Pola asuh otoriter merupakan salah satu karakteristik yang masih diterapkan orangtua masa kini, menurut the American Mental Health Assoiation. Semua memiliki tujuan akhir yang sama yaitu menumbuhkan anak yang disiplin dan bertanggung jawab. Namun, tidak semua parenting style baik adanya.
Pola asuh otoriter merupakan gaya pengasuhan yang cenderung keras dan menuntut anak, namun respon penghargaan terhadap anak rendah. Umumnya, orangtua menerapkan pola ini dengan tujuan agar anak menuruti keinginan orangtua.
Ada beberapa ciri yang menandakan pola asuh yang cenderung keras alias otoriter, seperti apa?
Pola asuh otoriter #1: Menuntut
Salah satu ciri khas pola asuh orangtua yang cenderung keras yaitu menerapkan banyak sekali peraturan dengan standar yang juga tinggi. Aturan ini dibuat dengan tujuan mengontrol apa yang dilakukan anak. Anak wajib mengikuti semua peraturan ini tanpa terkecuali.
Jika anak suatu hari tidak mematuhi aturan tersebut, maka orangtua akan menganggap anak sudah bersikap tidak jujur dan tidak bisa diajak bekerja sama.
Pola asuh otoriter #2: Bersikap dingin
Orangtua yang otoriter jarang menunjukkan sikap hangat pada anak. Mereka cenderung dingin dalam menyikapi kebutuhan emosional anak.
Saat merasa kecewa, orangtua yang otoriter akan lebih banyak berteriak dan memaki anak.
Kendati begitu, orangtua berdalih melakukan hal itu dengan alasan kasih sayang yang kuat dan atas nama kebaikan anak. Namun bukan dengan cinta, orangtua otoriter lebih banyak memperlihatkan amarah dan tuntutan pada anaknya.
Pola asuh otoriter #3: Memegang kontrol
Tak hanya berteriak, orangtua yang otoriter biasanya akan menempatkan diri dalam posisi yang dominan dan dalam hal ini anak tak memiliki kesempatan untuk bersuara apalagi membantah.
Mereka akan mengendalikan aspek kehidupan anak, mulai dari hal kecil seperti bagaimana anak berbicara hingga aspek penting kala anak sudah dewasa nanti.
Orangtua yang menerapkan pola ini merasa anak tidak memiliki hak untuk menyuarakan keputusannya sendiri, dengan alasan orangtua mengetahui apa yang terbaik.
Pola asuh otoriter #4: Komunikasi hanya berjalan satu arah
x
Orangtua otoriter tidak melibatkan anak untuk membuat keputusan karena menganggap anak belum memahami sepenuhnya apa yang menjadi pilihannya.
Mereka akan menggunakan alasan seperti “Karena Bunda tahu apa yang baik untuk kamu” saat mereka menuntut anak melakukan hal sesuai keinginan.
Pola asuh otoriter #5: Hukuman kasar
Rasa takut dan amarah menjadi sumber kontrol utama orangtua yang otoriter. Orangtua tak segan menggunakan hukuman agar anak sepenuhnya patuh pada apa yang orangtua inginkan.
Pada anak yang penurut, pola asuh ini dianggap berhasil padahal sejatinya anak hidup dalam ketakutan dan merasa tertekan. Orangtua akan lebih fokus pada hukuman daripada mengajarkan anak bagaimana caranya berperilaku baik.
Ragam studi telah menemukan, bahwa anak yang dibesarkan dengan pola asuh seperti ini berdampak pada perkembangan mentalnya. Anak akan sulit merasa bahagia dan kurang percaya diri.
Tak menutup kemungkinan, ada saatnya anak akan tumbuh menjadi pembangkang dan akan menunjukkan perilaku tersebut saat berada dalam lingkungan pergaulan.
Bahkan, pola asuh ini memungkinkan anak untuk mengalami kecanduan minuman beralkohol dan obat terlarang serta gangguan mental seperti depresi.