Pasien yang melakukan vaginoplasty memiliki sejumlah alasan, misalnya untuk mengembalikan kepercayaan diri sesudah melahirkan, meningkatkan kepuasan seksual, hingga ingin memperbaiki bentuk vaginanya.
Ada beberapa cara peremajaan vagina. Mulai dari prosedur non-bedah (non-invasif), semi invasif, hingga invasif. Beberapa prosedur bahkan ditujukan untuk alasan estetika. Mempercantik bentuk vagina dengan tindakan vaginoplasty termasuk ke dalam alasan estetika.
Padahal, tidak ada kriteria vagina yang ideal. Ahli kebidanan dan kandungan di Bamed Women’s Clinic, dr. Ni Komang Yeni Dhanasari, SpOG menjelaskan, bentuk vagina ideal sebetulnya kembali pada diri masing-masing wanita. Dokter yang akrab disapa Yeni ini mencontohkan, ketika dirinya mengunjungi museum vagina di Eropa, ada banyak bentuk vulva (organ genetalia luar) yang ditampilkan pada museum tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa seluruh wanita di dunia punya bentuk vulva yang berbeda-beda.
“Dari tembok ke tembok ada ribuan bahkan jutaan gambar vulva berbeda. Tidak ada satu pun yang sama,” kata Yeni ketika ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, kemarin.
Menurutnya, penilaian dokter belum tentu sama dengan preferensi pasien. Misalnya, ketika dokter menilai vulva seorang pasiennya terlalu lebar, bisa jadi pasien tersebut justru menyukainya. Dalam kasus ini, berarti pasien tak membutuhkan prosedur peremajaan vagina. “Ideal adalah ukuran masing-masing orang dan kami tidak akan melakukan apapun untuk mereka,” ucap Yeni.
Namun, ukuran vagina yang sempurna secara anatomi adalah yang bentuknya tertutup sempurna atau sering disebut “vagina barbie”. Vagina barbie adalah vagina yang tertutup rapat sempurna dengan labia tak terlihat dan labia mayora (vagina bagian luar) tidak terlalu ‘chubby’ dan tembem.
Namun, kondisi tersebut menurutnya amat jarang terjadi. “Tapi untuk bentuk ideal balik lagi ke masing-masing orang, itu selera. Apakah semua orang mau seperti itu belum tentu,” kata Yeni.
Menurut Yeni, vaginoplasty banyak dilakukan oleh artis, hal itu terjadi di klinik tempatnya praktik. Bahkan, tak sedikit yang sebenarnya tak mengalami masalah kewanitaan apapun dan sekadar ingin ikut-ikutan.
“Karena melihat si artis mengerjakan lalu ingin seperti artis itu. Padahal begitu kami lihat ternyata tidak perlu,” kata Yeni. Menurutnya, vaginoplasty biasanya dilakukan karena ada indikasi medis, bukan hanya karena alasan estetika.
Indikasi medis atau masalah yang dimaksud, misalnya sensasi berhubungan seksual yang berkurang, vagina longgar, nyeri pada saat berhubungan, vagina kering, mudah mengompol ketika batuk atau tertawa, vagina basah, dan lainnya.
Pada prinsipnya, kata Yeni, ketika tidak ada keluhan yang dirasa kemungkinan tidak ada masalah yang terjadi dan tidak diperlukan perawatan khusus. Sebab, vagina memiliki cara sendiri untuk membersihkan dan menjaga flora normalnya agar berfungsi secara normal.
Namun, meski banyak pasien yang datang karena tahu jenis perawatan tersebut dari artis, banyak pula dari mereka yang kemudian merasa kepercayaan dirinya meningkat sebab mengetahui bahwa organ kewanitaannya dalam kondisi baik.
“Kami bukan tolak dia, tapi kami membangkitkan kepercayaan diri dia karena belum perlu untuk melakukan hal itu,” ucap Yeni.
Jika pasien memang merasa perlu melakukan vaginoplasty, Yeni menyarankan agar pasien memastikan terlebih dahulu segala sesuatu yang berhubungan dengan prosedur yang dilakukan.
Misalnya, mulai dari memastikan peralatan yang digunakan, latar belakang pendidikan dokter yang menindak, lama masa praktek dokter tersebut, hingga sejauh mana pengalamannya.
“Itu adalah pertanyaan-pertanyaan wajar. Kalau dokternya terbuka, dia tidak akan marah ditanya oleh pasien karena pasien harus yakin bahwa yang melakukan adalah tenaga ahli,” ujarnya.
Referensi : Kompas.com
Baca Juga :
9 Macam Bentuk Bibir Vagina, Ada yang Asimetris
Berapa Kedalaman Vagina? Ini Jawaban dari 8 Pertanyaan tentang Vagina
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.