Artis Rachel Amanda saat ini telah menjadi survivor kanker tiroid, ia pun menceritakan bagaimana perjuangan melawan penyakit yang dianggap mematikan pada theAsianparent Indonesia.
Bagi yang belum mengetahui bahwa Rachel Amanda pernah menderita penyakit kanker, tentu tidak akan menyangka. Pasalnya, jika melihat kondisi fisiknya sekarang, perempuan jebolan Universitas Indonesia jurusan Psikologi ini terlihat sangat bugar.
Dijumpai di acara peluncuran kampanye #KitaPercayaBerbagi yang digagas oleh GoApotik, Rachel Amanda menceritakan bagaimana ia berjuang melawan penyakit kanker tiroid. Ia mengaku, pada awalnya ia sempat begitu khawatir. Beruntung lingkungan terdekatnya, khususnya orangtua selalu memberikan dukungan dan membantunya.
“Pertama dengar kena kanker tiroid, ‘ah apaan tuh?’. Soalnya kan tiroid sendiri banyak yang nggak ngeh. Shock sudah pasti, mikirnya sudah yang aneh-aneh. Tapi ya itu, aku punya support system yang sangat baik, khususnya orangtua.”
Perempuan kelahiran 1 Januari 1995 ini pun menceritakan dirinya mendapat diagnosis kanker tiroid pada 2014.
“Dari pertama kali gejala keluar sampai aku operasi itu sampai setahun. Itu pun sebenarnya aku didorong sama mama. Aku, tuh, aslinya, kalau nggak di-push itu cuek banget, ‘Ah ya udah deh.’ Tapi namanya ibu kan, lebih sensitif,” ujarnya.
Dikatakan Rachel, ketika itu mamanya sudah melihat bahwa kondisi tiroidnya semakin membesar, ia pun mendorongnya untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Benar saja, ketika diperiksa tahun 2014 silam, dokter langsung menyarankan untuk dioperasi. “Dua minggu setelah operasi langsung keluar hasilnya. Diagnosisnya kanker tiroid. Besoknya langsung radiasi, kemudian di-scan. Alhamdulillah sekarang aku sembuh,” ujarnya sambil tersenyum.
Rachel Amanda selalu menghindari stres
Ketika ditanya apa yang membuatnya tetap semangat dan terus berjuang melawan kanker tiroid yang dideritanya, Rachel Amanda mengatakan salah satunya kuncinya adalah tidak boleh stres. “Harus bahagia,” tambahnya.
Tak hanya itu, ia menandaskan, “Bukan kemo, bukan obat, dan segalanya. Tapi menurut aku ini memang yang memang paling utama. Support system juga sangat ngaruh.”
“Bohong kalau orangtua aku nggak sedih. Tapi aku melihat orangtua aku selalu optimis, dari sana akhirnya aku juga malah lebih semangat dan optimis. Kebetulan aku juga tipe yang ndablek, jadi yang aku pikirkan, saat ini mesti gimana nih?
Waktu itu aku radiasi hanya satu kali, yang menggunakan sinar gama dan kebetulan, saat itu jenisnya papilari, jika dibandingkan dengan jenis lainnya, ibaratnya kanker tiroid aku ini stadium satu. Jadi dosisnya kecil.
Meskipun begitu, Rachel Amanda mengatakan bahwa dalam satu minggu ia disarankan untuk tidak dekat dengan orang lain dulu.
“Waktu menjalani pengobatan radiasi, aku diantar ayah. Tapi setelah aku minum obat, ayah yang ngerasa pusing. Jadi itu efeknya. Ketentuan dari dokter, piring harus sendiri, nggak boleh bersama-sama, handuk juga sendiri, nggak boleh dekat anak kecil dan ibu hamil karena mereka yang paling rentan untuk kena merasakan efek radiasi.”
“Tapi itu efeknya hanya seminggu. Mungkin karena dosis aku masih kecil. Bagi penderita yang stadium tinggi, ada juga yang memang harus diisolasi di rumah sakit.”
Menurut Rachel, saat ini sebenarnya dimudahkan dengan teknologi. Banyak baca, cari informasi di internet yang kredibel, kadangkala kalau cari informasi di internet banyak keluar yang serem.
“Aku juga cari support group di Amerika, jadi aku banyak tanya ke mereka. Saat pertama kali gabung, usia aku yang paling muda. Penderita kanker tiroid itu kebanyakan usianya di atas 40. Tapi sekarang makin ke sini banyak yang lebih muda, bahkan ada juga yang usianya baru 12-13 tahun,” ungkap Rachel.
Lewat pengalaman ini Rachel Amanda berharap kesadaran masyarakat, terutama perempuan mengenali gejala kanker tiroid bisa semakin tinggi, agar tingkat kesembuhannya juga lebih baik.
Foto : diambil dari akun Instagram Rachel Amanda @auramanda95
Baca juga:
Tetap Berkarir Meski Menyandang Penyakit Autoimun Hipotiroid