Sesuaikan jenis tes alergi dengan usia, jenis allergen yang hendak diketahui serta riwayat alergi penderita
Saat mendapati si Kecil mengalami ruam atau muncul bercak, diare, atau malah perubahan tingkah laku yang tidak biasa, kadang kita menduga apakah si Kecil alergi atau tidak. Nah, daripada bertanya-tanya dan belum tentu tepat, melakukan tes alergi adalah tindakan yang paling benar yang bisa kita lakukan.
Secara umum, tes alergi dapat dilakukan dengan 3 cara; yaitu dengan cara tes kontak terhadap kulit (skin test), analisa darah (blood test), dan provokasi makanan. Penggunaan ketiganya tergantung dari usia, jenis dugaan alergen serta kondisi dari pasien.
Tes alergi dengan cara kontak kulit lebih banyak digunakan karena hasilnya lebih tepat, mudah dilakukan dan juga murah. Kombinasi dari skin test dan blood test kadangkala juga dilakukan.
Untuk tes alergi provokasi makanan memang mudah dilakukan. Tapi jenis tes ini sangat tidak disarankan untuk suspect allergy dengan riwayat shock akibat kontra dengan alergen yang dikonsumsi.
Berikut adalah 6 tes alergi yang biasa kita temui di banyak rumah sakit di Indonesia.
1. Tes alergi kategori kontak kulit atau skin tes
Patch Test atau Tes Tempel
Fungsi: Mengetahui jenis alergi yang disebabkan oleh kontak bahan kimia. Misal, timbulnya dermatitis atau eksim setelah kontak dengan zat kimia tertentu.
Tes dilakukan dengan cara menempelkan beberapa bahan kimia di tempat khusus (biasa disebut finn chamber) dan kemudian menempelkan chamber tersebut di punggung pasien.
Tes bisa dilakukan bila anak berusia minimal 3 tahun.
Skin Prick Test atau tes tusuk kulit
Fungsi: untuk mengetahui jenis alergen hirup seperti debu, tepung, serbuk sari; dan alergen makanan.
Tes dilakukan pada lengan bawah bagian dalam. Lengan akan diberi tanda untuk membedakan jenis alergen yang dioleskan. Selanjutnya,beberapa ekstrak alergen akan diteteskan pada lengan dengan menggunakan jarum khusus.
Anak harus berusia minimal 3 tahun dan tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan antihistamin saat melakukan tes ini.
Strach Test atau tes gores
Fungsi: mengetahui alergen hirup dan makanan.
Tes dilakukan dengan cara menggoreskan benda tumpul di atas kulit hingga menimbulkan tonjolan. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya tonjolan pada daerah yang digores.
Tes ini tidak disarankan apabila pasien juga alergi terhadap tekanan. Tes ini juga bisa dilakukan meski usia si Kecil belum mencapai 3 tahun. Karena siapa saja dapat melakukan tes ini selama direkomendasikan oleh dokter ahli.
Intradermal test
Fungsi: untuk mengetahui alergi terhadap obat-obatan yang disuntikkan.
Tes dilakukan dengan cara menyuntikkan obat yang hendak di tes ke bagian bawah lapisan kulit. Tes ini kadang juga dilakukan apabila skin prick test tidak dapat memberikan reaksi yang nyata.
Intradermal test kadang disebut juga dengan intrakutan tes dan hanya bisa dilakukan bila si Kecil berusia minimal 3 tahun.
2. Tes kategori blood test atau tes darah
Tes ini dilakukan untuk mengetahui antibodi yang ada dalam tubuh sebagai reaksi atas adanya benda asing (allergen) yang masuk ke dalam tubuh.
Memang tidak se-sensitif skin test, namun tes ini bisa dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan tekanan kulit.
Jenis yang paling umum digunakan adalah enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA, EIA). Tes ini mengukur level antibodi yang ada dalam darah yang bisa disebut dengan immunoglobulin E, disingkat IgE.
Tes ini kadang disebut juga dengan Radio Allergo Sorbent Test atau Tes IgE Rast. Fungsinya untuk mengetahui jenis alergen hirup dan makanan.
Tes dilakukan dengan mengambil darah si Kecil dan hasilnya dianalisa pada laboratorium dengan teknik komputer tertentu.
Kelebihan tes ini bisa dilakukan pada usia anak berapapun dan bisa mengungkap beberapa jenis alergen dalam satu kali tes.
Tes alergi yang terakhir adalah tes provokasi makanan.
3. Tes alergi provokasi makanan atau eliminasi makanan
Tes ini dilakukan untuk memastikan alergen makanan atau obat-obatan yang diminum.
Selain itu, tes dilakukan dengan cara meminta pasien untuk mengkonsumsi jenis makanan atau obat tertentu. Untuk itulah metode ini disebut dengan metode Double Blind Placebo Control.
Untuk mengetahui alergen obat, dalam satu hari, pasien hanya boleh melakukan tes terhadap satu kali jenis obat saja.
Metode ini memang memakan waktu cukup lama. Untuk itulah, bila tujuannya untuk mengetahui jenis alergi makanan. metode ini dimodifikasi dengan “Eliminasi Provokasi Makanan Sederhana”, yaitu meminta pasien untuk mengkonsumsi beberapa jenis makanan terduga alergen selama 2-3 minggu.
Sekali lagi, metode jenis ini sangat tidak disarankan bila pasien pernah memiliki riwayat alergi berat seperti shock anafilaksis.
Semoga informasi di atas dapat bermanfaat ya, Parents. Jika Anda berniat hendak melakukan tes alergi, jangan lupa pastikan bahwa Parents sudah memeroleh saran medis akan kepastian kondisi alergi serta tes yang apa paling tepat untuk dilakukan.
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.