Baru-baru ini, masyarakat dibuat geger dengan adanya peristiwa seorang remaja yang menghilangkan nyawa anak berusia 5 tahun. Pihak berwenang pun masih terus melakukan pemeriksaan. Meskipun belum ada kepastian, pelaku pun diduga mengalami gangguan kejiwaan, psikopat. Apa penyebab psikopat?
Psikopat dan sosiopat termasuk ke dalam gangguan perilaku pada seseorang. Perilaku tersebut biasanya ditandai oleh tindakan egosentris dan antisosial. Kondisi keduanya bisa dialami oleh siapa saja, termasuk anak-anak dan remaja. Bukan hanya satu, penyebab psikopat dan sosiopat juga terbilang kompleks karena melibatkan banyak faktor.
Faktor yang bisa jadi penyebab psikopat dan sosiopat pada anak dan remaja
Apa yang dilakukan remaja perempuan berinisial NF (15) dengan melakukan aksi pembunuhan tanpa rasa bersalah di Sawah Besar, Jakarta Pusat, memang menimbulkan benyak pertanyaan.
Salah satunya, mengapa anak remaja bisa melakukan perbuatan keji seperti itu? Bahkan, saat dilakukan pemeriksaan, pelaku pun tidak memperlihatkan rasa menyesal.
Banyak mencurigai bahwa aksinya tersebut didorong oleh perilaku psikopat atau sosiopat yang kemungkinan dimiliki NF. Pasalnya, pelaku dinilai sangat menikmati film-film horor, kebiasaan menggambar sesuatu yang menyeramkan, hingga kecenderungannya dalam menyiksa hewan.
Meski demikian, hingga berita ini ditulis, belum ada kepastian apakah benar hasrat membunuh NF dikarenakan ia adalah seorang psikopat atau pun sosiopat.
Artikel terkait: Remaja bunuh bocah 5 tahun tanpa rasa menyesal, apa kata psikolog?
Memahami psikopat dan sosiopat
Dilansir dari laman WebMD, sebenarnya psikopat dan sosiopat bukanlah istilah resmi di dalam dunia kesehatan mental.
Dokter tidak secara resmi mendiagnosis seseorang sebagai psikopat atau sosiopat, melainkan menggunakan istilah berbeda. Istilah yang biasa digunakan untuk mendiagnosis kedua kondisi tersebut adalah Antisocial Personality Disorder (gangguan kepribadian antisosial).
Kebanyakan ahli percaya bahwa psikopat dan sosiopat memiliki sifat yang mirip. Penderitanya tidak bisa merasakan atau menilai apakah perilakunya salah atau benar. Keduanya juga cenderung tidak memiliki empati atau tidak memiliki kemampuan memahami perasaan orang lain. Namun, secara lebih rinci, psikopat dan sosiopat sebenarnya berbeda.
Perbedaan utama antara psikopat dan sosiopat bisa dilihat dari perasaan penderita, apakah ia masih memiliki hati nurani atau perasaan bersalah ketika melakukan suatu hal.
Seorang psikolog bernama L. Michael Tompkins, EdD di Amerika menjelaskan, seorang psikopat biasanya tidak memiliki hati nurani. Saat dia melakukan kesalahan, dia cenderung tidak akan merasa bersalah sedikit pun. Seseorang yang memiliki tipe kepribadian ini melihat orang lain sebagai objek yang dapat ia gunakan untuk keuntungannya sendiri.
Berbeda dengan sosiopat, penderita sosiopat masih memiliki hati nurani atau perasaan bersalah meskipun cenderung lebih lemah dari orang normal pada umumnya.
Baik psikopat maupun psikopat, keduanya memiliki empati rendah. Mereka tidak bisa paham akan keadaan atau posisi orang lain.
Untuk perbedaan lebih lanjut mengenai psikopat dan sosiopat, Parents bisa melihat gambar berikut ini:
Apa saja faktor penyebab dari keduanya?
Seorang Psikiater, dr. Jiemi Ardian dari Siloam Hospital Bogor menjelaskan mengenai perbedaan psikopat dan sosiopat berdasarkan faktor penyebab.
