Charlotte Szakacs dan Attila Szakacs tak menyangka bahwa mereka harus berpisah dari bayinya, Evelyn. Pada bulan September 2016, mereka merasa sangat terpukul ketika hasil CT Scan Evelyn di usia 20 minggu menunjukkan bahwa kromosom bayinya tidak normal.
Dokter telah memberitahunya bahwa pada bulan Desember nanti, anaknya kemungkinan tak akan mampu bertahan hidup lagi. Saat itu, kondisi Evelyn sudah sangat parah sehingga ia sudah tak mampu bernafas tanpa bantuan alat.
Padahal, untuk bisa menjalani prosedur operasi, salah satu syarat minimal yang harus dipenuhi adalah anaknya harus bisa bernafas tanpa bantuan alat apapun. Sehingga kemungkinan menyelamatkan nyawa anak satu-satunya itu terasa kandas di tengah jalan.
Otak Evelyn mengalami kegagalan perkembangan sejak dilahirkan. Selain itu, saluran udara di hidung dan paru-parunya serta arteri utama yang mengarah dari hati juga mengalami penyempitan.
Pada tanggal 10 Januari 2017, bayinya meninggal di dalam dekapan Charlotte. Padahal, Evelyn secara ajaib sudah mampu untuk bertahan hidup dalam keadaan kritis selama empat minggu sejak bulan Desember.
Setelah dinyatakan benar-benar meninggal, pasangan ini memutuskan untuk tinggal bersama putrinya dulu selama 16 hari sebelum ia dikuburkan. Mereka merasa bahwa merasakan masa-masa menjadi orangtua adalah saat yang penting sekalipun bayinya sudah meninggal.
Selama 16 hari bersama mayat bayinya, Charlotte dan Attla memperlakukan Evelyn seperti bayi normal pada umumnya. Mereka mengajaknya jalan-jalan, berfoto, dan memakaikan pakaian yang bagus untuknya.
Persiapan pemakaman Evelyn
Untuk membantu mengatasi rasa sedihnya, mereka diizinkan untuk memeluk Evelyn selama 12 hari di pusat perawatan anak-anak (hospis). Beberapa orangtua yang mengalami nasib tak jauh berbeda dengannya mengatakan bahwa hal itu akan sangat membantu mereka untuk merelakan kepergian anaknya.
Pada hari ke 12 setelah mereka menghabiskan waktu bersama mayat anaknya di hospis, pasangan ini diizinkan untuk membawa pulang jenazah bayinya ke rumah selama empat hari sebelum dikuburkan.
“Jadi kami memutuskan untuk mengajak bayi kami jalan-jalan ke taman dan melakukan beberapa sesi foto. Hal ini kami lakukan sebagai penyebaran kesadaran bahwa beberapa orangtua tidak beruntung karena tidak bisa berperan sebagai layaknya orangtua pada umumnya karena mereka harus kehilangan anaknya terlalu cepat,” ujar ibu berusia 21 tahun ini.
16 Hari Bersama Jenazah Bayinya
Pasangan yang tinggal di York, Inggris ini mengaku bahwa memeluk jenazah bayinya di rumah dan memiliki “family time” sangat membantunya secara emosional dalam menghadapi musibah ini.
“Mungkin ini adalah pilihan yang tidak akan dipilih banyak orang. Tapi aku merasakan manfaatnya. Secara emosional, bisa memeluk putri kita lebih lama itu dapat sangat membantu mengatasi kesedihan paska kehilangan,” jelasnya.
Dengan berat hati, ia mengungkapkan bahwa saat ini ia merasa tidak berperan sebagai orangtua.
“Saat aku hamil, aku telah mempersiapkan segalanya untuk Evelyn. Kini ia sudah tiada. Paling tidak, sekarang aku tahu bahwa ia tidak menderita lagi.
Clea Harmer, kepala lembaga bantuan untuk bayi yang terlahir mati dan meninggal paska dilahirkan mengatakan bahwa memeluk mayat bayi selama beberapa hari sebelum dikuburkan akan membuat perasaan orangtua yang kehilangan terasa lebih baik.
“Beberapa orangtua mengatakan bahwa bisa menghabiskan waktu bersama anak mereka yang meninggal sebelum dikuburkan dapat membuat mereka melalui masa berkabung dengan lebih mudah,” tutup Clea seperti yang dikutip dari Kidspot.
Barangkali apa yang dilakukan pasangan Charlotte dan Attila Szakacs memang tak biasa. Namun, setiap orang memiliki cara tersendiri untuk dapat mengatasi kesedihannya.
Baca juga:
Ada Kisah Mengharukan dibalik Foto Bayi dengan Sarung Tangan Motor Ini
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.