RUU Ketahanan Keluarga ini menuai banyak kontroversi, apa saja?

Beberapa pasa dalam draf RUU Ketahanan Keluarga masih jadi polemik panjang.

Baru-baru ini draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga sontak menjadi perhatian publik. Bukan tanpa alasan, RUU Ketahanan Keluarga ini memang menui pro kontra dan mendapat banyak kritikan lantaran dianggap sudah memasuki ranah kehidupan pribadi warga negara.

Oleh karena itu, tak ada salahnya jika Parents juga memahami Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang dimaksud.

RUU Ketahanan Keluarga yang dianggap memasuki ranah pribadi suami istri

Beberapa pasal yang dinilai memasuki ranah privasi suami istri, salah satunya ialah mengenai kewajiban dan hak suami-istri dalam kehidupan perkawinan. Bahkan RUU itu juga mengatur secara khusus mengenai perasaan pasangan suami istri.

Pada pasal 24 ayat (1) menyebut suami istri punya kewajiban untuk menegakkan rumah rangga dan membina harmonisasi keluarga. Lalu pada pasal selanjutnya, suami istri diwajibkan untuk saling mencintai.

Pernyataan tersebut tertuang dalam pasal 24 ayat (2) RUU Ketahanan Keluarga, yaitu:

“Setiap suami istri yang terikat dalam perkawinan yang sah wajib saling mencintai, menghormati, menjaga kehormatan, setia, serta memberi bantuan lahir dan batin yang satu kepada yang lain.”

Sedangkan pada pasal 24 ayat (3), berisi tentang aturan kedudukan suami istri dalam perkawinan. Dalam RUU, ditetapkan kedudukan dan hak antara suami dengan istri yang seimbang dalam kehidupan rumah tangga.

Mengatur tentang kewajiban suami dan istri dalam perkawinan

Istri harus mengatur urusan rumah tangga

Banyak pro dan kontra pada pasal yang mengatur tentang kedudukan suami dan istri. Sebab pada pasal kewajiban seorang istri, dikatakan bahwa istri hanya mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. Padahal faktanya, banyak perempuan yang telah berumah tangga dan memiliki anak tetap memilih untuk bekerja untuk membantu perekonomian keluarga, atau dengan alasan lainnya.

Mari kita simak bunyi pasal mengenai kewajiban suami dan istri menurut RUU Ketahanan Keluarga.

Pasal 25 ayat (2) tentang kewajiban seorang suami dan istri

Ilustrasi seorang ibu rumah tangga

Lalu pada pasal 25 ayat (2) membahas kewajiban suami, yaitu (a) sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kesejahteraan keluarga, memberikan keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan bertanggung jawab atas legalitas kependudukan keluarga.

Kemudian (b), melindungi keluarga dari diskriminasi, kekejaman, kejahatan, penganiayaan, eksploitasi, penyimpangan seksual, dan penelantaran, (c) melindungi dan keluarga dari perjudian, pornografi, pergaulan dan seks bebas, serta penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, serta (d) melakukan musyawarah dengan seluruh anggota keluarga dalam menangani permasalahan keluarga.

Sedangkan kewajiban istri menurut RUU Ketahanan Keluarga, yakni (a) mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya, (b) menjaga keutuhan keluarga, serta (c) memperlakukan suami dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagaimana menurut Bunda pasal di atas ini?

Pasal dalam draf RUU Ketahanan Keluarga yang menuai kontroversi 

Selain pasal yang telah disebutkan di atas, masih ada beberapa pasal lainnya yang memimbulkan banyak tanda tanya oleh bebebepa pihak. Pasal yang dimaksud adalah :

1. Donor sperma dan ovum dapat dipidana

Tidak hanya menuai pro dan kontra, draf RUU Ketahanan Keluarga juga banyak menuai kontroversi, salah satunya mengenai donor sperma dan ovum yang tertuang dalam pasal 193.

Dalam pasal itu menyatakan setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan secara sukarela, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan, dipidana dengan pdana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500 juta.

Bila tindakan yang menyangkut hal ini melibatkan korporasi, maka korporasi juga bisa dijatuhi pidana denda paling banyak Rp 5 miliar. Tak hanya itu, korporasi juga bisa mendapat pencabutan izin usaha atau pencabutan status badan hukum.

2. Pidana tentang sorugasi atau sewa rahim

RUU Ketahanan Keluarga juga membahas tentang pidana surogasi atau sewa rahim

Pidana tentang hal ini tertuang dalam pasal 141 RUU Ketahanan Keluarga. Di dalamnya dinyatakan kalau setiap orang yang dengan sengaja melakukan surogasi atau menyewakan rahim untuk memperoleh keturunan dapat dipidana dengan idana penjara paling lama lima tahun dan denda Rp 500 juta.

Sedangkan pada pasal 142 menyebutkan kalau setiap orang yang dengan sengaja membujuk, memfasilitasi, memaksa dan atau mengancam orang lain agar bersedia melakukan surogasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) untuk memperoleh keturunan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tahun) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3. Rehabilitasi bagi LGBT

RUU Ketahanan Keluarga juga mengatur mengenai penyimpangan seksual atau yang berkaitan dengan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Trangender (LGBT).

Hal ini diatur dalam pasal 87, menyatakan bahwa setiap orang dewasa yang mengalami penyimpangan seksual, wajib melaporkan diri kepada badan yang menangani Ketahanan Keluarga atau lembaga rehabilitasi untuk mendapat pengobatan atau perawatan,

Lalu pada Pasal 88 disebutkan bahwa nantinya badan tersebut akan dibentuk oleh pemerintah. Tugasnya untuk memberikan rehabilitasi sosial, psikologis, media dan atau bimbingan rohani.

Pada Pasal sebelumnya, yaitu pasal 74 dikatakan kalau penyimpangan seksual merupakan salah satu sebab terjadinya krisis keluarga. Sehingga pihak keluarga wajib melaporkan anggotanya yang memiliki penyimpangan seksual ke badan yang menangani krisis keluarga, seperti tertuang dalam pasal 86.

Perlu diketahui, draf RUU Ketahanan Keluarga ini diusulkan oleh Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani dari Partai Keadilan Sejahtera, Sodik Mudjahid dari Gerindra, Endang Maria Astuti dari Golkar, dan Ali Taher dari Partai Amanat Nasional.

Sampai saat ini, draf RUU Ketahanan Keluarga ini masih menjadi perdebatan panjang dari berbagai pihak.

Bagaimana menurut Parents?

***

Referensi: CNN, Tempo

Baca juga

Sudah mantap ingin berpisah? Ini biaya cerai yang harus disiapkan