Kota Surabaya tengah menjadi sorotan lantaran disebut sebagai zona ‘hitam’ penyebaran Virus Corona. Pasalnya pada situs infocovid19.jatimprov.go.id, Kota Surabaya tampak berwarna hitam, sementara beberapa wilayah lain dengan berwarna merah.
Jawa Timur memang menjadi salah satu provinsi dengan jumlah kasus infeksi Virus Corona terbanyak di Indonesia. Kota Surabaya pun menjadi wilayah dengan penularan COVID-19 paling tinggi.
Mengutip laman Detik, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menjelaskan peta tersebut sebenarnya menunjukkan warna merah tua, bukan hitam. Hal ini diakibatkan banyaknya laporan terkait jumlah kasus COVID-19 di wilayah tersebut.
“Kemudian ada yang menanyakan mengapa warna (di peta) kok ada yang hitam. Itu bukan hitam tapi merah tua. Seperti Sidoarjo yang angka kasusnya 500 sekian merah sekali, kalau angkanya dua ribu sekian (seperti di Surabaya) merah tua,” kata Khofifah.
Berdasarkan legenda dari peta di situs, warna merah tua diberikan untuk wilayah yang memiliki lebih dari 2.049 kasus COVID-19. Hingga Rabu (3/6) angka konfirmasi penularan COVID-19 di Surabaya mencapai 2748 orang sehingga pada peta, kota tersebut diberi warna merah tua.
Surabaya zona hitam virus Corona, butuh 2 bulan untuk kembali hijau
Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menjelaskan bahwa Kota Surabaya harus sudah sangat serius merespons penanganan Covid-19. Selain itu, masyarakat, semua instansi dan pemangku kepentingan juga harus dilibatkan dan terlibat aktif menurunkan angka positif Covid-19.
“Karena bila tidak, bukan mustahil dalam waktu 2-3 minggu ke depan, situasi di Surabaya akan menjadi chaos,” kata Dicky dilansir Kompas (3/6/2020)
Dicky mengungkapkan, dalam menilai suatu wilayah yang mengalami peningkatan dari hijau ke merah, selalu dilihat pada strategi utama menghadapi pandemi. Adapun strategi yang dimaksud yakni testing, tracing dan isolasi.
“Terjadinya peningkatan ini tentunya ada kelemahan di antara tiga strategi utama tadi,” ujarnya.
Oleh karena itu, Dicky berpesan agar segera dilakukan peningkatan jumlah testing dan melacak populasi yang dianggap berisiko tinggi. Misalnya, terhadap orang lanjut usia, orang sakit, anak-anak, dan juga terhadap ibu hamil.
Artikel terkait: 130 Anak Terinfeksi COVID-19 di Jatim, 50 di antaranya Balita
Sementara itu, Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Dr dr Tri Yunis Miko Wahyono, MSc, menjelaskan daerah yang dinyatakan zona ‘hitam’ butuh waktu lama untuk kembali ke zona hijau.
“Perkiraan saya butuh satu setengah bulan atau dua bulan bisa ke hijau untuk Surabaya,” jelas dr Tri dilansir Detik (3/6/2020).
Surabaya sebagai wilayah dengan zona ‘hitam’ tak bisa kembali ke hijau dalam waktu singkat. Perlu pengurangan bertahap ke merah terlebih dahulu sebelum menjadi zona kuning kemudian dinyatakan aman atau zona hijau.
Bagaimana caranya agar Surabaya bisa kembali ke zona hijau?
Dr Tri mengungkapkan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk merubah Surabaya dari ‘zona hitam’ kembali ke hijau.
“Jadi kalau Surabaya hitam itu karena insidennya banyak di Surabaya, oleh karena itu caranya ya harus mengurangi ke merah, mengurangi ke kuning, kemudian baru ke hijau. Jadi nggak bisa kita dari hitam langsung ke hijau, atau ke biru,” tuturnya.
Upaya yang perlu dilakukan di Surabaya
1. Mal ditutup
Menurut dr Tri, tahapan pertama yang penting dilakukan adalah dengan menutupnya mal-mal di Surabaya. Hal ini penting untuk memaksimalkan pencegahan penyebaran virus Corona COVID-19.
“Jadi yang harus dilakukan di Surabaya mal-malnya ditutup, karena sekarang mal Surabaya masih buka dengan insiden kasus (Corona) yang masih banyak,” jelas dr Tri.
Artikel terkait: Ringankan beban warga Surabaya di masa pandemi, Risma gratiskan tagihan PDAM
2. PSBB yang ketat
“Fokus pada daerah atau RW, kelurahan kecamatan, yang banyak kasusnya. Kalau kasusnya benar-benar diisolasi, tidak keluar rumah begitu, jadi pastikan kasus yang ada di kelurahan atau kecamatan yang banyak kasusnya terisolasi,” lanjut dr Tri.
dr. Tri menyarankan agar benar-benar membatasi aktivitas warga yang keluar jika tidak dalam keadaan mendesak atau apapun.
3. 80 persen atau 70 persen orang kerja di rumah
Penerapan PSBB yang ketat bisa dikatakan efektif jika jalanan sudah terlihat sepi dan sebagian besar warga bekerja dari rumah.
“Kalau 80 persen atau 70 persen orang kerja dari rumah dan jalanan sepi. Itu (kasus Corona) nggak akan berkurang dari hitam ke hijau kalau penerapan PSBBnya nggak ketat, jadi jangan main-main begitu,” pungkasnya.