Beasiswa di negeri orang hanya untuk orang kaya nampaknya harus Anda buang jauh-jauh mulai detik ini. Seorang Siska Hamdani, anak tukang jahit asal daerah telah membuktikan bahwa hal itu sepenuhnya salah.
Kisah Siska Hamdani Sukses Berkarir di Luar Negeri
Terlahir di keluarga sederhana dan dihadapi pada keterbatasan ekonomi menjadi makanan sehari-hari Siska. Hebatnya, Siska tidak patah arang. Sebuah mimpi ia tancapkan kuat dalam hidupnya, yakni bersekolah setinggi mungkin.
Diketahui, Ayah Siska berprofesi sebagai seorang penjahit di kampung halamannya Nagari Guguk, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok. Otak cemerlang sudah dimiliki Siska sejak bangku SD, juara umum selalu sukses diraihnya.
Hal itu bergulir hingga ia melanjutkan sekolah ke bangku SMP, ia berhasil menggapai juara umum dan sering mengikuti lomba P4 tingkat provinsi dan lomba pidato Bahasa Inggris.
Berkat kecerdasannya, Siska pun mendapat kesempatan bersekolah ke Padang, yakni Sekolah Menengah Analisis Kimia Padang (SMAKPA). Di sini, Siska mendapatkan beasiswa gratis uang SPP karena meraih juara umum sejak catur wulan III.
Sayangnya, cemooh banyak ia dapatkan. Siska dinilai anak tidak tahu diri karena bersekolah ke Padang. Mereka menilai biaya sekolah di Padang mahal, sementara orang tuanya tidak mampu.
“Ada beberapa orang kampung yang mencemooh orangtua saya. Mereka bilang ke orangtua saya, kalau saya tidak tahu diuntung sekolah di SMAKPA, karena di SMAKPA itu biaya sekolahnya mahal.
Artikel terkait: Inspiratif, Cara Raditya Dika dan Ryan Delon Dekatkan Anak dengan Hewan Peliharaan
Tapi orangtua tidak menjawab apa kata orang itu, dan mereka yang mencemooh itu juga tidak tahu kalau saya dapat beasiswa full sejak tahun kedua”, ujar Siska.
Tamat, Siska pun tekun lalu melanjutkan kuliah ke Akademi Teknologi Industri Padang (ATIP). Di kampus ATIP Siska juga mendapatkan beasiswa semester gratis dari Bumi Asih karena meraih nilai IP rata-rata 3,98 hingga 4,0. Otak encernya membuatnya bisa menyelesaikan kuliah hanya dalam waktu 2,5 tahun!
Setelah tamat dari ATIP, ia banyak mendapat nasihat dari orang-orang hebat yang merupakan akademisi di Unand. Sebut saja Prof Novesar Jamarun, yang pernah menjadi Pembantu Rektor I Unand 2006-2010, dosen jurusan kimia Unand Zam Sibar dan almarhum Rusdi Jamal yang pernah menjadi Wakil Rektor I Unand.
“Mereka menyarankan saya untuk melanjutkan kuliah ke Universitas Gadjah Mada. Dengan senang hati, saya pun kemudian mengikuti saran tersebut,” sambungnya. Apa daya, upaya Siska untuk bisa kuliah terbentur masalah ekonomi.
Penghasilan yang Ayah Siska dapatkan hanya cukup untuk biaya kebutuhan sehari-hari keluarga sekaligus untuk biaya sekolah dua orang adiknya. Selalu ada jalan, tiga temannya yang saat itu bekerja di Jakarta meminjamkan uang sebagai biaya masuk UGM.
Sudah masuk sebagai mahasiswa baru jurusan Kimia Fakultas MIPA UGM, lagi-lagi Siska terbentur masalah ekonomi karena ketiadaan uang membayar biaya kuliah memasuki tahun kedua. Orang tua sempat mengajukan permohonan bantuan ke pemerintah setempat, sayangnya hasilnya nihil.
“Papa begitu sedih saat itu. Saya di tanah rantau ketika itu juga panik memikirkan uang kuliah. Setiap hari saya berdoa kepada Allah SWT agar diberi kemudahan,” ujarnya. Dengan tangan semesta, Siska berhasil mendapatkan beasiswa dari PT Semen Padang sehingga ia pun berhasil menyelesaikan pendidikannya.
Artikel terkait: Jungkook dkk di UNGA PBB 2021, Ini 10 Kutipan Inspiratif BTS untuk Generasi Muda
Dapat Beasiswa di Luar Negeri
Usaha tidak pernah mengkhianati hasil layak disematkan pada Siska. Setamatnya dari UGM, Siska pun diterima bekerja di Buckman Laboratories (Asia) Pte Ltd, sebuah perusahaan multi internasional asal Amerika.
Oleh perusahaan, ia ditempatkan sebagai Sales Technical Support untuk PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau selama enam bulan. Kehidupannya berubah ketika di pertengahan 2005, tawaran beasiswa beruntun untuk melanjutkan S2 menghampiri dirinya.
Antara lain beasiswa program inpex scholarship di Jepang, beasiswa France Excellence di Ecole Nationale Supérieure de Chimie de Montpellier, juga beasiswa dari Buckman Laboratories di Mervis, Amerika.
