Sejatinya ketika lelaki mengkhitbah seorang wanita fitrahnya adalah melindungi wanita tersebut. Namun kekerasan dalam rumah tangga sering kita dengar di mana-mana.
Miris! Apakah pada saat melakukan kekerasan pelaku tidak ingat dengan janji sakral yang pernah diikrarkan di depan penghulu atau pada saat meminta ijin pada orang tua untuk menikahkan seorang wanita kepada Ayahnya.
Tak Semua Anak Perempuan Punya Ayah Penyayang
Pernah suatu hari saya mengobrol dengan teman saya. Hari itu tepat sebulan kepergian ayah saya. Saya mungkin adalah sebagian orang beruntung yang memiliki ayah yang berhati baik dan tidak pernah menggunakan kekerasan dalam mendidik anak-anaknya. Namun tidak seharusnya saya begitu naif karena tidak semua anak merasakan kasih sayang dari seorang ayah yang tidak tempramental.
Suatu hari saya lupa sedang berbicara masalah apa tapi obrolan ku dan salah satu temanku menggiring kami sampai kepada pada curahan hatinya tentang sang ayah. Dia kesal pada ayahnya karena beliau bisanya hanya membanting barang ketika ibu atau dirinya melakukan kesalahan kecil. Saya kaget bercampur iba mendengar cerita teman saya tersebut.
Pengaruh Pola Asuh Ayah yang Keras pada Cara Berpikir Anak Memandang KDRT sebagai Hal Normal
Pada suatu hari yang lain saya bertemu dengan seorang rekan kerja yang telah mengantar sepupunya ke salah satu lembaga sosial yang menyediakan fasilitas rumah aman. Katanya wajah sepupunya memar berwarna biru keunguan di sebelah mata kanan.
Teman saya mengaku lelah menasehati saudaranya tersebut karena sudah berulang kali dia terlibat kdrt dengan kekasihnya. Nah! Itu baru pada level pacaran bagaimana jika sudah masuk ke babak pernikahan?
Ini adalah pria ketiga yang telah melakukan kekerasan padanya. Hal ini membuat aku dan temanku berfikir kenapa bisa terjadi seperti ini. Kekerasan terjadi berulang. Akhirnya setelah kami telaah, dari cerita temanku, dapat kami simpulkan bahwa dia telah menerima perlakuan semacam itu saat dia masih kanak-kanak.
Sosok ayah adalah orang pertama yang melakukan kekerasan padanya.
Ternyata hal itu terekam pada alam bawah sadarnya. Karena sejak kecil terbiasa menerima hal semacam itu, otaknya berkesimpulan bahwa hal itu adalah normal. Dalam benaknya ketika seorang main fisik pada anak perempuannya atau istrinya itu berarti hal yang normal. Dia bertahan pada satu pola itu.
Hal ini sangat berdampak pada masa depannya. Tiga kali menjalin hubungan dengan seorang pria yang kesemuanya melakukan kekerasan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi itu adalah ketika dia merasa dan melegalkan orang yang disayanginya melakukan kekerasan karena dalam pikirannya itu tidak akan masalah jika dilakukan. Dia merasa cowok yang melakukan kekerasan bukanlah sebuah red flag.
Dari kisah tersebut dapat kita simpulkan bahwa pengaruh pola asuh ayah sangat berpengaruh pada anak untuk menjaga border dalam dirinya.
Dan sudah tugas kita untuk selalu aware dengan teman, saudara atau kerabat yang mungkin mengalami hal yang sama. Kita bisa bantu untuk menjadi teman ngobrol untuk secara perlahan mengubah mengubah cara pandangannya bahwa wanita tidak pantas untuk diperlakukan seperti itu.
Dan terkhusus untuk para suami kita hal tersebut bisa menjadi pelajaran bahwa kekerasan pada anak dan istri hanya akan menghadirkan luka yang berkepanjangan
Disclaimer:
Pandangan dan informasi yang diceritakan di dalam artikel ini merupakan pendapat penulis dan belum tentu didukung oleh theAsianparent atau afiliasinya. TheAsianparent dan afiliasinya tidak bertanggung jawab atas konten di dalam artikel atau tidak bisa diminta pertanggungjawaban untuk kerusakan langsung atau tidak langsung yang mungkin diakibatkan oleh konten ini.
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.