Tari Gandrung Lombok merupakan salah satu kesenian tradisional masyarakat yang biasa dijumpai pada kalangan suku Sasak di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Pertunjukkan tari ini menunjukkan luapan suka cita dan harapan suku Sasak. Biasanya, Tari Gandrung Lombok dilakukan dalam perayaan desa setelah masa panen padi.
Berdasarkan penelitian 1996 yang dilakukan R. Diyah Larasati, Tari Gandrung tidak hanya ditemukan di Lombok saja. Ada 2 daerah yang juga memiliki kesenian bernama tari gandrung, yaitu Banyuwangi dan Bali. Meski demikian, Tari Gandrung Lombok memiliki perbedaan tersendiri dari segi gerakan, kostum, ataupun penyajian pertunjukannya.
Artikel Terkait: Mengenal Tari Gambyong, Seni yang Dijadikan Gambar Uang Rupiah 5000
Tari Gandrung Lombok: Sejarah Hingga Makna Gerakannya
Sejarah Tari Gandrung Lombok
Tari Gandrung Lombok telah hidup sejak lama, bahkan sudah ada sejak jaman Airlangga di Jawa Timur. Dilihat dari asal-usul, Tari Gandrung yang terdapat di Lombok kemungkinan bukan berasal dari kebudayaan asli Lombok (masyarakat Sasak). Gandrung di Lombok diperkirakan sebagai suatu adaptasi dari model Banyuwangi yang berkembang melalui Bali dan dikembangkan oleh seniman Lombok dengan menyerap bentuk-bentuk dan karakter lokal Lombok.
Awalnya, tarian ini dipertunjukkan sebagai bagian hiburan untuk para prajurit pada saat pulang dari medan perang. Seiring perkembangan zaman, Tari Gandrung Lombok menjadi tradisi bagi masyarakat di sana.
Berdasarkan Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Tari Gandrung Lombok awalnya dibawakan oleh seorang laki-laki. Namun dalam perkembangannya, pemeran (penari gandrung) dilakukan oleh seorang perempuan yang menjadi penari istana.
Perubahan ini tidak jelas kapan dan bagaimana terjadinya. Pada saat ini, penari gandrung (perempuan) pada setiap penampilannya selalu memperkenalkan diri dengan kata “Tiang Lanang”.
Makna Tari Gandrung Lombok
Tari Gandrung Lombok, mengambil peniruan ide, dan improvisasi gerak dari alam dan dibentuk menjadi sebuah karya tari. Menurut R. Diyah Larasati, Tari Gandrung bagi masyarakat suku Sasak diwujudkan melalui dunia makna yang secara signifikan berada dalam sistem ideasional yang juga terefleksikan dalam interaksi sosial.
Sistem ideasional yang dimaksud adalah konteks berpikir serta gagasan-gagasan para pelaku pertunjukkan Tari Gandrung. Dalam perspektif ini, Tari Gandrung digunakan sebagai media untuk melepaskan harapan dan suka cita.
Alam yang terefleksi melalui harapan akan melimpahnya panen padi berusaha untuk dapat dikuasai dengan sebuah keharmonisan melalui ungkapan suka cita dalam seni pertunjukkan. Dalam pemikiran ini, alam dan manusia sebagai elemen kebudayaan mampu membentuk suatu harmoni.
Artikel Terkait: Mengenal Tari Giring-giring, Tarian Menyambut Pahlawan khas Suku Dayak
Pakaian Penari Gandrung
Pakaian penari gandrung ada tiga bagian pokok atau pakaian khusus yaitu:
-
Gelungan yaitu hiasan kepala
Menyerupai songkok dengan seluruh permukaannya diihiasi atau ditutupi kembang jepun (bunga cempaka) dipilih yang berwarna putih. Kerangka gelungan dibuat dari kawat, kulit dan kain yang disebut lengker. Pada bagian yang terletak di atas telinga ada hiasan yang disebut gempolan yang memanjang runcing ke belakang.
Fungsinya sekaligus sebagai senjata untuk menghidarkan diri dari pengibing yang nakal. Dari arah depan gempolan ini tampak seperti bunga mekar sebesar ibu jari yang dibuat dari daun banten yang disusun kemudian ditusuk dengan katik (lidi) kemudian dipotong melingkar sehingga menyerupai setangkai bunga.
2. Kain batik panjang
Biasanya kain ini berhiaskan motif kembang dan warna tidak tentu sangat tergantung dari selera penari. Baju yang dipakai adalah baju kaos lengan pendek dengan warna putih.
3. Perhiasan penari
Perhiasan ini terdiri dari bapang yaitu hiasan dada yang dipasang di leher, bahannya dari kain yang diberi rambu-rambu perhiasan manik-manik. Lambe yaitu semacam setagen yang dililitkan dari dada di bawah ketiak sampai ke pinggul, seret yaitu semacam ikat pinggang selebar 2 sentimeter yang dihias dengan motif berbunga-bunga, dililitkan beraturan dengan jarak 5 cm berfungsi sebagai hiasan dan penguat lilitan lambe.
Ada juga ampok yaitu bahannya hampir sama dengan bapang, tetapi bentuknya segitiga dan diberi rumbai pada sekeliling ujungnya. Banyaknya dua buah di depan dan di belakang dan dipasang di bawah pinggang sekaligus tertanam pada lilitan lambe. Selain itu ada genjer yaitu selendang yang banyaknya 3 buah dengan warna yang berkilauan, dipasang di atas pinggul dan ujung-ujungnya berjuntai panjang di samping kiri dan kanan.
Gerakan Tari Gandrung Lombok
Berbeda dengan yang ada di Banyuwangi dan Bali, Tari Gandrung Lombok memiliki ciri khas tersendiri. Gandrung dalam pemahaman masyarakat Lombok, khususnya masyarakat Suku Sasak adalah nama sebuah pertunjukkan yang dilakukan seorang penari perempuan yang diiringi seperangkat gamelan (sebarungan), serta puisi dan nyanyian (lelakaq dan sandaran).
Dalam Tari Gandrung Lombok, bentuk koreografi terdiri dari tiga babak, yaitu:
1. Bapangan
Pada bagian ini penari gandrung digambarkan sebagai memperkenalkan diri kepada calon pengibing (penari) maupun penonton semua dengan menari mengitari arena sampai selesainya gending pengiring yang disebut gending bapangan.
2. Gandrungan
Pada bagian yang kedua ini penari dengan gerak yang lebih lincah mengitari arena dengan kipas di tangan, bagaikan burung elang yang mengincar mangsa. Ia menari sambil sekali-kali melirik ke arah penonton terutama di barisan depan.
Pada suatu saat ia akan menyentuhkan kipasnya atau melemparkannya kalau tidak bisa dijangkau dengan sentuhan, kepada seorang atau lebih penonton yang dikehendakinya. Ini disebut “nenepek” yang kena tepekan (sentuhan kipas) harus segera maju karena ia harus menjadi pasangan ngibing bagi penari gandrung.
Ngibing merupakan ketrampilan tersendiri dan setiap penonton yang siap mengambil bagian dalam pagelaran gandrung. Si penari gandrung digambarkan sebagai bunga seperti dikatakan pada lirik yang dinyanyikan sebelum bangkit menari: Saya laki-laki, kakak gagah baru datang; Bunga berambang serempak berkembang.
Sedangkan pengibing seolah-olah kumbang yang merindukan bunga. Dahulu di tengah arena berdiri obor bambu setinggi satu setengah meter. Saat ini digunakan lampu petromak atau lampu listrik yang ada di luar arena.
Antara si penari gandrung dengan si pengibing berkejar-kejaran mengelilingi obor tersebut, ini disebut beke atau ookang, atau sekali waktu saling kejitan atau main mata dengan berbatasan cahaya obor. Selama ngibing dilakukan sering si pengibing berbuat nakal dengan menyentuh bagain tubuh si penari gandrung, bahkan tidak jarang ada yang beradu pipi.
Untuk menghindari hal seperti ini penari gandrung dilengkapi dengan senjata (hiasan kepala yang disebut gelungan) sehingga kalau pengibing tidak cepat menghindar akan kena tusukan tajam dari bagian gelungan penari gandrung.
3. Parianom
Parianom merupakan perpanjangan dari bagian kedua. Gending pengiring yang disebut parianom tidak menggunakan seluruh instrumen orkestra gandrung, yang berperan adalah alat musik redet dan suling dibantu suara gendang, petuk dan rincik. Dalam bagian ini penari gandrung akan melengkapi tariannya dengan basandaran.
Artikel Terkait: Tari Gandrung Banyuwangi, Tradisi Indonesia yang Bisa Diajarkan ke Anak
Pertunjukan Tari Gandrung Lombok biasanya dilakukan pada malam hari dengan lama pertunjukan 3 jam. Sedangkan untuk tiap babak (satu pengibing) lamanya rata-rata 10 menit.
Tari gandrung merupakan tari rakyat pada arena terbuka yang dikelilingi oleh penonton. Tarian ini menyebar di beberapa desa di Lombok, dan fungsinya adalah sebagai hiburan, dan ditanggap orang untuk acara perkawinan, kitanan dan sebagainya. Dewasa ini tarian gandrung bergeser sebagai tarian rakyat dalam rangkaian menyambut hari besar nasional.
Instrumen gandrung dalam bentuk orkestra terdiri dari pemugah, saron, galung, jegogan, rincik petuk, terompong, gender, redep, dan suling. Pada saat ini liriknya tidak lagi dalam bahasa daerah melainkan dengan bahasa Indonesia.
Itulah sejarah, makna, pakaian, dan gerakan dalam Tari Gandrung Lombok. Semoga tarian tradisional ini masih terus lestari di negeri ini.
****
Baca Juga:
https://id.theasianparent.com/tari-gambyong
https://id.theasianparent.com/tari-gandrung-banyuwangi
https://id.theasianparent.com/tari-jaipong