Metode Hypnobirthing, membantu ibu rileks dan lancar melahirkan
Kali ini seorang ibu berbagi pengalaman tentang teknik hypnobirthing yang membantu persalinan singkatnya, yaitu hanya 1 jam!
Hypnobirthing, membantu proses melahirkan
Saat melahirkan merupakan saat yang menegangkan bagi setiap ibu, tanpa kecuali. Bagi calon ibu baru, detik-detik menjelang persalinan merupakan pengalaman tak terlupakan. Rasa cemas, rasa sakit yang bertubi-tubi selalu membayangi, bahkan pada kelahiran berikutnya.
Kisah inspiratif berikut ini mengisahkan tentang pengalaman seorang ibu yang mencoba mengatasi rasa takutnya dalam menghadapi proses persalinan kedua dengan melakukan teknik hypnobirthing. Mari kita simak kisah yang dituturkan oleh ibu Melisa kepada theAsianParent.
Trauma persalinan pertama membuatku belajar teknik hypnobirthing
Apa itu hypnobirthing?
Rasa optimis ini muncul karena aku mengikuti terapi Hypnobirthing. Teknik hypnobirthing ini membuatku merasa rileks ketika menghadapi proses persalinan.
Dalam teknik hypnobirthing, dijelaskan bahwa proses melahirkan itu bersifat alamiah. Seperti jatuhnya buah dari pohon. Begitu saja. Sesederhana itu, dan tak ada yang perlu ditakutkan.
Sugesti-sugesti seperti ini ternyata berhasil membuatku merasa tenang, meski pun aku melahirkan lewat 2 minggu dari HPL!
Ketika menjelang persalinan, tanda-tanda melahirkan yang aku rasakan adalah kontraksi. Kontraksi yang muncul berupa sakit perut yang kadang hilang kadang muncul. Sakitnya mirip seperti sakit yang dialami saat datang menstruasi, namun lebih sakit lagi.
Seminggu menjelang persalinan aku sudah merasakan kontraksi yang datang tiap 2 hari sekali, pada saat itu aku masih bisa membawa kendaraan roda dua sampai H-2.
Pada H-2 aku mulai mengalami flek darah bercampur lendir, namun kontraksi masih jauh jaraknya, yaitu 1 jam sekali dengan durasi 2-4 menit.
Berbekal pengalaman saat persalinan pertama, aku merasa meskipun waktu melahirkan sudah dekat aku yakin ini belum saatnya.
Hingga alih-alih berangkat ke dokter seperti niat semula, aku malah memeriksakan diri ke bidan untuk memastikan kondisi yang aku alami.
Betul saja. Ternyata menurut bidan, aku belum mengalami pembukaan. Beliau menyarankan agar aku langsung ke dokter jika sudah mengalami kontraksi setiap 15 menit. Dan ketika mengalami kontraksi 10 menit sekali, ditemani suami yang selalu siaga, aku langsung berangkat ke rumah sakit.
Tidak ada komplikasi yang terjadi selama berlangsungnya proses persalinan. Menurutku, hal ini terjadi karena aku menjalani persalinan anak kedua sehingga bisa sikap tenang, tidak diliputi kepanikan dan kecemasan yang berlebihan.
Berbeda dengan kelahiran anak pertama, ketika itu aku harus menjalani masa rawat inap 24 jam sebelum melahirkan. Rendahnya Hb menyebabkan aku harus menjalani transfusi darah hingga menghabiskan 4 kantong.
Karena belum memiliki pengalaman melahirkan, setiapkali mengalami kontraksi aku selalu mengedan. Ternyata tindakan ini mengakibatkan pembukaan yang aku alami mentok dan berhenti pada pembukaan 9.
Kondisi ini membuatku hampir saja mengalami tindakan vakum pada persalinan pertamaku itu. Untungnya suster memperjuangkan kelahiran normal tanpa vakum, sekalipun aku harus membayar tindakan tersebut dengan robekan perinium panjang hingga anus.
Hanya 1 jam!
Berbekal pengalaman pertama itulah, pada persalinan kedua ini aku selalu menarik napas dan menahan rasa sakit kontraksi yang datang berulang dalam tempo semakin cepat, hingga akhirnya suster menginstruksikan untuk mengedan.
Waktu yang kubutuhkan hanya sekitar satu jam! Ya, hanya 1 jam sejak datang ke rumah sakit hingga kelahiran bayiku.
Senang sekali rasanya menjalani proses melahirkan yang berbeda dari sebelumnya, tidak sesakit dan setegang pengalaman pertama melahirkan.
Setelah menjalani proses persalinan yang begitu mudah, rasa bahagia terasa meluap dan menyesaki dada saat pertama kalinya aku menatap dan menyentuh bayi mungil kami yang kami beri nama Dharmajati Kahuripan.
Kupilih nama itu karena artinya adalah pemimpin yang memilih kebaikan sebagai jalan hidupnya, kuat, serta nama yang berjati diri Indonesia.
Kisah di atas merupakan pengalaman sejati Melisa Wardani seperti yang dituturkannya kepada theAsianParent. Semoga bermanfaat.
Baca juga artikel menarik lainnya:
7 Jam Setelah Lahir, Bayiku Meninggal Karena Thallasemia
Haru Biru Kisah Melahirkan Anak Pertamaku