Baru-baru ini viral sebuah video yang memperlihatkan seorang perempuan diseret paksa oleh sekelompok pria lalu dibawa pergi dengan menggunakan mobil pick up. Setelah ditelusuri, peristiwa dalam video tersebut terjadi di wilayah Sumba, NTT dan merupakan bagian dari tradisi kawin tangkap yang masih sering dipraktekkan di sana.
Melansir dari CNN, pelaku yang terekam dalam video viral tersebut telah ditangkap oleh Polda NTT.
Apa Itu Tradisi Kawin Tangkap?
Praktik tradisi kawin tangkap di Sumba, Nusa Tenggara Timur memang sering menuai kontroversi. Karena meskipun ini bagian dari budaya, namun telah digunakan sebagai alasan pembenaran terhadap aksi penculikan dan pelanggaran HAM pada perempuan.
Dalam tradisi yang telah dilakukan secara turun temurun dalam masyarakat Sumba ini, seorang perempuan bisa diculik dan dipaksa menikah dengan lelaki yang tidak dia sukai. Dan pihak perempuan tidakbisa menolak karena secara budaya hal itu dianggap wajar.
Biasanya kawin tangkap terjadi karena keinginan seorang pria menikahi perempuan yang dia sukai mendapat halangan, namun ia memaksa tetap ingin menikah sehingga menculik si perempuan.
Asal Muasal Tradisi Ini
Jurnal Sagacity menyebutkan, tradisi kawin tangkap adalah kebiasaan yang dilakukan masyarakat pedalaman Sumba, yakni di Kodi dan Wawewa. Tradisi ini diturunkan dari nenek moyang dan masih dilakukan sampai hari ini.
Pada masa dahulu, kawin tangkap biasanya dilakukan saat keluarga mempelai pria terhalang mahar tinggi dari pihak keluarga mempelai perempuan. Jadi termasuk kategori perkawinan tanpa peminangan, akibat belum ada kesepakatan keluarga mengenai jumlah maskawin.
Dalam tradisi lama, biasanya seorang perempuan sudah didandani untuk menjadi pengantin. Dan calon mempelai pria juga sudah didandani layaknya pengantin. Kemudian pihak mempelai pria akan menculik mempelai wanita yang sudah didandani dan dibawa ke rumah mempelai pria dengan menunggangi seekor kuda.
Setelah itu, pihak laki-laki akan pergi ke rumah pihak perempuan dengan membawa parang dan kuda sebagai bentuk permohonan maaf. Serta tanda bahwa mempelai perempuan telah ada di rumah mempelai pria.
Setelah ditangkap, pihak laki-laki akan membawa sebuah parang dan seekor kuda kepada pihak perempuan sebagai tanda permohonan maaf dan tanda bahwa perempuan sudah ada di rumah pihak laki-laki.
Tradisi bisa dibilang unik, karena menyangkut nama baik kedua keluarga, namun yang pasti, di masa dahulu, kawin tangkap dilakukan ketika calon mempelai pria dan calon mempelai wanita sudah sama-sama saling menyukai. Sehingga walaupun ‘diculik’, mempelai wanita tidak akan mengalami trauma karena pria yang menangkapnya adalah orang yang dia sukai sejak awal.
Tradisi Kawin Tangkap di Masa Sekarang, Melanggar HAM Perempuan
Dengan adanya perkembangan zaman, kawin tangkap tidak lagi dijadikan metode untuk mendapatkan restu dari keluarga mempelai perempuan ketika kedua mempelai sudah sama-sama sepakat untuk menikah.
Sebaliknya, tradisi kawin tangkap di masa sekarang dilakukan tanpa persetujuan si perempuan hingga meninggalkan trauma akibat diculik, disiksa bahkan merasa dilecehkan. Yang lebih fatal, perempuan korban kawin tangkap bisa merasa dirinya hina dan tidak berharga.
Pandangan Hukum Mengenai Hal ini
Dari perspektif hukum dan HAM, tradisi ini telah melanggar undang-undang dan hak-hak perempuan. Tidak hanya melanggar pasal tentang penculikan, namun juga tidak sesuai dengan syarat perkawinan sah yang ditentukan oleh undang-undang.
Beberapa hukum yang dilanggar oleh tradisi kawin tangkap:
- Pasal 328 KUHP tentang kasus penculikan dengan sanksi pidana penjara paling lama 12 tahun
- Melanggar syarat dan ketentuan tentang perkawinan yang sah sesuai UU RI No. 1 Tahun 1974 Pasl 6 Ayat 1 (perkawinan harus atas persetujuan kedua mempelai)
- Melanggar hak asasi manusia yang dimiliki perempuan untuk memilih pasangannya sendiri
Semoga pemerintah bisa tegas menindak para pelaku kawin tangkap yang menculik dan melecehkan perempuan dengan dalih tradisi ini.
Baca juga:
Pemerkosaan dalam Pernikahan, Sering Terjadi namun Tidak Dilaporkan
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.