Zulfa Nur Rahman, seorang siswa kelas XI Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 7 Semarang tak naik kelas karena menolak mengikuti pelajaran praktek agama Islam. Zulfa tolak baca quran dan salat sebagai syarat kelulusan pelajaran agama di sekolahnya, karena ia merupakan penganut aliran penghayat kepercayaan. Sebelumnya, sebuah media online, Netralitas, mewartakan Zulfa diminta masuk Islam agar bisa diberi nilai mata pelajaran agama.
“Kepala Sekolah dan seluruh guru SMK Negeri 7 Semarang memutuskan anak tersebut tidak naik kelas. Zulfa Nur Rahman menolak masuk Islam sehingga nilai agamanya kosong,” kata pengikut penghayat kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa di Semarang, Margono kepada netralitas.com.
Namun pernyataan tersebut dibantah oleh pihak kepala sekolah, M. Sudarmanto. “Orang tua siswa itu sudah kami undang ke sekolah. Kami sampaikan, kalau tetap bersikukuh tidak mengikuti pendidikan agama konsekuensinya tidak bisa naik kelas. Orang tuanya bilang tidak apa-apa,” kata Sudarmanto kepada Antara.
Lebih lanjut Sudarmanto menjelaskan, ketika kenaikan kelas XI, Zulfa masih mau mengikuti pelajaran agama karena hanya diberikan secara teori. Tapi untuk kenaikan kelas XII ada kompetensi praktek agama yang diwajibkan.
“Tapi, saat pelajaran praktek berupa baca Al-Quran dan salat, dia tidak bersedia, dengan alasan dia penganut kepercayaan,” terangnya. “Kami tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab, kurikulum juga belum memfasilitasi pendidikan aliran kepercayaan. Adanya, pendidikan enam agama, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu.”
Sudarmanto juga menyatakan, saat mendaftarkan diri sebagai siswa baru, Zulfa mencantumkan agama Islam. “Kartu keluarga (KK) tertulis agama Islam,” ujar Sudarmanto dalam surat klarifikasinya yang dikirimkan kepada Tempo, Selasa, 26 Juli 2016.
Namun merujuk laporan Tempo.co, ketika hendak naik kelas XII, Zulfa tidak mengisi identitasnya sebagai penganut Islam. Dia sudah menyadari bahwa penganut aliran kepercayaan tak seharusnya dipaksa ikut pelajaran agama Islam.
Sementara itu dasar hukum kebebasan beragama di Indonesia sudah diatur dalam konstitusi, yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”):
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan.
Baca juga:
Hebat! Balita 2 tahun sudah hafal 42 surat Al Qur'an, ini yang dilakukan orangtuanya!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.