6 Fakta Sarah Gilbert, Pembuat Vaksin Astra Zeneca yang Keputusannya Mengejutkan Dunia

Sarah Gilbert memimpin tim pengembang vaksin AstraZeneca. Ia tidak mengambil hak paten atas vaksin tersebut sehingga harganya menjadi murah dan terjangkau.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Nama Sarah Gilbert tengah viral setelah menghadiri pertandingan Novak Djokovic melawan Jack Draper dalam ajang Wimbledon 2021. Pasalnya, dalam acara tersebut, para penonton memberikan standing ovation kepada Sarah Gilbert. 

Selain merupakan sosok di balik pengembangan vaksin di AstraZeneca-Oxford University, Sarah Gilbert juga memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi terkait hak paten vaksin AstraZeneca yang diciptakannya.

Siapa Sarah Gilbert dan apa saja fakta-faktanya dari sosok yang tengah menarik perhatian? Mari simak selengkapnya berikut ini seperti dilansir dari berbagai sumber.

1. Sarah Gilbert Seorang Ahli Vaksinologi

Seperti dikutip dari Shethepeople, Prof Sarah Catherine Gilbert merupakan ahli vaksinologi dari Jenner Insttute & Nuffield Department of Clinical Medicine, Oxford University. 

Dalam pengembangan vaksin COVID-19, perempuan kelahiran Northamptonshire, pada April 1962 itu menjadi salah satu formulator vaksin COVID-19 dari Oxford dan AstraZeneca.

Sarah meraih gelar sarjana ilmu biologi dari University of East Anglia, pendidikan doktoralnya ditempuh di University of Hull dalam bidang genetika dan biokimia.

Sarah kemudian mulai menekuni vaksinologi di Oxford, pada tahun 2004, dia menjadi profesor di Jenner Institute.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Artikel terkait: Ini Alasan Vaksin AstraZeneca Disetop Sementara, Masyarakat Jangan Termakan Hoax

2. Sarah Gilbert Memimpin Uji Coba Vaksin Ebola

Sebelum mengembangkan vaksin corona, AstraZeneca (AZ)-Oxford University,  Prof Sarah Gilbert lebih dulu mengembangkan dan menguji vaksin flu universal pada tahun 2011.

Dia juga sempat memimpin uji coba pertama vaksin Ebola, wabah yang sempat memburuk di Afrika, pada tahun 2014. 

Sarah juga memiliki peran yang sama pada wabah Middle East Respiratory Syndrome (MERS), sindrom pernapasan yang sempat merebak di wilayah Timur Tengah.

3. Awal Mula Mengembangkan Vaksin AZ

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Pada Desember 2020, Inggris menyetujui vaksin COVID-19 yang dikembangkannya bersama rekan-rekannya. 

Awalnya, Sarah mendapatkan ide untuk mengembangkan vaksin tersebut setelah China mempublikasikan kode genetik virus. 

Dalam pengembangan vaksin tersebut, Sarah mengaku mengetahui bahwa ada empat orang yang menderita pneumonia di China pada malam tahun baru 2020. 

Sarah kemudian langsung mengembangkan vaksin setelah menerima susunan patogen virus baru yang dikenal COVID-19.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Artikel terkait: Segera Digunakan di Indonesia, Apakah Vaksin COVID-19 Moderna Boleh untuk Ibu Hamil?

4. Tak Mau Meraup Keuntungan dengan Meninggalkan Hak Paten Vaksin AZ

Vaksin COVID-19 Oxford- AstraZeneca yang dikembangkan Sarah bersama dengan Oxford Vaccine Group telah mendapat persetujuan untuk digunakan di Inggris, pada 30 Desember 2020. 

Setelah mendapatkan persetujuan darurat dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), AstraZeneca menjadi salah satu vaksin yang paling banyak digunakan di dunia.

Meski vaksin ciptaannya telah digunakan banyak negara, Sarah tidak meraup keuntungan dari penjualan vaksin tersebut. Dia justru malah melepaskan hak paten atas vaksin tersebut.

Dia melakukannya agar dapat digunakan banyak orang untuk menangkal COVID-19. 

5. Keputusan Sarah Gilbert Membuat Harga Vaksin AZ Jauh Lebih Murah

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Keputusan Sarah Gilbert melepas hak paten vaksin COVID-19 yang diciptakannya untuk alasan kemanuasiaan membuat vaksin AZ jadi jauh lebih murah dibandingkan merek lain.

Berdasarkan laporan BBC, biaya produksi untuk satu dosis vaksin ini hanya berkisar USD4, sementara vaksin corona keluaran Moderna atau Pzifer harganya mencapai puluhan dollar AS. 

Kendati demikian, AZ tak kalah bagus dari merek-merek lain. AZ diketahui memiliki sejumlah keunggulan, seperti tidak perlu menyiapkan alat pendingin canggih untuk menyimpan vaksin. Sehingga vaksin corona ini dapat dinikmati pula oleh negara-negara yang tidak mempunyai fasilitas pendingin memadai.

Berdasarkan laporan Lancet, efikasi AZ mencapai 70% didasarkan atas analisis interim hasil uji klinis tahap tiga di dua negara, yakni Brasil dan Inggris. Diketahui standar efikasi minimal vaksin COVID-19 adalah 50%.

Meski begitu, efikasi atau kemanjuran vaksin AZ cukup tinggi hingga 92 persen, termasuk mampu mencegah varian Delta yang dianggap paling berbahaya. 

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Artikel terkait: Benarkah Vaksin Pfizer Dijual di E-Commerce Malaysia? Ini Faktanya!

6. Tak Mau Sendirian Dikenal Luas, Sarah Gilbert Memperkenalkan Seluruh Anggota Risetnya 

Sarah diketahui merupakan pimpinan tim riset khusus untuk mempercepat proses pengembangan vaksin COVID-19. Namun, dia tak mau sendirian mendapatkan apresiasi publik. 

Dalam video yang dirilis Deutsche Bank, Sarah justru dengan bangga memperkenalkan seluruh anggota tim risetnya yang berasal dari berbagai latar belakang. Dia juga menekankan pentingnya kompetensi yang dimiliki oleh setiap individu. 

Salah seorang tim risetnya diketahui seorang warga negara Indonesia (WNI) yang sedang menempuh studi doktoral di Inggris bernama Indra Rudiansyah.

Demikian 6 fakta menarik Sarah Gilbert yang mendapat standing ovation dalam ajang Wimbledon 2021 karena aksi kemanusiaan yang dilakukannya.

Baca juga:

id.theasianparent.com/tempat-vaksinasi-covid-19-gratis

id.theasianparent.com/jenis-vaksin-covid-19

id.theasianparent.com/lokasi-vaksinasi-covid-19-anak