Persoalan Pilkada Jakarta memang seolah menjadi urusan semua orang. Tak terkecuali orang di luar Jakarta, bahkan anak-anak yang belum punya hak pilih. Buktinya, seorang anak kelas 4 SD mendapatkan surat kaleng tentang Pilkada Jakarta yang sedang hangat di media.
Meningkatnya tensi politik di kalangan masyarakat memang menjadi sebuah tanda meningkatnya kesadaran politik. Namun, hal itu berjalan beriringan dengan tersebar luasnya hoax, ujaran kebencian, sampai pemutusan hubungan kekerabatan.
Seorang ayah bernama Kika Syafii mengunggah sebuah foto surat kaleng yang ditujukan kepada anaknya, Alia. Surat kaleng tentang Pilkada Jakarta tersebut berisi peringatan dan kebencian yang sangat jauh dari topik anak-anak.
Awalnya, pengirim surat memang tidak diketahui identitasnya. Namun, kini identitasnya sudah diketahui dan Kika tidak ingin memperpanjang urusan tersebut. Ia juga menolak untuk membuka identitas pengirim surat kaleng tersebut demi melindungi pelaku yang masih anak-anak.
Berikut unggahan Facebook Kika soal surat kaleng tentang Pilkada Jakarta yang sempat viral di media sosial ini:
Surat kaleng tentang Pilkada Jakarta
Intimidasi Menyerang Anakku.
Update:
Pengirim suratnya sudah ditemukan, bukan teman sekolah namun teman main di komplek. Sempat dibalas sama anakku dengan tulisan, “S****, aku tidak seperti yang kamu pikirkan”. Dan tak berapa lama, anakku mendapat jawaban yang lebih sadis lagi. Kalimat umpatan binatang berkaki empat.
Anak saya pun berhenti, baginya yang penting sudah usaha untuk tetap baik. Dan saya pun berniat untuk menutup baik-baik masalah ini, masalahnya biar diselesaikan oleh orang tuanya. Anakku urusanku.
Saya sengaja tidak mempublikasikan lokasi dan bahkan nama, karena menurut saya ini jalan yang terbaik. Saya tidak ingin teman anakku ini jadi hujatan orang-orang di dunia maya. Dia cuma anak-anak.
Sebagai orang dewasa, kita patut sadar untuk membangun anak-anak tanpa kebencian. Namun terkadang (sering juga saya temui), yang muncul justru “hujatan” untuk membenarkan ketidaksepakatan terhadap perilaku tersebut.
Sekali lagi, tolong jangan gunakan tulisan saya tentang intimidasi ini untuk memuaskan “emosi” terhadap pihak lain. Look at yourself, sudah bersihkah diri sendiri dari kebencian?.
Sikap dan perilakumu dalam mendukung sesuatu, menunjukkan kebaikan yang kamu dukung. Cinta dan kasih sayang terhadap sesama, selalu dimulai dari diri sendiri dan keluarga. Sebarkan kedamaian.
Salam.
————————-||||
Anakku dapat surat kaleng. Isinya begini:
Untuk Alia
Bukan nyinggung, harus ngerti.
1. Alia kamu itu isbomuka = islam bodoh munafik kafir
2. Kamu kan bela Ahok sama aja kamu hina al qur’an
3. Kamu itu munafik,
Munafik =
1. tidak taat pada allah
2. Kamu kelihatannya seperti kristen
3. Sering bohong untuk dibela
4. Kamu kalau dikasih jalan lurus malah belok
5. Gak tahu diri
6. Baca al quran sana
4. Sengsara lo di akhirat! Gaga gugu didepan allah nanti masuk neraka, kagak didoain masuk syurga!
Solat deh yang bener, zikir!!
—-ll
Surat ini entah dari siapa, sedih bacanya dan sangat menyedihkan. Kebencian ditanamkan sejak dini. Tidak bisakah dipahami bahwa semua ini sekedar politik untuk sebuah daerah?
Sekali lagi, ini hanya politik. Politik merupakan salah satu jalan untuk membangun bersama-sama dengan cara mengedepankan hasil-hasil tertentu yang sudah disepakati sesuai aturan. Terlalu besar ruginya jika harus mengorbankan keberagaman dan persatuan.
Politik sangatlah dinamis, sangat dinamis. Di Jakarta menggeliat kalimat “Muslim tolak pemimpin non Muslim”. Di daerah Maluku sana, sebuah kabupaten dengan 98% penduduk muslim, seorang non muslim berhasil duduk jadi kepala daerah yang bahkan didukung oleh partai yang sama dengan partai yang selalu teriak tolak pemimpin non muslim di Jakarta.