Dengan memantapkan hati, Siska Hamdani memilih beasiswa France Excellence dengan alasan keahlian kimia di Prancis sangat terkenal di dunia. Siska juga berkeinginan belajar bahasa Prancis karena kala itu kemampuan bahasa Inggrisnya sudah fasih.
Beasiswa France Excellence tidak mudah untuk didapatkan. Program itu hanya diberikan kepada 150 orang di dunia dan dirinya merupakan satu-satunya perwakilan Indonesia pertama yang mendapatkan beasiswa tersebut.
Artikel terkait: Inspiratif, 7 Artis Ini Berdedikasi Jadi Aktivis Lingkungan Hidup
Saat menerima beasiswa, ia malah sempat dicemooh oleh seseorang dari lembaga Prancis yang bekerja untuk membantu mahasiswa Indonesia. Kala itu, ia diharuskan les bahasa selama enam bulan tetapi ditolaknya dengan alasan biaya.
“Mereka juga tidak tahu kalau saya dapat summer class selama dua bulan belajar Bahasa Prancis yang biayanya ditanggung oleh Pemerintah Prancis,” sambung Siska.
Setelah menyelesaikan program master di Ecole Nationale Supérieure de Chimie de Montpellier dengan skala 18,5 dari 20, pada 2007 Siska melanjutkan program PhD bidang polimer untuk kabel tegangan tinggi di Université Montpellier II.
Ia menulis disertasi tentang silikon untuk aplikasi pada suhu tinggi seperti kabel keamanan. Bahkan, di Université Montpellier II, penelitian dasar terkait pengisian mineral, mekanisme tahan api juga telah dipatenkan dan dipublikasikan.
Selama belajar di Prancis, Siska berhasil merampungkan lima buah buku dan mematenkan beberapa hak. Adapun program doktoral itu juga beasiswa dari salah seorang Rusia yang tertarik dengan inovasi terbaru besutan Siska.
Tetap Menjadi Warga Negara Indonesia
Setelah menyelesaikan program PhD pada 2011, Siska kemudian diangkat menjadi asisten dosen di laboratorium Université Montpellier II. Sepanjang kurun waktu 2014-2015, Siska menjadi asisten dosen Ingénierie des Matériaux Polymères à l’INSA de Lyon, yang merupakan pusat polimer nomor satu di Prancis.
Sejak Oktober 2018 sampai hari ini, Siska Hamdani bekerja di Électricité de France S.A (EDF), sebuah perusahaan utilitas listrik di Prancis.dan ditempatkan sebagai spesialis polimer di Edvance yang merupakan anak perusahaan EDF.
Perihal hubungan percintaan, Siska telah menikah dengan ahli IT di perusahaan Saint Gobain untuk Aerospace bernama Jerome pada Desember 2009 di kampung halamannya. Siska dan suami dikaruniai dua orang anak.
Kendati telah bermukim belasan tahun di Prancis, sampai sekarang Siska masih berstatus sebagai Warga Negara Indonesia.
“Sampai sekarang saya masih megang paspor hijau. Meski lama di Prancis dan anak saya juga sudah sekolah di Prancis, sampai sekarang tidak terpikir untuk menjadi warga negara Prancis karena kalau menjadi warga negara Prancis, status sebagai WNI akan hilang.
Tapi sebaliknya, di Prancis seorang WNI tidak akan berpengaruh kalau lama-lama menetap. Saya di Prancis bayar pajak, dan saya juga punya kartu residence Prancis yang masa berlakunya 10 tahun. Kok aneh juga rasanya kalau kita pulang kampung ke Indonesia tapi minta Visa”, tukas Siska.
Ayah Siska, Yulizar mengaku bersyukur dan bangga atas kesuksesan anak sulungnya itu. Ia mengungkapkan, awalnya terasa berat melepas Siska kuliah ke Prancis, namun karena tekad anaknya untuk melanjutkan pendidikan sangat kuat, mau tidak mau ia sebagai orangtua tentu harus memberikan izin.
“Apalagi ini untuk masa depannya Siska. Karena bagi saya sebagai orangtua, kami tidak ingin anak-anak hidup susah. Cukup kami sebagai orangtua yang merasakannya,” tutur Yulizar.
Kesuksesan yang diraih Siska kini turut dirasakan oleh keluarganya di kampung. Siska telah memberangkatkan kedua orangtuanya naik Haji ke Mekkah pada tahun 2010 juga ikut membantu membiayai kuliah adik bungsunya bernama Andam Sari (27) di UGM.
“Ibaratnya, Siska ini pambangkik batang tarandam (membangkitkan marwah/kehormatan) di keluarga. Karena berkat kerja kerasnya, adiknya juga bisa kuliah ke UGM. Alhamdulillah juga memberangkatkan saya pergi Haji. Bahkan, Siska juga merenovasi rumah di kampung,” pungkas Yulizar.
Dari kisah Siska Hamdani, kita bisa belajar bahwa privilege seharusnya tidak menjadi alasan untuk semua orang mencapai impian. Cita-cita siapa saja bisa terwujud asalkan ada niat dan perjuangan.
Baca juga:
Inspiratif! 5 Fakta Irene Nikkein, Perempuan Indonesia yang Jadi Bos Rolls Royce Asia
17 Perempuan Ini Berhasil Bangun Kerajaan Bisnisnya, Kisahnya Inspiratif!
Haru! Ini 6 Kisah Inspiratif Pemulung hingga Pengayuh Becak Berkurban