Sudah membaca berita atau melihat video yang memperlihatkan seorang anak yang dimarahi ibunya lantaran ia mendapatkan rangking 3?
Dalam video singkat yang akhirnya viral di sosial media ini terlihat kalau sang ibu begitu emosi, meluapkan kekesalan dan ketidakpuasan akan nilai yang telah didapatkan puterinya. Dengan nada tinggi, ibu tersebut terus bertanya pada anaknya yang terlihat menangis.
Viral video seorang ibu memarahi anaknya karena rangking tiga di sekolah
Memiliki anak yang berprestasi, mendapat nilai yang memuaskan di sekolah tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi Parents. Benar bukan?
Meskipun demikian, saat anak mendapatkan nilai di luar ekspkektasi, tentu saja tidak lantas menjadi pembenaran Parents untuk meluapkan kekesalan. Hingga memarahi, menyudutkan bahkan mengucapkan kalimat yang bisa melukai hati si kecil.
Belum lama ini, sebuah video viral memperlihatkan seorang ibu terdengar yang begitu emosi dan menggunakan nada tinggi menanyakan pada anaknya mengapa ia hanya mendapatkan rangking tiga.
Awalnya sang ibu meminta sang anak menyebutkan urut-urutan siapa saja yang menjadi rangking di kelasnya.
“Rangking satu Uni, rangking dua Meni, rangking tiga adek,” jawab sang anak.
Tidak puas dengan nilai anak
Namun seakan tidak puas dengan jawaban sang anak, ibu tersebut memintanya untuk menyebutkan nama peraih rangking ketiga.
“Adek siapa? Tanya ibu tersebut dengan nada emosi dan tinggi.” Dengan suara lirih, sang anak pun menyebutkan namanya sendiri.
Lalu ibu tersebut kembali nanyakan pada sang anak siapa urutan rangking pertama hingga ketiga. Ia juga menanyakan anak yang mendapatkan rangking keempat.
“Rangking empatnya? Tanyanya masih dengan nada tinggi.
Sang anak pun menjawabnya dan mengurutkan kembali anak yang pendapakan rangking pertama hingga keenam. Sayangnya ibu tersebut tetap membentaknya.
“Kenapa kamu cuma rangking ketiga? Kenapa bisa? Hah? Mengapa bisa?” tanya ibu tersebut.
“Ibu guru yang ngasih,” jawab sang anak gemetar ketakutan.
Ibu tersebut pun menanyakan kembali alasan mengapa anaknya tidak mendapatkan rangking satu dan kedua. Padahal dia selalu mendapatkan nilai 100 dan selesai mengerjakan ujian lebih cepat dibandingkan teman-temannya. Ia juga selalu masuk sekolah dan tidak pernah izin.
“Selalu ujian dapat 100, kenapa bisa kau juara 3. Kasih tahu saya apa alasanmu!” tegas ibu itu lagi.
“Bagaimana kelakuanmu di dalam kelas? Hah?!” tambahnya.
Gadis kecil yang masih menggunakan seragam sekolah dan memegang rapot ditangannya itu pun hanya bisa menangis tersedu-sedu mendengar teriakan dan bentakan sang ibu.
View this post on Instagram
Klarifikasi dan penyesalan sang ibu
Tak lama setelah video tersebut beredar, video tersebut langsung viral dan menjadi perbincangan di berbagai media sosial. Banyak di antaranya yang menyayangkan sikap sang ibu pada puterinya karena membentak sang anak karena rangking di sekolahnya.
Sang ibu pun kemudian membuat video klarifikasi. Dalam video tersebut, ia mengaku khilaf dan meminta maaf. Ia pun menandaskan kalau dirinya tidak akan membuat video seperti itu lagi.
“Di sini saya mau meminta maaf dan mengklarifikasi video saya yang kemarin. Itu hanya kekhilafan saya.
Jadi saya mau membuat permintaan maaf pada orang-orang yang bersangkutan, seperti bapak kepala sekolah SD, ibu wali kelas anak saya. Saya benar-benar tidak ada niat untuk membuat video yang memviralkan seperti itu. Saya mengaku salah, saya khilaf, saya minta maaf di sini,” ujarnya.
“Dan saya berjanji tidak akan mengulangi membuat video-video seperti itu lagi, terima kasih,” tambahnya.
View this post on Instagram
A post shared by Kabupaten Berau-Kaltim (@berauterkini) on
Nilai anak kurang memuaskan, ini yang perlu Parents lakukan
Menanggapi kasus tersebut, Agstried Elisabeth Piether Psikolog Anak dari Rumah Dendelion mengatakan bahwa ada beberapa penyebab mengapa orangtua bisa semarah ini kepada anak.
“Dari sekadar emosi sesaat, karena kondisi dia sedang tidak fit, atau baru mengalami kejadian tidak menyenangkan. Tapi bisa juga karena frustrasi yang disebabkan oleh anak tidak dapat memenuhi ekspektasi-ekspektasi tertentu,” ujarnya saat dihubungi tim theAsianparent, Senin (16/12/2019).
Lebih lanjut ia mengatakan, orangtua yang memiliki ekspektasi tertentu pada anak-anaknya memang tidak salah. Namun ia mengingatkan bahwa sebaiknya orangtua membuat ekspektasi tersebut sesuai dengan kemampuan dan kondisi anak.
Selain itu, perempuan yang akrab disapa Astrid itu juga mengingatkan bahwa nilai anak yang jelek sebenarnya tidak didapatkan secara tiba-tiba.
“Kalau kita ikuti masa studi anak-anak kita dan melihat nilai-nilainya, tugas-tugasnya, kemudian pemahamannya terhadap pelajaran tidak memuaskan. Itu adalah tanda-tanda kalau nilai rapotnya nanti tidak akan sesuai harapan. Jadi seharusnya bisa kita cari stateginya sejak awal,” katanya.
Bila orangtua tidak mengikuti masa studinya dan tiba-tiba nilai rapot anak jelek. Maka orangtua bisa berdiskusi bersama-sama guru dan anaknya.
“Kira-kira apakah penyebabnya. Apakah dia sudah berusaha dengan maksimal atau belum. Apakah dia sedang ada isu, awalnya nilainya baik-baik saja lalu ada penurunan. Jadi kita cek sama-sama,” jelasnya lagi.
Astrid juga menegaskan bahwa performa akademik sangat dipengaruhi psikologi anak. Semakin anak tertekan tentu saja kondisi psikologinya semakin tidak maksimal dan berisiko menurunkan hasil yang didapatkan anak.
Katanya, saat anak mendapatkan nilai yang tidak maksimal dan tidak sesuai dengan ekspektasi, tindakan memarahi anak bukanlah jalan keluar yang tepat.
“Kalau hanya dimarahi, bukan dibantu mencari strategi, maka anak akan semakin tertekan, akademiknya semakin menurun, dan relasi dengan orangtuanya juga semakin tidak baik. Jadi jangan dimarahin, marahin tidak akan menyelesaikan masalah dan mencari solusi. Ini tidak ada dampak positifnya sama sekali,” pungkasnya.
Baca juga
Tidak ingin anak jadi juara satu di sekolah, ini 4 pola asuh miliarder, Jack Ma
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.