Parents, pernah mendengar penyakit thalasemia? Penyakit ini merupakan kelainan darah bawaan yang ditandai dengan lebih sedikit hemoglobin dan lebih sedikit sel darah merah dalam tubuh Anda dari biasanya.
Hemoglobin sendiri sebenarnya merupakan zat atau protein dalam sel darah merah (eritrosit) yang berperan untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh, dan mengangkut lagi karbon dioksida ke paru-paru. Apabila asupan darah berkurang, tentu akan menyebabkan kerusakan pada beberapa organ.
Sayangnya, penyakit thalasemia jarang dideteksi sejak awal, atau lebih sering dianggap sebagai penyakit anemia biasa. Padahal penyakit ini perlu diwaspadai, terutama thalasemia yang berat (mayor), karena bisa menyebabkan komplikasi berupa gagal jantung, gangguan hati, pertumbuhan terhambat, bahkan kematian.
Penderita Thalessemia tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia, bahkan di tahun 2016 angkanya telah mencapai 7.711 orang dan setiap tahun angka ini kian bertambah.
Penyebab Penyakit Thalasemia
Penyakit thalasemia ini disebabkan oleh kelainan genetik yang memengaruhi produksi sel darah merah di dalam tubuh. Artinya, penyakit ini memang diturunkan dari orangtua, dan bisa diturunkan meskipun sebelumnya gejala penyakit ini tidak terlihat pada orangtua.
Umumnya, DNA tersusun oleh dua protein, yaitu alfa globin dan beta globin. Thalasemia terjadi karena adanya mutasi DNA yang menyebabkan kecacatan pada salah satu atau kedua protein penyusun hemoglobin tersebut. Bila semakin banyak jumlah gen yang bermutasi, semakin parah pula thalasemia yang dialami.
Apabila bentuk protein penyusun heboglobin tidak bisa menghasilkan jumlah yang cukup atau memiliki kecacatan, tubuh tidak bisa memproduksi sel darah merah. Sehingga mengakibatkan tubuh tidak bisa bekerja dengan baik.
Bila orangtua memiliki gen pembawa penyakit thalasemia tersebut, besar kemungkinan anak akan mengalaminya, dan gejalanya bisa saja terlihat sejak bayi atau saat anak berusia kurang dari satu tahun.
Tetapi, ada yang baru mengalami gejala setelah beberapa tahun kehidupan. Bahkan, beberapa orang yang hanya memiliki satu mutasi gen thalasemia bisa saja tidak mengalami gejala apapun.
Dalam hal ini dr. Pustika Amalia, Spesialis Hematologi dan Onkologi Anak RSCM menjelaskan, pasien thalasemia tidak bisa membuat sel darah merah yang normal. Sehingga sel darah merah selalu pecah, sehingga isi sel darah merah keluar sehingga. Bilurubin keluar, zat besi keluar, pasian harus transfusi, artisnya anak jadi anemia, pucat.
Ia pun memparkan kalau Thalesimia ini ada 3 jenis, yaitu mayor, minor dan intermedia.
Apa yang membedakannya?
“Jika mayor artinya, anak harus melakukan transfusi darah secara rutin. Ada yang seminggu sekali, dua minggu sekali, atau sebulan sekali. Thalasemia minor ini tidak bergejala, tetapi kalau dicek darahnya ternyata memang ada thalesmia. Sedangkan yang intermedia, pasien akan butuh transfusi darah tapi tidak sesering dengan yang mayor. Bisanya 3 bulan sekali, 6 bulan sekali atau pada saat dia sakit,” tukas dr. Pustika seperti yang dikutip dari lamann YouTube Kompas.
Meskipun penyakit yang satu ini tidak menular, namum dr, Pustika mengibarat penyakit ini seperti buah simalakama. Karena harus transfusi darah, namun transfusi ini jugalah bisa menyebabkan kelebihan zat besi yang akhirnya merusak organ tubuh.
Saat kelebihan zat besi, maka dia akan nempel di otot jantung, yang menyebabkan gagal janjungnya. Lalu di hati, karena hati organ yg menyimpamn zat besi jadi gagal hati, begitu juga di kelenjar endokrrin yang memproduksi hormob-hormon yang menbuat anak anak pendek, tidak menstruasi.
Gejala penyakit thalasemia
Gejala penyakit ini sebenarnya tidak selalu sama persis pada setiap penderitanya. Biasanya gejala tersebut munvul tergantung pada jenis thalasemia dan tingkat keparahan kondisinya.
Berikut ini beberapa gejala thalasemia yang umum terjadi:
- Kelelahan yang parah
- Sakit dada
- Kulit berwarna kekuningan atau sangat pucat (jaundice)
- Perut membengkak
- Urine berwarna gelap
- Tangan dan kaki dingin
- Sesak napas
- Pertumbuhan cenderung lambat
- Detak jantung cepat
- Sakit kepala
- Sangat rentan terserang infeksi
Penyakit thalasemia dapat diketahui melalui gejala yang muncul seperti yang ter di atas. Namun perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan beberapa test oleh dokter. Umumnya, dokter akan melakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan sel darah mereah dan kelainan genetik penyebab penyakit ini.
Artikel terkait: Kawasaki Disease; penyakit berbahaya yang dapat menyerang jantung anak
Pengobatan thalasemia
Karena penyakit ini merupakan kelainan genetik yang berkepanjangan, diperlukan perawatan seumur hidup agar bisa bertahan hidup.
Penderitanya memerlukan transfusi darah berulang untuk menambahkan sel darah yang kurang. Bila thalasemia yang diderita sudah parah, dokter akan menganjurkan penderita untuk melakukan transplantasi sumsum tulang.
Namun ada pula penderita yang tidak membutuhkan transfusi darah. Misalnya pada penderita thalasemia minor, yang hanya memerlukan pemeriksaan rutin dan tranfusi darah pada kondisi tertentu saja, misalnya saat melahirkan atau operasi.
Bila tak segera ditangani, penyakin ini dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan tumbuh kembang, kerusakan tulang, hingga penyakit jantung.
Nah Parents, karena penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi serius hingga kematian, perlu pemeriksaan dini untuk mencegah dan menghindari komplikasi tersebut.
Misalnya, dengan melakukan pemeriksaan darah sebelum menikah. Hal ini perlu dilakukan untuk melihat kondisi darah Anda dan pasangan. Apakah memiliki gen pembawa thalasemia atau tidak. Dengan demikian, harapannya angka pasien penyakit thalesemia tidak semakin meningkat.
Semoga informasi ini bermanfaat ya, Parents!
***
Referensi: CDC, Mayo clinic, healthline
Baca juga
Anemia defisiensi besi bisa ganggu kecerdasan anak, kenali gejalanya!