Perkembangan Kasus Vaksin Palsu; Ada Pasutri Terdakwa Baru
Kasus vaksin palsu yang beredar secara resmi di beberapa rumah sakit masih meresahkan masyarakat hingga kini. Sejauh mana perkembangan kasusnya?
Kasus vaksin palsu yang beredar di sejumlah rumah sakit memang menggemparkan. Selain karena sulitnya membedakan mana vaksin palsu dan asli, membongkar jaringan kejahatan yang telah merugikan banyak pihak ini juga tak kalah rumitnya.
Kesaksian tersangka pasutri Taufiqurahman Hidayat dan Rita Agustinadi mulai menyeret terdakwa baru yang juga pasangan suami istri (pasutri). Mereka adalah Iin Sulastri (39) dan Syafrizal (40) yang selama ini berperan sebagai penjual vaksin.
Taufiq-Rita telah menjadi terdakwa dalam persidangan yang lalu dan mendapatkan vonis selama 15 tahun dari hakim. Sedangkan, dalam persidangan kasus vaksin palsu dengan terdakwa Iin-Syafrizal ini, peran Taufiq-Rita adalah sebagai saksi.
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri (PN) Bekasi dengan diketuai Hakim Marper, Hidayat dan Rita telah menjual empat jenis vaksin kepada Iin dan Syafrizal. Syafrizal mengaku bahwa ia tak tahu sebelumnya jika vaksin yang dibelinya tersebut adalah vaksin palsu.
Syafrizal bercerita bahwa ia mengenal pasutri Taufiq-Rita lewat seorang perawat, “Saya beli botol bekas dari perawat bernama Nuraini. Lama-lama dihubungi oleh Taufiq-Rita pada tahun 2010,” ungkapnya di pengadilan seperti dikutip dari Detik pada Jumat (9/12) lalu.
Ia mengakui bahwa pihaknya tak meneliti latar belakang Taufiq-Rita sebelumnya. Di dalam persidangan, ia mengungkapkan bahwa ia tak tahu bahwa Taufiq bukanlah pedagang farmasi besar. Sedangkan Rita sendiri bekerja sebagai perawat.
Kendati telah melakukan hubungan bisnis dengan Taufiq-Rita, Syafrizal tidak mengenal dekat keduanya dan tak tahu dari mana asal muasal vaksin tersebut. Ia juga mengaku tak memahami cara pembuatan vaksin yang diproduksi Taufiq-Rita.
Kepada hakim, Syafrizal menuturkan bahwa ia tak hanya membeli vaksin dari pasangan Taufiq-Rita, namun juga botol bekasnya, “Saya pesan botol kalau ada permintaan dari Seno. Terutama jika pesan pedicel, tripacel, engrix b, havrix b.”
Saat ditanya alasannya membeli vaksin palsu, Syafrizal menjawab bahwa ia tertarik dengan harga vaksin murah yang ditawarkan oleh Taufiq-Rita. Namun, ia mulai curiga karena sejak tahun 2013, cetakan kertas yang tertempel di botol tampak rusak.
Berbeda dengan Syafrizal yang menjawab pertanyaan hakim dengan lancar, Iin justru menjawab pertanyaan tersebut dengan ragu-ragu hingga mendapat teguran hakim.
Dalam penjelasannya di pengadilan, Iin awalnya sempat tidak menjawab tegas apakah suaminya ikut memproduksi vaksin palsu atau tidak. Ia hanya mengatakan bahwa suaminya mengisi botol vaksin bekas.
Namun, setelah hakim tampak gusar dengan jawaban Iin, ia baru mengakui bahwa Syafrizal menjadi produsen vaksin palsu.
Saat ini, Hakim sudah menjerat Taufiq-Rita dengan hukuman 15 tahun penjara atas pelanggaran terhadap UU kesehatan dan UU perlindungan konsumen. Agar persidangan ini berjalan lancar, salah satu saksi ahli yang dihadirkan dalam pengadilan kasus vaksin palsu ini adalah pihak BPOM.
Waspadai beberap bidan dan rumah sakit ini: 8 Bidan dan 14 Rumah Sakit Jual Vaksin Palsu, Ini Modusnya
JPNN mencatat, hingga kini sudah ada 19 terdakwa dalam kasus vaksin palsu. Diantaranya adalah Hidayat Taufiqurahman, Rita Agustina, Kartawinata alias Ryan, Syafrizal dan Iin Sulastri, Nuraini, Sugiyati alias Ugik, Nina Farida, Suparji Ir, Agus Priayanto, M. Syahrul Munir, Seno, Manogu Elly Novita, Sutarman bin Purwanto, Thamrin alias Erwin, Mirza, Sutanto bin Muh Akena, Irnawati, dan Muhamad Farid.
Hingga kini, proses persidangan terdakwa lainnya masih berjalan. Sementara itu, pemerintah terus berusaha untuk mencegah tersebarnya vaksin palsu yang sempat beredar di beberapa rumah sakit.