Apa yang terjadi di Balai Kota Surabaya hingga membuat Wali Kota Surabaya Risma sujud sampai dua kali?
Senin (29/6/2020), Pemerintah Kota Surabaya melakukan audiensi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Jawa Timur. Audiensi tersebut dilakukan untuk membahas penanganan COVID-19 di Balai Kota Surabaya.
Wali Kota Risma Sujud di kaki Seorang dokter
Pada satu sesi, salah seorang dokter di RSUD dr. Soetomo mengeluhkan banyak rumah sakit di Kota Surabaya penuh sehingga kewalahan menangani pasien. Dia juga mengatakan banyak warga Surabaya yang tidak mentaati protokol kesehatan, baik memakai masker dan melakukan physical distancing.
Menanggapi keluhan itu, Wali Kota Risma pun spontan menghampiri dokter itu lalu sujud di dekat kakinya. Sambil terisak-isak dia menyatakan bahwa pihak Pemkot Surabaya tidak memiliki akses untuk berkomunikasi dengan RSUD dr. Soetomo. Pasalnya RSUD dr. Soetomo berada di bawah kewenangan Pemprov Jawa Timur, bukan Pemkot.
“Kami tidak bisa bantu ke sana pak, padahal rumah sakit lain kami bisa,” kata Risma menyesal.
Mendapati orang nomor satu Surabaya itu bersujud di lantai, beberapa orang staf berusaha menghentikannya. Sambil memegangi bahunya, mereka meminta Risma agar bangun dari sujud.
Keluhan tentang rumah sakit yang penuh karena pasien itu baru dipulangkan setelah melakukan swab test atau tes usap dua kali. Sedangkan pihak rumah sakit, tidak mau memulangkan pasien tersebut karena tidak bisa diklaim ke BPJS.
Wali Kota Risma pun langsung meminta supaya pasien itu dikeluarkan. “Kalau memang tidak bisa diklaim ke BPJS, silahkan klaim kepada kami. Sejak awal saya sudah sampaikan itu,” katanya.
Artikel terkait: Salut! Beri dukungan moral, Wali Kota Risma Telepon pasien COVID-19 satu per satu
Risma Tidak Ingin Warganya Mati karena Corona ataupun Kelaparan
Pada kesempatan itu pula, Risma menjelaskan bahwa selama pandemi COVID-19 ini, Risma beserta jajaran Pemkot Surabaya sudah bekerja keras mati-matian untuk menangani pandemi global ini.
Menurutnya, persoalan kesehatan atau COVID-19 dengan persoalan ekonomi di Kota Surabaya harus berjalan seimbang. Ia tidak ingin ada warga Kota Surabaya yang mati karena COVID-19, namun juga tidak ingin ada warga Surabaya yang mati karena kelaparan.
“Kami ini sudah bekerja keras, berat. Apa dikira saya rela warga saya mati karena COVID-19 atau mati karena tidak bisa makan? Pak, semalam saya dan Linmas sekitar pukul 03.00 WIB, masih ngurusi warga bukan Surabaya, warga bukan Surabaya aja kami masih urus, apalagi warga Kota Surabaya,” katanya.
Mengenai keluhan perihal warga Surabaya yang tidak taat protokol kesehatan, Pemkot terus menggelar operasi dan razia setiap hari bersama organisasi perangkat daerah (OPD) demi menjamin dan mendisiplinkan warga.
Bahkan, kata dia, jika menemui warga yang tidak memakai masker, mereka langsung menyita KTP-nya. Bagi yang tidak membawa KTP, langsung diberi sanksi sosial seperti dihukum joget di pinggir jalan, menyapu jalan dan bahkan diminta merawat pasien di Liponsos.
Komunikasi Pemkot Surabaya dengan RSUD dr. Soetomo Dinilai Kurang Lancar
Selama ini komunikasi antara Pemkot Surabaya dengan RSUD dr. Soetomo dalam penanganan pandemi memang dinilai kurang lancar.
Risma menjelaskan bahwa Pemkot sudah berusaha menjalin komunikasi yang baik dengan pihak RSUD dr. Soetomo. Namun, ketika hendak mengirimkan bantuan Alat Pelindung Diri (APD), pihak rumah sakit Dr Soetomo menolaknya.
Menurut pengakuan Risma, Pemkot Surabaya memang rutin memberikan bantuan terutama APD ke rumah sakit-rumah sakit yang ada di Kota Surabaya. Mereka juga menerima dan menyalurkan bantuan APD dari pihak swasta. Bahkan Risma sendiri ikut mengatur pembagian APD tersebut supaya tidak menumpuk di Balai Kota Surabaya.
Bantuan APD tersebut dibagikan ke hampir semua rumah sakit di Kota Surabaya tanpa pandang bulu. Namun, RSUD dr. Soetomo menolak menerima bantuan tersebut.
Menanggapi tudingan bahwa Pemkot Surabaya tidak berkoordinasi dengan RSUD dr. Soetomo, Risma membantah. Dia juga memohon tidak dipersulit dalam berkoordinasi agar sewaktu-waktu Pemkot bisa mengirimkan bantuan.
Artikel terkait: Ringankan beban warga Surabaya di masa pandemi, Risma gratiskan tagihan PDAM
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Febria Rachmanita, juga mengatakan bahwa pihaknya selalu berupaya untuk berkoordinasi dengan rumah sakit-rumah sakit untuk memeriksa ketersediaan tempat tidur, jumlah pasien dan lain-lain.
Menurut Febria, meskipun sudah ada data dari aplikasi, pihaknya perlu berkeliling rumah sakit setiap hari karena tidak semua rumah sakit tertib memperbarui data mereka.
“Yang mana yang sering tidak tepat waktu? Saya katakan bahwa memang RSUD dr. Soetomo yang sering tidak tepat waktu (entry data), kata Febria.
“Setiap hari kita keliling. Mungkin tidak dengan jajaran direksi tetapi dengan rekam mediknya, dengan keperawatannya, dengan dokter jaganya itu yang selalu kami lakukan,” imbuhnya.
“Jadi tidak benar jika kami tidak berkoordinasi. Kalau kami tidak koordinasi maka tidak akan ada data,” tandas Febria.