Ia memaparkan, bahwa secara umum, psikopat merupakan gangguan bawaan genetik, sedangkan sosiopat merupakan perilaku yang lebih cenderung disebabkan oleh pengaruh lingkungan.
“Secara umum, psychopat itu terbawa secara genetik dan sociopat itu lingkungan. Namun, fenomena ini bisa jadi sangat luas, dan tidak terbatas pada satu atau dua aspek saja,” jelas Jiemi dalam akun Twitter pribadinya.
Selain itu, Jiemi juga menjelaskan bahwa psikopat tidak selamanya tentang kekerasan dan sikap yang menyeramkan. Seorang psikopat pun juga menderita akibat keadaannya.
“Di dunia nyata, fenomena psikopat tidak sehitam-putih seperti yang ditampilkan di film thriller. Belum tentu juga penyebab psikopat hanya dipengaruhi genetik. Bagaimana jika itu bentukan lingkungan? Bagaimana jika dipengaruhi keduanya? Dan bagaimana jika lebih kompleks lagi?” jelas psikiater yang sering memberikan edukasi lewat sosial media miliknya.
Artikel terkait: Penelitian: Para Pelaku Kriminal Mendapat Pola Asuh Seperti Ini di Masa Kecilnya
Banyak faktor lain yang memengaruhi
Untuk kasus remaja yang membunuh balita tanpa penyesalan tersebut, Jiemi juga menyebutkan bahwa ada banyak faktor yang dapat memengaruhi.
Jadi, perilaku pembunuhan tersebut tidak hanya didasari oleh paparan film saja, melainkan faktor lain yang lebih kompleks. Pasalnya, tidak ada penyebab tunggal dari munculnya sebuah perilaku.
Jiemi menjelaskan, “Perilaku remaja ini terinspirasi dari film xyz, itu tidak sepenuhnya benar. Bisa jadi ada ide dari film tersebut tapi sangat mungkin ada latar belakang yang tidak disadari.”
Oleh karena itu, Jiemi menyarankan agar masyarakat tidak berspekulasi terlebih dahulu mengenai apa faktor pendorong yang menyebabkan remaja tersebut melakukan aksi pembunuhan.
Di sisi lain, untuk melihat apakah anak memiliki kecenderungan psikopat dan psikopat, juga diperlukan pemeriksaan yang memperlihatkan aktivitas otak.
Tidak hanya itu, pemeriksaan lanjutan seperti melakukan wawancara khusu juga perlu dilakukan. Biasanya, wawancara ini mengikuti panduan The American Psychiatric Association Diagnostic and Statictical Manual od Mental Disorder untuk melihat dan menentukan kepribadian anak.
Maka, penyebab psikopat dan sosiopat pada anak tidak bisa semata-mata dilihat dari satu faktor saja. Ada rangkaian pemeriksaan yang perlu dilakukan sebelum akhirnya penderita didiagnosis kedua jenis gangguan tersebut.
Artikel terkait: Awas, ini dampak negatif gadget bagi kesehatan mental anak!
Tidak hanya itu, perilaku seseorang terutama pada anak-anak dan remaja juga terbilang kompleks. Jadi, alasan ia melakukan suatu hal ekstrim tidak bisa didasari pada satu alasan atau hanya satu faktor saja.
Misalnya, bukan semata-mata karena dia suka sesuatu, lantas menjadikan sesuatu tersebut menjadi penyebab utama dia melakukan hal tersebut. Tapi, bukan berarti ketika anak melakukan suatu hal yang menyimpang, lantas dibiarkan.
Anak yang belum cukup umur tentu saja tidak mampu berpikir dewasa sehingga tetap perlu dihindari dari paparan film yang mengandung konten negatif sehingga mampu mengundang perilaku menyimpang pada dirinya.
“Perilaku anak itu kompleks. Maka tidak heran ada istilah ‘it takes a village to raise a child’. Jadi intinya, mari perhatikan sikap anak secara menyeluruh. Jika ada sesuatu yang tidak wajar, maka jangan ragu untuk berkonsultasi pada ahli,” tutup Jiemi.
***
Referensi: WebMD, Twitter Jiemi Ardian (@jiemiardian)
Baca juga:
Jangan Abai! Ini Gejala Awal Gangguan Mental pada Remaja yang Perlu Diketahui