal istirahat.
Dilansir dari Media Indonesia, hal ini pun sudah merambah di kalangan anak muda dan diperkenalkan oleh pemilik perusahaan startup, seperti Jeff Bezos, Elon Musk, dan Jack MA.
Budaya ini sangat tidak sehat apabila dinormalisasi karena bisa memicu berbagai permasalah psikologis, seperti burnout, depresi, serta keinginan untuk bunuh diri.
Selain itu, dapat menyebabkan dampak buruk pada kesehatan fisik dalam waktu jangka panjang.
Artikel terkait: 5 Selebritas yang Punya Bisnis Start Up, Situs Cari Jodoh hingga Online Shopping
5. Pertimbangkan Sustainbility
Sebelum memutuskan bekerja di perusahaan startup, Parents juga perlu mengenal risiko sustainbility atau keberlanjutan perusahaan.
Karena perusahaan rintisan, startup pada dasarnya bisa mengalami kebangkrutan kapan saja. Oleh karena itu, Parents harus melakukan pemantauan secara berkala mengenai kondisi perusahaan.
Parents bisa mempelajari sebanyak mungkin kinerja perusahaan dan track record mengenai perusahaan yang ingin dituju. Parents juga perlu mempelajari pendiri dan investor yang ada di baliknya. Jika memiliki track record yang baik, mungkin bisa dipertimbangkan.
Demikian penjelasan mengenai beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika ingin bekerja di perusahaan startup. Pada dasarnya, setiap pekerjaan pasti ada risikonya.
Siap Parents dengan berbagai tantangan di startup?
Baca juga:
Mengenal Apa Itu Layoff Karyawan, Alasan dan Dampaknya
7 Rekomendasi Groceries Online, Mudahkan Berbelanja dengan Harga Terjangkau!
Mengulik Sumber Kekayaan Elon Musk, Berhasil Geser Bill Gates
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.