Saya selalu mengatakan pada anakku, bahwa segala urusan yang kamu belum waktunya untuk tahu, maka sebaiknya tidak ikut bicara. Saya ulang kalimat itu untuk meyakinkan diri apa sebenarnya yang terjadi, sampai ada surat seperti itu.
“Selama ini kakak hanya menolak untuk membenci, itu saja kok Pi,” kata Kakak Pertama.
Kami sering mendiskusikan Ahok hanya karena hasil kerjanya yang benar-benar kami rasakan. Seperti contoh kecil, membuat KTP atau surat domisili, hanya 5 menit dan tanpa pungli sama sekali.
Saya tekankan pada anak-anak untuk memahami dan mengerti hasil kerja orang. Suka atau tidak suka terhadap orang tersebut, kita harus belajar jujur untuk menilai hasil kerjanya.
Masalah agama termasuk neraka dan surga, selalu saya katakan bahwa itu urusan Allah SWT. Itu hak penuh dari Gusti Allah, tak ada satupun manusia punya hak mewakilinya.
Kita dilahirkan di dunia ini hanya untuk memperbaiki diri, berbuat baik dan berbuat baik. Karena Nabi Muhammad sendiri diturunkan untuk memperbaiki akhlak manusia, bukan mengislamkan manusia.
Bagi Allah tidak ada sesuatu yang muskil untuk dilakukan. Membuat seisi dunia jadi orang Arab dan beragama Islam, bisa dalam sekejap mata.
“Nak, pahamilah bahwa di dunia ini rahasia Allah tak terbatas. Sangat tidak terbatas dan tidak punya batas. Tugas kita yang bodoh ini untuk terus belajar, jangan pernah berhenti untuk terus merasa bodoh”, sembari aku peluk Kakak Pertama yang kelihatan menahan emosi.
Saat dihubungi oleh penulis theAsianparent, Kika menjelaskan bahwa keadaan psikologis anaknya paska intimidasi tersebut baik-baik saja, “Saya dan Ibunya memberikan dukungan serta memberinya pengertian untuk tetap berbuat baik, apapun ucapan teman,” jelasnya.
Kika menjelaskan bahwa sebenarnya Alia sempat mengalami shock. Hal itu ia ketahui saat memperhatikan ucapan dan gerak gerik tubuh anaknya yang bergetar menahan marah.
Namun ia bersyukur bahwa keadaan tersebut tidak berlangsung lama, “Alhamdulillah, dirumah saya, berlaku ketentuan bahwa marah tidak boleh lebih dari 1 jam.”
Kika mengakui bahwa persoalan Pilkada ini membuat semua orang membahasnya, termasuk anak-anak. Entah ini dari media ataupun memang diajarkan oleh orangtua masing-masing di rumah.
“Memang terjadi friksi tentang kafir mengkafirkan seputar kepemimpinan di teman-teman sekolahnya, namun saya dan istri melarang anak saya untuk ikutan,” terang pemilik blog kikasyafii.com ini.
Ayah pemegang KTP DKI Jakarta yang bertempat tinggal di Bekasi ini juga menerangkan bahwa di kalangan anak-anak sekitar, pembahasan mengenai pemerintahan memang beberapa kali terdengar. Misalnya, ketika anaknya membicarakan dengan temannya bahwa keluarganya menyukai perubahan-perubahan yang terjadi semenjak DKI dipimpin Jokowi dan Ahok.
Tetapi, Kika selalu menekankan pada anaknya untuk tidak membicarakan apa yang tidak diketahui atau belum saatnya tahu. Siapa sangka bahwa pembicaraan sederhana anak-anak soal pemerintahan membuahkan surat kaleng tentang Pilkada Jakarta seperti ini.
Kami sudah mencoba menghubungi tim pasangan calon urutan tiga Anies-Sandi untuk menanggapi ini melalui asisten Anies Baswedan maupun melalui ketua tim Media Center Salam Bersama Firman Yusak. Namun, hingga tulisan ini diterbitkan, belum ada tanggapan apapun dari mereka.
Semoga surat kaleng tentang Pilkada Jakarta ini hanya terjadi sekali ini saja. Jangan sampai, kebencian seputar politik ikut menjangkiti anak-anak. Mari jauhkan anak-anak kita dari membenci hal yang tidak diketahuinya.
Baca juga:
Jelang Putaran Kedua, Simak Program Ahok-Djarot & Anies-Sandi Soal Perempuan dan Anak ini
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.