Mengenal Tari Gambyong, Seni yang Dijadikan Gambar Uang Rupiah 5000

Dari tarian rakyat jelata, Tari Gambyong berhasil menjadi tarian keraton. Bagaimana kisahnya? Mari simak penjelasannya berikut ini.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Tadinya Tari Gambyong merupakan tarian rakyat, tapi oleh beberapa penata tari di masa pemerintahan Pakubuwana IX tarian ini dimodifikasi dan mulai dipertunjukkan ke kalangan bangsawan.

Bagaimana sejarah lengkap dari tarian ini dan apa sebenarnya makna dari Tari Gambyong? Mari simak penjelasannya berikut ini.

Tari Gambyong, Naik Kelas dari Tarian Rakyat jadi Tarian Priyayi

Apa Itu Tari Gambyong?

Gambyong adalah salah satu jenis tarian klasik khas Jawa Tengah yang mulanya berasal dari Surakarta, Jawa Tengah. Tarian ini pertama kali diciptakan untuk dibawakan oleh penari tunggal dari kalangan biasa. Dengan kata lain, sebuah tarian rakyat.

Tarian ini biasanya dimainkan secara khusus pada upacara ritual musim panen padi yang diiringi oleh gending (musik) Jawa dan dilantunkan oleh sinden (penyanyi) bersama tetabuhan gamelan (alat musik tradisional Jawa).

Tari tradisional ini merupakan permohonan kepada Dewi Padi (Dewi Sri) agar usaha tani rakyat menjadi subur dan mendapatkan panen yang melimpah.

Sumber: Instagram @irzandjohan

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Seperti yang tertulis dalam Serat Centhini* Tari Gambyong sudah mulai digunakan pada abad ke-18 pada masa pemerintahan Pakubuwono IV (1788-1820) dan dan Pakubuwana V (1820-1823), raja Keraton Kasunanan Surakarta. Di mana saat itu Gambyong disebut sebagai tarian tlèdhèk.

Wikipedia menjelaskan Serat Centhini atau Suluk Tambanglaras atau Suluk Tambangraras-Amongraga sebagai karya sastra terbesar dalam kesusastraan Jawa Baru, yang ditulis di masa pemerintahan Pakubuwana IV (1788-1820) dan Pakubuwana V (1820-1823). Serat Centhini menghimpun segala ilmu pengetahuan dan kebudayaan Jawa agar tak punah dan tetap lestari sepanjang waktu.

Artikel terkait: Kaya Budaya! 123 Jenis Tarian Tradisional dari Berbagai Daerah di Indonesia

Asal Mula Nama Gambyong

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Melansir Kompas, mengutip buku Sejarah Tari Gambyong: Seni Rakyat Menuju Istana (2011) karya Sri Rochana Widyastutieningrum, diketahui nama Gambyong berasal dari salah satu nama penari tarian ini.

Penari yang bernama Sri Gambyong tersebut dikenal memiliki suara yang sangat merdu dan tubuh yang lentur. Bakatnya ini mampu membuat dirinya terkenal hingga kemudian Raja Paku Buwono IV mengundangnya untuk menari di istana.

Dari Tarian Rakyat ke Tarian Priyayi

Tarian ini terpilih sebagai ilustrasi di uang kertas pecahan Rp5.000.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Pada masa pemerintahan Paku Buwono IX (1861-1893), seorang penata tari Bernama K.R.M.T. Wreksadiningrat menggarap dan memodifikasi tarian ini sehingga lebih pantas dipertunjukkan pada kalangan para bangsawan atau priayi.

Beberapa gerakan dari tarian yang sebelumnya kerap dibawakan oleh seorang waranggana (pesindhen) itu diperhalus sehingga sesuai dengan kaidah-kaidah tari keraton. Itulah mengapa gerakan tarian ini memiliki banyak variasi dan perubahan –meski Gerakan dasarnya sama.

Artikel terkait: 7 Fakta Tari Topeng Cirebon, Media Dakwah yang Berkembang Jadi Kesenian Daerah

Jenis Tari Gambyong

Di akhir abad ke-19 tarian ini mulai berkembang di lingkungan keraton dan Istana Mangkunegaran. Sekali lagi, di tahun 1950, Tari Gambyong mengalami modifikasi.

Nyi Bei Mintoraras –seorang pelatih tari dari Istana Mangkunegaran masa Mangkunegara VIII- membuat versi Tari Gambyong yang baku yang dikenal dengan Gambyong Pareanom.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Koreografi Nyi Bei ini pertama kali dipertunjukkan pada upacara pernikahan Gusti Nurul, saudara perempuan Mangkunegaran VIII pada tahun 1951. Lambat laun tarian ini semakin disukai masyarakat, dan seiring berjalannya waktu ada banyak timbul versi baru dari tarian ini.

Sumber: Instagram @panglembara

Dan terakhir, Nyi Bei Mardusari, seniwati yang juga selir Sri Mangkunegara VII (1916-1944), melakukan perubahan 'halus' pada tarian ini. Dari situ tarian ini menjadi lebih populer dari sebelumnya dan sering ditampilkan di hadapan tamu di lingkungan Istana Mangkunegaran dan kenegaraan, serta memeriahkan acara resepsi perkawinan.

Yang tadinya hanya dimainkan oleh satu penari saja, kini tarinan ini dibawakan oleh beberapa penari untuk menambahkan unsur blocking panggung sehingga mempertunjukkan kelompok tari yang lebih besar.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Selain Tari Gambyong Pareanom, ada juga Tari Gambyong Pangkur.

Artikel terkait: Sejarah dan Filosofi Dua Tari Tradisional Bali, Kecak dan Legong

Inti Gerakan Tari Gambyong

Secara umum tari daerah ini terdiri dari tiga bagian gerakan, yakni: awal, isi, dan akhir yang dalam istilah tari Jawa gaya Surakarta disebut dengan istilah maju beksa, beksa, dan mundur beksa.

Pertunjukkan tari dimulai dengan tanda alunan gendhing pangkur sebagai nyanyian awalan untuk mengundang penari naik ke atas panggung. Setelah itu si penari menari dengan tempo pelan, lemah gemulai, luwes dan menunjukkan ekspresi wajah yang kenes dan anggun dengan senyuman indah, sebagai gambaran kelembutan dan keindahan seorang wanita.

Pusat dari keseluruhan tarian ini terletak pada gerakan kaki, lengan, tubuh, dan juga kepala. Selain itu, ciri khas utamanya ada pada gerakan kepala dan tangan. Saat menari, pandangan mata harus selalu mengiringi atau mengikuti gerakan jari-jari tangan. Bersamaan dengan itu gerakan kaki pun harmonis mengikuti iringan alunan musik.

Para penari mengenakan busana dari kain batik yang diwiru, kemben atau angkin dengan corak pelangi atau jumputan (sebagai penutup bagian dada dan bagian atas dada, terbuka), dan sampur atau selendang (yang disampirkan pada bahu kanan). Secara keseluruhan menggunakan konsep warna bernuansa kuning dan hijau sebagai simbol kesuburan dan kemakmuran.

Sumber: Instagram @panglembara

Rambutnya digelung, mereka menggunakan perhiasan cundhuk jungkat dan cundhuk mentul, serta gelang, kalung, dan subang. Tak lupa aksesori berupa untaian bunga melati yang dililitkan ke leher hingga ke pinggul.

Nah, itu tadi penjelasan mengenai Tari Gambyong, Bunda. Semoga tari tradisional ini bisa tetap lestari.

Baca juga: