Sudahkah kita mengingatkan anak bahwa ada perilaku yang berbeda-beda pada tiap orang, dan bagaimana seharusnya bersikap? Termasuk bersikap dengan teman-temannya yang berkebutuhan khusus atau memahami perilaku anak autis?
Tidak bisa dipungkiri, memahami perilaku anak autis tentu saja tidak mudah. Jangankan anak-anak, kita sebagai orangtua saja masih perlu belajar cara memahami perilaku anak autis. Benar bukan?
Namun, setidaknya kita bisa memulai dengan melatih anak memiliki rasa empati, menghargai orang lain dengan segala perbedaan.
Seorang anak di Singapura yang berusia 8 tahun dengan gangguan perilaku autisme baru-baru ini membuat sebuah gambar bagaimana ia harus berjuang menerima perilaku teman-teman di lingkungan sekolahnya.
Ibunya yang merasa patah hati menggugah foto yang dibuat putranya di grup Facebook, “Friends of ASD Families”. Foto yang menggambarkan perasaan anaknya membuat hatinya terluka.
“Suatu hari, dia membuat gambar ini saat merasa tertekan karena di sekolah tidak ada yang mau bermain dengannya,” tulis sang ibu.
Janice mengatakan bahwa anaknya memiliki autisme ringan dan belajar di sekolah umum. Janice selalu mendorong putranya untuk bisa mengajak teman-teman sekelasnya bermain, dan menyarankan pada anaknya agar segera mencari teman lain jika ada yang menolaknya.
“Tapi dia begitu kecewa karena menghadapi penolakan demi penolakan setelah ia berusaha dan berulang kali mencoba menemukan seseorang yang bisa ia ajak bermain.”
“Lebih buruk lagi, ketika dia terpeleset di lantai yang basah dan jatuh, dia ditertawakan dan tidak ada satu orang temannya yang datang untuk membantu! Dia tidak bisa mengartikulasikan perasaannya dengan baik sehingga dia membuat gambar ini untuk menunjukkan kepada saya apa yang telah dia lalui selama di sekolah.”
Janice juga mengungkapkan bahwa kejadian tersebut malah memperburuk kondisi putranya yang didiagnosis mengalami autisme ringan.
Dia mengungkapkan, “Ini hanya bagian dari perjuangannya sehari-hari di sekolah. Meskipun di sekolahnya memiliki guru pendamping, tapi ia tidak menerima dukungan karena ia dianggap termasuk kasus yang ringan.”
Gambar yang memperlihatkan kesedihannya karena merasa sendiri
“Pada dasarnya, dia dibiarkan mengatasi kesehariannya di sekolah seorang sendiri.”
Sebagai orangtua, Parents tentu saja bisa dapat merasakan atau setidaknya membayangkan rasa kecewa dan rasa sakit hati yang dirasakan seorang ibu seperti Janine ketika ia menuliskan apa yang ia rasakan.
“Ada banyak pembicaraan tentang sekolah inklusi. Namun, sekolah inklusi tidak akan ada artinya jika anak-anak dengan kemampuan berbeda hanya ditempatkan di tempat sama tanpa bentuk interaksi yang dibutuhkan anak-anak berkebutuhan khusus.”
Janice merasa bahwa pada dasarnya anak-anak perlu diajarkan untuk memperlakukan anak-anak lain sebagaimana mereka sendiri ingin diperlakukan.
“Perlakukan orang lain seperti apa yang ingin kamu diperlakukan,” tegasnya
“Saya berharap gambar anak saya akan berfungsi sebagai pengingat bahwa individu autis juga memiliki perasaan, sama seperti orang lainnya.”
“Tidak seorang pun harus makan sendirian atau menghabiskan waktu sepanjang hari di sekolah tanpa teman. Dan, inilah yang ia rasakan setiap hari.”
Berikut ini ungkapan perasaan Janice yang ia unggah di Facebook :
Mengenali Perilaku Anak Autis
Autism spectrum disorder (ASD) merupakan suatu kondisi yang berkaitan dengan perkembangan otak anak. Kondisi inilah yang akan memengaruhi kemampuan anak dalam bersoliasisasi, berkomunikasi, dan berperilaku.
Secara global, 1 dari 160 anak berada dalam spektrum autisme, seperti yang tercatat dalam Organisasi Kesehatan Dunia.
Gangguan autisme ini banyak dialami anak-anak. Maka itu, tak ada salahnya mengajarkan anak Anda memahami perilaku anak dengan autisme dan menghargai teman-temannya ini meskipun terlihat berbeda.
Pada umumnya, ada beberapa perilaku anak autis yang perlu kita ketahui.
- Kesulitan berinteraksi, bermain dengan, atau berhubungan dengan orang lain
- Sedikit atau kontak mata singkat dengan orang lain
- Gerakan yang tidak biasa atau berulang, seperti mengepakkan tangan, memutar, atau mengetuk
- Kesulitan belajar di sekolah
- Bermain dengan mainan dengan cara yang tampak aneh atau berulang-ulang
- Kecanggungan, dan kesadaran spasial yang buruk
Anak dengan perilaku autisme juga bisa merasakan:
- Mudah frustrasi dan bertindak dalam situasi tertentu
- Peka terhadap cahaya terang, suara keras, atau lorong yang sibuk
- Kesulitan untuk berkomunikasi atau berbicara, bahkan ada juga tidak berbicara sama sekali
- Kurang peka atau tidak emosional
- Butuh waktu ekstra untuk mengerjakan tugas baik di kelas atau pun pekerjaan rumah
- Perlu mengambil tes di area yang terpisah jauh dari gangguan
- Membutuhkan terapi tepat, baik dari orangtua ataupun terapis dan dokter spesialis
- Karena anak-anak dengan autisme menghadapi banyak tantangan, dan dianggap “berbeda”, mereka lebih cenderung diintimidasi.
Sebagai orangtua, kita dapat melatih anak untuk menghormati orang lain dan menerima perbedaan. Terutama untuk teman-temannya yang berkebutuhan khusus.
Baca juga :
Anak autis cenderung lebih pintar, penelitian ini membuktikannya
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.