Inilah surat cinta untuk putriku… surat yang kutulis dengan segenap hati untuk sosok yang paling berharga di hidupku.
***
Surat Cinta untuk Putriku
Saat dunia mempertanyakan keadaanmu dan aku tak mampu bahkan untuk membuka mulut membelamu, kau tunjukkan padaku dengan caramu seolah mengatakan, “Aku baik-baik saja Ibu, aku bahagia dalam rahimmu dan aku tumbuh sempurna seperti harapanmu. Tenanglah Ibu tak perlu risau dengan semua ocehan orang disekitarmu, cukup yakinlah bahwa aku bahagia tumbuh dengan sempurna dan sama tak sabarnya denganmu menunggu waktu terbaik kita untuk bertemu.”
Saat semua orang meragukan kemampuanku mengandungmu, meributkan ukuran perutku, berat badanku, kau juga selalu menghiburku dengan tendangan kecilmu, meredakan tangis gelisahku dengan getaran-getaran manismu, menenangkanku dan meyakinkanku bahwa kamu benar ada di sana dan tumbuh bersamaku.
Saat pertama aku mendengar gaduh detak jantungmu dari alat USG, saat itulah aku tahu jatuh cinta. Bahkan tak perlu harus bertemu lebih dulu karena hanya dengan tahu kamu bersamku, hatiku semakin mencintaimu.
Ini adalah cinta untuk putriku. Dirimu yang akan selalu ku sayang sepanjang hidupku.
Dulu aku tak percaya ada cinta semacam itu, bagaimana mungkin jatuh cinta tanpa bertemu bahkan belum melihat rupamu? Namun kini aku tahu cinta Ibu memang semurni itu, tidak ada yang bsia mengerti cinta seorang Ibu bahkan Ibu itu sendiri.
Hari di mana aku menunggumu berharap kamu akan datang lebih cepat dari prediksi doktermu menjadi hari terpanjang seolah aku sedang menunggu hujan dimusim kemarau panjang. Memeluk baju kecilmu sebagai penghibur dan pengantar tidur. Berharap bermimpi bertemu denganmu. Berharap kau tahu dan akan segera menemuiku.
Saat kamu melewati hari perkiraan kelahiranmu aku mulai risau dan bertanya mengapa? Apa yang salah dan apa yang kurang dari perjuanganku?
Setiap doa dan air mata selalu aku tumpahkan, mengadu kepada Tuhan, memohon kemurahanNya semoga segera mempertemukan kita. Memohon ampun atas dosaku dan izinNya agar aku dapat segera memelukmu, sebelum batas toleransi doktermu.
Saatnya Tiba, Hari Kelahiranmu
Lalu hari itu tiba. Hari dimana dokter berkata kamu kehilangan sebagian besar pelindungmu, bumi seolah terbelah dan ingin menelanku, andai ku bisa ingin segera aku memelukmu menjadi pelindungmu namun nyatanya yang bisa kulakukan hanya menumpahkan air mata dan bertanya aku bisa apa, adakah pilihan lain yang ku punya selain memaksamu segera melihat dunia.
Aku ingin menunggumu, menunggu keinginan dan waktumu bertemu denganku, namun aku tahu keegoisanku akan membahayakanmu.
Induksi menjadi pilihan pertama, perlahan namun pasti ku hitung waktu yang berputar berharap kau segera mendengar panggilanku dan meresponnya untuk datang menyambut pelukanku. Entah berapa botol obat itu, entah betapa sakitku, entah berapa doa dan usaha yang ku coba, tetap membuatmu bergeming. Dan hari ketiga menjadi batas toleransi tubuhku atas rasa sakit itu.
Setelah perjuangan berhari-hari menahan sakit yang bahkan tak bisa kubayangkan ada bentuk rasa sakit seperti itu, tibalah saat di mana aku harus memilih, memaksakan egoku untuk melahirkan normal atau segera menyelamatkan kita berdua dengan melahirkan secara caesar.
Mimpiku hancur, harapanku musnah, hatiku remuk, aku takut, sangat takut, begitu ketakutan. Melihat ayahmu menandatangani surat persetujuan operasi membuatku seolah melihatnya mengantarku ke ujung maut. Aku berharap ada keajaiban hadir membuatmu tiba-tiba datang dari jalan yang seharusnya ku harapkan. Tapi tidak, aku tak seberuntung itu.
Tiga puluh menit adalah waktuku menunggu segala persiapan, tanpa puasa ataupun prosedur lain yang seharusnya. Aku memasuki ruangan itu, sendirian tanpa seorangpun yang ku kenal, padahal ada banyak anggota keluarga di situ, tapi aku hanya bersama para orang asing yang siap membelah perutku.
Di dalam ruangan yang amat sangat dingin, entah karena aku demam, entah karena ruangan itu penuh pendingin udara atau hanya karena aku ketakutan. Entahlah, yang ku tau aku ingin segera keluar bersamamu.
Setelah kelahiranmu, aku bahkan tak bisa langsung bertemu denganmu karena kau harus masuk ruangan itu bersama teman-temanmu, karena kau sempat menegak air ketubanmu yang ternyata telah keruh karena sudah mulai tercemar.
Ah, andai saat itu aku tak menekan egoku untuk segera mengeluarkanmu mungkin aku akan menyesal seumur hidupku. Segaris luka bekas sesarku takkan ada artinya jika dibanding dengan nyawa dan keselamatanmu.
Tiga hari berlalu hingga akhirnya aku bisa melihatmu, melihat segala kesempurnaan itu. Ingin ku maki mereka yang meragukan kita dan berkata putriku baik-baik saja dan luar biasa sempurna.
Ingin ku bungkam mereka dengan menunjukkan betapa cantik putri kecilku. Aku tahu ini adalah awal dari perjalanan panjangku sebagai seorang Ibu. Tapi saat menatap matamu aku tahu bahwa aku bahkan sanggup melawan dunia jika itu untukmu. I love you.
Surat cinta untuk putriku ini kutulis untuk mengingat apa yang kurasakan menjelang engkau bisa kudekap dengan erat
Ditulis oleh Inna Aniyati, VIPP Member theAsianparent ID
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.